Perasaan Ezian

1K 80 2
                                    


"E-eh, maksudnya? Gue ga ngerti." Ezian berusaha tak mengerti arah pembicaraan mereka.

"Lo suka kan sama Dhita?" tanya Saga. Ezian gelagapan, bagaimana bisa manusia itu menanyakan hal itu dihadapan Ervin yang notabene adalah kakak Dhita.

"E-enggalah. Mana mungkin gue suka! Perasaan lo aja kali." Ezian memalingkan wajahnya. Saga mulai curiga, apa benar sahabatnya itu tak menyukai seorang Dhita? Dia harus menyelidikinya.

"Terus kenapa lo liatin dia aja?"

"Tangan dia luka, jadi, gue mau mastiin kalo tangan dia masih aman dan ga ngeluarin darah," jawab Ezian.

Jawaban Ezian tak membuat Saga puas, Saga terus memancing Ezian dengan berbagai pertanyaan.

'Gimana pun caranya, gue harus buat Ezian bilang suka sama Dhita. Gue ga mungkin salah menilai sahabat gue sendiri, bahkan sikap dia yang dulu beda banget sama sekarang!' batin Saga.

"Woy! Bengong bae, ngayalin apa lo? Wah, jangan-jangan lo ngayalin yang engga-engga!" terka Gibran.

Ctak!

"Aw! Salah gue apa sih njing! Main jitak kepala orang aja lo!" ketus Gibran.

Saga menatap Gibran datar. "Enak banget lo ngatain gue menghayal yang engga-engga!"

"Ya kan, gue nebak aja! Jangan-jangan ...."

"Apa lo!?"

"Tengkar mulu, kaga capek lo berdua?" Saga dan Gibran menoleh kearah Ervin, mereka berdua hanya menunjukkan senyum pepsodent.

"Cengar-cengir lo berdua kek homo," ujar Ferro. Senyum kedua laki-laki itu  seketika luntur mendengar perkataan Ferro yang baru saja datang dan duduk bergabung bersama mereka.

"Ikut campur ae lo, bangsat!" Saga melempari Ferro snack yang ada diatas meja.

"Eit's, ga kena ga kena," elak Ferro. Saga semakin kesal dan berdiri meraih rambut Ferro dan menjambaknya.

"Woy, udah njir! Lo kesini mau jenguk Ervin apa adu jotos sih!" lerai Gibran. Mereka berdua terus saling menjambak sehingga Gibran yang ingin melerainya terjatuh di lantai dengan tidak aestetic.

Brak!

"Aduh!! Ya Tuhan pantat gue." Ringis pelan Gibran mengusap pantatnya yang bertemu dengan lantai akibat ulah dua manusia tidak tau diri.

"Eh, eh, Kak Gibran kenapa?" Dhita menghampiri Gibran yang masih duduk dilantai meratapi kesakitannya.

Ezian melihat kejadian itu, segera menghampiri mereka berdua dan meminta Dhita untuk melakukan kegiatan lain. Mengabaikan Gibran yang baru saja akan meminta bantuan Dhita.

"Tunggu!" cegat Ezian.

Gibran dan Dhita menoleh ke arah Ezian "Kenapa?" tanya Dhita.

"Biarin aja, masalah dia biar kakak yang urus," jelas Ezian. Gibran tak terima, hanya karena ingin membantu dirinya Ezian harus melarang Dhita. Wajah Gibran cemberut.

"Kenapa mukak lo? Mau boker?" sinis Ezian menatap Gibran.

"Zian! Gue cuma mau minta bantuan Dhita buat bantu gue bangun doang, kaga sampek gue pacarin. Masak lo larang," ucap Gibran.

Saga sudah melihat semuanya, bagaimana Ezian yang terlihat tidak suka saat Dhita berusaha membantu Gibran.

"Ini yang lo bilang engga suka Zian? Masih mau mengelak kalau lo ga ada rasa sama Dhita. Ah, seorang Zian mah cupu mana mau nyatain perasaannya sama Dhita. Ya nggak guys?" semua tertawa mendengar ucapan Saga.

"Yoi." Sorak semua orang yang ada di ruangan tersebut kecuali Ezian, Dhita dan Ervin.

"Ha? Maksud Kak Saga apa?" Dhita masih belum mengerti maksud perkataan Saga. Memanfaatkan keadaan, Ezian segera menyela perkataan Saga.

"Nggak usah dengerin manusia gila kek gitu, mending kamu selesaiin kerjaan kamu." Dhita menganggukan kepala lalu kembali mengambil pekerjaan yang sempat tertunda.

Ezian kembali berkumpul dengan semua sahabatnya, mereka mengobrol dan kembali membahas topik mengenai perasaan Ezian.

"Lo ngapain sih bahas begituan di depan Dhita! Kalau sampek di tau gimana?" ujar Ezian kesal. Ezian kembali menunjukkan wajah dinginnya dan lebih diam ketika ditanya oleh semua sahabatnya.

"Kenapa kalau Dhita tau? Gak papa kali, lagian kenapa harus lo sembunyiin perasaan lo? Gue yakin Dhita pasti nerima perasaan lo." Yakin Saga. Ezian melamun, dia takut jika kejadian masa lalunya kembali terulang.

"Gue belom siap nerima keputusan dia. Semisal dia suka sama orang lain? Gue ga mau sakit hati untuk kesekian kalinya," ujar Ezian.

Semua sahabatnya menghela nafas, sampai kapan laki-laki itu harus menjomblo semenjak perempuan yang ia cintai lebih memilih orang lain yang baru saja datang ke kehidupannya dibanding Ezian yang sudah menemani dan berjuang demi perempuan tersebut.

Seseorang akan berubah ketika menemukan orang dan hati yang tepat. Menerima apapun sifatnya, kurang ataupun lebihnya, bahkan bisa mengerti perasaannya.

Sudah tau kan, kenapa selama ini Ezian disebut manusia kutub utara? Hanya karena seorang perempuan sifatnya yang ceria menjadi dingin. Lalu, saat ini dia bertemu kembali dengan perempuan yang membuatnya kembali merasakan rasanya jatuh cinta dan merubah sifat dinginnya ke sifat nya yang dulu.

"It's okey. Gue tau perasaan lo saat ini. Tapi, gue peringatin ketika lo udah ga bisa nahan perasaan lo ke dia, ungkapin sekarang! Apapun resikonya lo harus terima. Hanya ada 2 pilihan, dia tau perasaan lo dan lo ngerasa lega walau pun dia nggak bisa membalas perasaan lo, setidaknya lo udah ngungkapin perasaan itu. Atau, lo terus nyembunyiin perasaan lo dan sakit hati ngeliat dia jatuh cinta sama orang lain. Berakhir lo yang cuma nerima sakit hati akibat kebodohan lo. Kalau lo ngungkapin perasaan lo, kecil kemungkinan lo akan sakit hati karena dia udah tau perasaan lo," ujar Gavino panjang X lebar. Semua tercengang apa benar ini ketua mereka?

Prok! Prok! Prok!

Tepuk tangan terdengar silih berganti dari para sahabatnya. "Ini beneran lo Gav? Wah! WAH! Impresif, gue ga nyangka lo bisa se ... se ... wow ini!" kata Ferro berdecak kagum mendengar ucapan Gavino sang ketua.

"Udah mangapnya njir, liat noh lalat mo masuk ke mulut lo pada." Revan menghampiri Ferro, Saga, Gibran dan mulai menutup mulut mereka satu per satu.

"Bangsat! Bau banget tuh tangan, lo habis ngambil apa sih?" heran Gibran menggosok hidungnya akibat bau tangan Revan.

Revan nyengir tidak jelas, mulai menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Hehe, gu-gue habis hm ... gue habis megang pantat, gatel. Sorry." Mereka bertiga membulatkan mata dan mendekat Revan dengan wajah yang bisa dibilang marah.

"Ka-kalian mau ngapain? Gue ga maksud gitu, plis!" Revan terus memohon tapi tak di gubris oleh 3 orang itu.

Saga menatap Ferro dan Gibran. Mengerti isi fikiran masing-masing mereka bertiga tertawa dan mulai melakukan rencana tanpa perencanaan.

Membuka baju Revan, mulai menggelitik perut laki-laki itu membuat Revan tertawa tak henti-henti.

"Ahahaha, aduh! Aduh! Ahahha woy, berenti. Ahhaha hihihi, ber-hen-ti ahahah." bukan hanya Revan yang tertawa tetapi mereka yang melakukan dan melihatnya ikut tertawa.

"Udah stop! Kasian Revan, liat tuh muka nya merah," cegah Ervin. Laki-laki yang digelitik itu ngos-ngosan setelah ketiga sahabatnya berhenti melakukan hal itu.

TBC-!

Love With The Geng Motor | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang