BAGIAN 8

128 12 1
                                    

Ki Mugeni sama sekali tidak menyangka kalau pemuda berbaju rompi putih itu mengalahkan dua murid utamanya dengan mudah. Bahkan kurang dari satu jurus. Dan yang lebih membuatnya tidak habis pikir, pemuda itu pun mampu mengalahkan Santang Praja. Juga dengan waktu singkat!
"Siapa lagi yang akan melawanku?" tanya pemuda tampan berambut panjang yang memakai rompi putih itu, seperti hendak memancing kemarahan lawan.
Brajadenta yang duduk di sebelah Ki Mugeni menggeram sinis. Kalau saja ayahnya tidak melarang, ingin rasanya dia turun tangan menghadapi pemuda yang tak lain Pendekar Rajawali Sakti.
"Biar aku yang memberi pelajaran padanya!" sahut Ki Rampengan alias si Cakar Maut yang sejak tadi sudah mengepal-ngepalkan kedua tangan menahan geram.
"Belum saatnya, Ki. Biar aku saja yang menghadapinya," sahut Ki Mugeni, langsung bangkit dan mengambil pedangnya.
Ketua Perguruan Pedang Langit itu melangkah lebar kehalaman perguruan seraya menatap tajam-tajam Pendekar Rajawali Sakti. Jelas dia amat geram pada pemuda yang dinilainya angkuh ini. Berani-beraninya mengajukan diri sebagai lawan tunggal untuk menghadapi mereka semua! Dan yang membuat hatinya panas adalah, ketika murid-murid Perguruan Rebung Koneng yang hadir di tempat itu, bersorak-sorai gembira begitu melihat Rangga menjatuhkan lawan-lawannya.
"Kau boleh mulai lebih dulu, Anak Muda!" dengus Ketua Perguruan Pedang Langit itu.
"Kau lebih tua dariku, Ki. Silakan!" ujar Pendekar Rajawali Sakti yang sudah menggenggam pedang yang disodorkan salah seorang penyelenggara pertandingan ini.
Tanpa basa-basi lagi Ki Mugeni menyerang Rangga dengan mengerahkan kepandaiannya. Pedangnya langsung berkelebat menyambar.
"Heaaa!"
"Uts!" Rangga cepat mengelak dengan menggeser kakinya ke samping seraya mengibaskan pedangnya untuk menangkis serangan.
Trang!
Wut!
Baru saja senjata mereka beradu, pedang Pendekar Rajawali Sakti berkelebat menyambar ke arah leher. Ki Mugeni terkesiap. Cepat-cepat tubuh diputar. Namun pedang pemuda itu terus mengikutinya. Bahkan saat dia melompat untuk menjatuhkan diri, Pendekar Rajawali Sakti mengikuti gerakannya. Dan tahu-tahu, telah menghunuskan pedang ke leher. Maka cepat Ki Mugeni memapak senjata pemuda itu.
Trang!
Namun pedang Pendekar Rajawali Sakti terus berputar, dan kembali ke tempat semula mengancam leher.
"Ini pertandingan jujur, Ki Mugeni. Kalau tidak, sudah kutebas lehermu sejak tadi!" desis pemuda itu.
Ki Mugeni mengeluh tertahan dengan wajah pucat menahan malu. Di depan sekian banyak muridnya, dia tidak mampu mengalahkan pemuda itu. Bahkan ujung pedang mengancam lehernya.
Hal itu tidak terlalu mengherankan. Sebab melalui dua murid sebelumnya, serta setelah berhadapan dengan Santang Praja, Rangga lebih banyak tahu ciri khas ilmu silat lawan-lawannya yang memang bersumber dari Ki Mugeni. Sehingga tidak sulit baginya untuk mematahkan perlawanan mereka.
"Akulah lawanmu, Keparat! Heyaaa...!" Dalam pada itu, Brajadenta segera melompat seraya membentak nyaring.
Wut!
Pendekar Rajawali Sakti cepat mendorong tubuh Ki Mugeni, dan langsung mengibaskan pedang menyambut serangan. Tapi dengan lincah Brajadenta berkelit. Dan dia bermaksud meneruskan serangan. Namun sebelum dilakukan, Pendekar Rajawali Sakti telah lebih dulu bergerak menyerang.
"Heaa...!"
"Hup!" Brajadenta coba bertahan dan balas menyerang. Tapi, Pendekar Rajawali Sakti seperti tidak mau memberi kesempatan sedikit pun. Dia terus menyerang dengan gencar. Ujung pedangnya berkelebatan cepat menyulitkan Brajadenta. Putra tertua Ki Mugeni itu menggeram, kemudian melompat tinggi. Begitu berada di udara, cepat tubuhnya meluncur ke arah Pendekar Rajawali Sakti dengan kedua tangan terpentang setelah melempar pedang.
"Yeaaat!"
"Hm.... Kau mau mempergunakan jurus 'Cakar Maut'? Baik, akan kuladeni apa kemauanmu!" desis Pendekar Rajawali Sakti.
Pada saat yang sama, kedua tangan yang membentuk cakar itu mencoba menyambar dada dan leher Rangga. Namun dengan gesit, Pendekar Rajawali Sakti menangkisnya.
Plak! Plak!
Bahkan Rangga balas menyerang seraya menyodokkan kepalan tangan kanan. Kemudian cakar tangan kirinya menyambar leher Brajadenta.
"Apa kau kira hanya kalian saja yang bisa bangga dengan jurus 'Cakar Maut'? aku pun mampu melakukannya! Sesungguhnya orang-orang yang memiliki jurus 'Cakar Maut' seperti kalian, hanyalah pengecut-pengecut yang bersembunyi dibalik topeng!" desis Rangga mengejek.
"Keparat! Akan kutunjukkan padamu, bagaimana kami mengurus bedebah sombong sepertimu!" dengus Brajadenta semakin geram.
Brajadenta bermaksud mendesak Rangga dengan mengerahkan segala kemampuan yang dimilikinya. Namun hal itu ternyata tidak mudah. Sebab Pendekar Rajawali Sakti bukanlah lawan yang mudah dikalahkannya begitu saja.
Kini Brajadenta baru sadar kalau jurus 'Cakar Maut' yang dibanggakannya tidak mampu mendesak Pendekar Rajawali Sakti. Padahal jurus yang membuat kedua tangannya sedikit menghitam dan berhawa racun ganas itu sangat mematikan, bila mengenai anggota tubuh lawan. Dan Pendekar Rajawali Sakti agaknya mengetahuinya. Sehingga dengan gesit mampu menghindar, lalu balas menyerang lewat tendangan-tendangan gencar.
"Hih!" Rangga melompat ke atas menghindari sambaran kedua cakar Brajadenta. Dan bersamaan dengan itu, sebelah kaki Pendekar Rajawali Sakti menyambar ke arah dada. Brajadenta berkelit ke belakang. Namun, Rangga ternyata bergerak berputar. Lalu kakinya yang satu lagi menghantam muka Brajadenta dengan telak.
Diegh!
"Aaakh...!" Putra Ki Mugeni itu mengeluh tertahan, dan berusaha agar tidak roboh.
"Heaaa...!" Namun Pendekar Rajawali Sakti seperti tidak ingin memberi kesempatan sedikit pun. Tubuhnya terus melesat mengejar. Tangan kirinya merobek baju lawan dibagian leher.
Brettt!
Kemudian Rangga cepat menyusuli dengan kepalan tangan kanan yang menghantam dada.
Begh!
"Aaah...!" Brajadenta terjungkal roboh disertai pekik kesakitan. Dari mulutnya menyembur darah segar akibat luka dalamnya. Beberapa giginya rontok dan berdarah. Demikian pula dari lubang hidungnya, akibat tendangan Rangga. Bahkan membuat tulang hidungnya patah.
"Itu belum seberapa dibanding kekejianmu terhadap Perguruan Rebung Koneng!" desis Rangga. Pendekar Rajawali Sakti kemudian mengedarkan pandangannya kesekeliling. Tampak orang-orang yang melihat pertandingan itu terkejut.
"Kau adalah orang bertopeng yang menyerang kami tadi malam! Aku kenali tatapan matamu, dan jurus-jurusmu. Aku kenali juga goresan di lehermu yang tidak kau sadari! Kau mungkin saja pembunuh keparat yang menyebabkan kematian Ki Sanjaya dan Baladewa, serta beberapa murid Rebung Koneng lainnya!" lanjut pemuda itu lantang, begitu kembali menatap Brajadenta.
Mendengar itu murid-murid Perguruan Rebung Koneng jadi heboh. Mereka berteriak-teriak marah. Sedang Ki Mugeni dan murid-muridnya terkesiap. Untuk sesaat, mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan.
"Selamanya mereka yang mempelajari jurus 'Cakar Maut', selalu meminta korban darah untuk kelanggengan ilmunya. Dan di tempat ini, cuma kau dan gurumu yang celaka itu! Kalian berdua telah mencari korban terhadap orang-orang Perguruan Rebung Koneng, karena di antara kalian memang telah ada pertikaian!" teriak Pendekar Rajawali Sakti lantang.
"Bocah keparat! Kau kira bisa berlagak jago dengan cara-caramu itu? Boleh jadi kau bisa menjatuhkan mereka. Tapi kepadaku, jangan coba-coba!" dengus si Cakar Maut yang agaknya sudah tidak bisa menahan sabar lagi.
Sejak tadi Ki Rampengan alias si Cakar Maut memang sudah marah dan gusar melihat kelakuan pemuda yang dianggapnya sombong dan besar mulut. Hanya saja, dia masih merasa malu dan sedikit segan pada Ki Mugeni serta beberapa tamunya. Dia merasa sebagai tamu yang sungkan bila ikut campur dalam pertandingan ini. Tapi dengan adanya sindiran-sindiran tajam yang dilontarkan Pendekar Rajawali Sakti, membuatnya seperti punya alasan untuk tampil ke arena pertandingan. Bahkan tubuhnya langsung berkelebat menyerang Pendekar Rajawali Sakti!
"Heaaa...!"
Pertarungan antara Pendekar Rajawali Sakti melawan si Cakar Maut tidak dapat dielakkan lagi. Ki Rampengan menyerang dengan cepat. Agaknya dia ingin menjatuhkan Pendekar Rajawali Sakti secepatnya, agar orang-orang yang berada di tempat itu menyadari siapa dirinya sebenarnya. Namun si Cakar Maut jadi kecewa sendiri, sebab pemuda yang menurut perkiraannya mudah ditaklukkan, ternyata cukup gesit. Bahkan mampu mengimbangi gerakannya. Hal ini tentu saja membuatnya semakin geram saja.
"Hih! Mampus kau, Bocah Gendeng!" dengus si Cakar Maut, geram sambil menghentakkan tangan kanannya ke depan.
Dalam pada itu, Ki Rampengan telah melepaskan pukulan maut yang berbentuk cahaya kuning. Cahaya itu terus melesat cepat ke arah Rangga disertai aroma busuk yang menyengat hidung.
"Awas! Racun...!" teriak orang-orang yang berada di sekitar tempat itu.
Segera orang-orang itu berdesak-desakan mundur dan menjauhi arena pertarungan. Sementara itu, Pendekar Rajawali Sakti melenting ke atas sambil mencabut Pedang Pusaka Rajawali Sakti yang memancarkan cahaya biru berkilauan.
Sring!
Glaaar!
Pukulan Ki Rampengan yang luput dari sasaran, menghantam salah satu batang pohon hingga hancur berantakan. Daun-daunnya langsung kering dan layu dalam waktu singkat. Tentu saja hal itu mengagetkan mereka yang menyaksikan.
"Astaga! Pendekar Rajawali Sakti akan binasa di tangannya!" seru seorang murid Perguruan Rebung Koneng.
Nimas Pandini yang mendengar seruan itu diam membisu dengan hati penuh harap dan cemas. Kalau saja pemuda itu tewas, dia pasti akan merasa bersalah. Sebab persoalan ini sama sekali tidak ada sangkut-paut dengannya!
Sementara itu Rangga sama sekali belum merasa terdesak oleh serangan gencar si Cakar Maut. Dia masih mampu berkelit lincah ke sana-kemari.
"Ki Rampengan! Ajalmu sudah di depan mata. Apakah kau tidak ingin mengakui dosa-dosa yang telah kau lakukan?" tanya Pendekar Rajawali Sakti, dingin.
"Bocah busuk! Bicara apa kau?! Kaulah yang akan mampus di tanganku!"
"Hm.... Jurus 'Cakar Iblis' yang kau miliki memang terkenal. Dan menurut sebagian orang memang sangat hebat! Tapi aku belum melihat kehebatannya, selain perbuatanmu yang pengecut dan menyerang pihak lawan dengan menggunakan topeng. Tapi jangan kira tidak ada yang mengetahui perbuatan busukmu!"
"Bocah gendeng, bicaramu semakin ngawur! Barangkali karena ajal akan menjemputmu sebentar lagi!" desis Ki Rampengan, berusaha mendesak dengan serangan-serangan gencar.
Kedua tangan si Cakar Maut perlahan-lahan berubah merah membara laksana bara api hingga sebatas siku. Raut mukanya pun memancarkan bias menggiriskan laksana iblis neraka. Dengan kedua tangan terpentang dan muka berkerut geram penuh amarah, dia bermaksud merobek-robek Pendekar Rajawali Sakti dalam waktu singkat.
"Heaaa...!" Kembali Ki Rampengan menghentakkan tangan kanannya. Maka kembali sinar kuning ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Namun dengan gerakan melenting ringan Rangga mampu menghindarinya. Dan akibatnya pagar kayu di halaman luar rumah Ki Mugeni hancur berantakan dihajar pukulan jarak jauh itu. Sudah barang tentu hal ini semakin membuat Ki Rampengan geram bukan main.
"Bocah busuk! Apakah kebisaanmu hanya menghindar seperti monyet?! Ayo, lawan aku kalau memang mampu!" bentak Ki Rampengan alias Cakar Maut.
"Sayang sekali, apa yang ingin kulawan darimu? Aku hanya ingin berhadapan dengan tokoh yang telah membunuh Ki Sanjaya dan Baladewa. Kata orang, dia hebat dan sakti mandraguna. Bila berhadapan dengan orang itu, tentu akan puas sekali hatiku," sahut Rangga, berusaha untuk terus memancing kemarahan.
"Keparat! Aku mampu membuat kau mampus seperti si tua Sanjaya dan putranya itu!"
"Kau mampu melakukannya seperti orang bertopeng itu? Silakan saja...!" cibir Pendekar Rajawali Sakti.
Ki Rampengan adalah tokoh yang berwatak kasar dan mau menang sendiri. Maka mendengar pemuda itu menganggap enteng dirinya, sudah membuatnya gusar sekali.
"Kalau kau mau tahu, akulah orang bertopeng yang kau maksudkan! Aku yang membunuh si Sanjaya dan putranya itu!" ujar Ki Rampengan lantang. Dan tanpa sadar dia telah membuka kedoknya sendiri.
"Kau? Mana mungkin? Apakah berarti muridmu tidak ikut andil? Sebab, aku yakin dia yang menyerangku tadi malam, setelah memporak-porandakan Perguruan Rebung Koneng."
"Huh! Apa pedulimu?! Yang jelas, si Sanjaya mampus ditanganku. Demikian pula putranya. Dan kau pun akan mampus di tanganku!" desis si Cakar Maut geram.
"Begitukah...?" sahut Pendekar Rajawali Sakti disertai senyum dingin. Kemudian mendekatkan pedang pusakanya kewajah yang saat itu penuh wibawa!
"Cakar Maut! Aku telah bersumpah akan membunuh mereka yang telah membunuh Baladewa. Bersiaplah menjemput ajalmu!" desis Pendekar Rajawali Sakti dingin.
"Bocah keparat! Kesombonganmu akan berakhir di tanganku!" bentak Ki Rampengan geram seraya melompat menyerang.
"Hih!"
Rangga tidak berdiam diri. Tubuhnya langsung berkelebat menyambut serangan. Pedang Pusaka Rajawali Sakti bergerak menyambar pinggang. Namun dengan gesit, Ki Rampengan mengelak dengan bergerak ke atas. Tapi saat itu juga, Pendekar Rajawali Sakti menghentakkan tangannya melepaskan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali', dalam jarak dekat.
Dan pukulan yang bergerak cepat, membuat si Cakar Maut kelabakan. Dengan susah payah dia menjatuhkan diri ke bawah. Dan saat itu juga senjata Pendekar Rajawali Sakti menyambar secepat kilat.
Crasss!
"Aaakh...!" Ki Rampengan kontan memekik keras. Tubuhnya terhuyung-huyung ke belakang dengan darah mengucur deras dari luka di dada. Dan Pendekar Rajawali Sakti tak memberi ampun lagi. Langsung dikirimkannya satu tendangan keras ke arahnya.
Des!
"Aaa...!" Nyawa si Cakar Maut langsung melayang dari tubuhnya, sebelum mencapai tanah.
"Guru...!" Bersamaan dengan itu Brajadenta terkejut dan berteriak keras seraya menghampiri mayat gurunya. Wajahnya tampak kalap. Amarahnya menggelegak ketika melihat gurunya telah menjadi mayat. Seketika dia berpaling dan langsung melompat menerjang Pendekar Rajawali Sakti.
"Kau harus mampus keparat! Yeaaat...!"
Tapi Rangga bertindak tidak kepalang tanggung. Tubuhnya cepat berkelebat menyambar dengan pedangnya, menyambut kedua tangan Brajadenta yang terpentang membentuk cakar. Dan...
Brues!
"Aaa...!" Pemuda itu memekik keras. Tubuhnya langsung terjungkal ke belakang dengan darah mengucur deras dari luka di perutnya yang terkoyak lebar akibat tebasan senjata Pendekar Rajawali Sakti. Masih sempat dia memandang penuh dendam ke arah Rangga dengan kedua tangan meregang, sebelum akhirnya diam tidak berkutik.
Rangga termangu sesaat. Dan dia masih belum sadar sepenuhnya setelah Ki Mugeni dan yang lainnya merubungi mayat Brajadenta dengan bersimbah air mata. Pendekar Rajawali Sakti baru tersadar, ketika melihat Nimas Pandini ikut dalam kerumunan. Gadis itu berjongkok memandangi mayat Brajadenta. Wajahnya tampak muram dan sedih.
Trek!
Pendekar Rajawali Sakti menyarungkan pedangnya di punggung. Masih sempat dia bertatapan dengan Nimas Pandini yang memandang kosong. Lalu pelan-pelan gadis itu kembali memandangi mayat Brajadenta. Tidak ada sedikit pun yang menunjukkan pernyataan terima kasih terhadap Pendekar Rajawali Sakti yang telah membunuh dua orang yang telah banyak membunuh murid-murid Perguruan Rebung Koneng. Bahkan yang telah menyebabkan kematian adik serta ayahnya!
Rangga melangkah pergi tanpa menghiraukan mereka diiringi pandangan mata beberapa murid Perguruan Rebung Koneng. Dia tidak peduli, apakah gadis itu senang atau benci tindakannya. Kalau ternyata Nimas Pandini tidak suka, toh hal itu tidak membuat hatinya merasa bersalah. Karena gadis itu sendiri yang memintanya untuk membantu menyelesaikan persoalan tentang pembunuhan terhadap ayah dan saudaranya, serta beberapa orang murid Perguruan Rebung Koneng. Dan Rangga yakin, di lubuk hati Nimas Pandini yang paling dalam, terselip rasa cinta terhadap Brajadenta, pemuda yang hendak melamarnya itu.

***

TAMAT

163. Pendekar Rajawali Sakti : Cakar MautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang