"Kakak jangan sampai seperti ini lagi ya? Aku ga bisa lihat kakak terbaring dirumah sakit. Cuma kakak harapan aku satu-satunya," lirih Dhita di pelukan kakaknya.
Ervin memeluk Dhita dan mengelus rambutnya. "Iya, kakak janji. Ga akan seperti ini lagi dan lebih berhati-hati," jawab Ervin.
"Kakak tau siapa yang nabrak?" tanya Dhita. Saat bertanya seperti itu raut wajah semua orang yang ada disana seketika dingin cenderung marah.
"Kalian, kenapa? Kenapa semua diem?" Dhita memperhatikan seluruh raut wajah mereka dan mengernyitkan alis.
"Hm ... Dhita, lebih baik kamu ajak Ervin kembali ke kamarnya. Ngga baik kakakmu terus ada diluar." mendengar penuturan Gavino, Dhita segera mengajak Ervin masuk kembali menuju ruangannya.
"Kalian tau bukan siapa yang menabrak Ervin?" Ezian menatap mereka semua satu per satu.
"Ya, kita tau siapa sebenarnya yang nabrak Ervin. Mereka juga bertanggung jawab membawa Ervin kerumah sakit. Tapi, kemarah Dhita terhadap mereka membuat dendam tersendiri di hati Dhita," ujar Gibran.
"Gue harap dia ngga bener-bener dendam sama keluarganya sendiri. Ya ... walaupun kelakuan keluarganya kayak nggak bersyukur tapi itu tetap keluarga dia," timpal Saga.
"Kita ngga bisa mencampuri urusan keluarga mereka, yang kita lakukan adalah menerima mereka dan membantu mereka saat mereka membutuhkan kita," ucap Gavino.
"Terus, kita mau ngapain disini? Mau diem doang?" tanya Revan.
"Ya ikut kedalem lah! Lo kira kita mau jaga pintu? Gue terlalu tampan untuk seorang penjaga pintu." Ferro menyisir rambut kebelakang dengan tangannya dan mendapat sorakan dari teman-temannya.
"Huuu!?"
"Yok masuk yok, tinggalin aja manusia sok ganteng kayak dia."
"Iya weh, tinggalin aja!"
"Eh, eh, jangan gitu dong! Jahat banget lo semua." Gavino dan yang lain masuk ke ruangan Ervin dan menemani remaja tersebut sampai remaja tersebut benar-benar keluar dari rumah sakit besok.
Keesokannya, karena infus yang Ervin gunakan sudah habis, laki-laki itu diperbolehkan pulang. Ervin hanya perlu beristirahat beberapa hari lagi, setelah itu Ervin akan benar-benar pulih.
"Ini resep obatnya, kalian bisa nebus resep ini di apotek terdekat. Kalau begitu saya permisi." dokter tersebut keluar dari ruangan Ervin.
"Baik dokter," jawab Dhita.
Dimana Gavino dkk? Mereka ada diluar ruangan untuk menunggu dokter keluar. Karena, ruangan yang ditempati Ervin sendiri tidak terlalu luas.
Gavino dkk pun memasuki ruangan dan mendapati Ervin yang sudah menggunakan pakaian biasanya dan Dhita yang sedang mengemasi barang Ervin.
Tanpa berfikir panjang, Ezian dengan suka rela membantu Dhita untuk mengemasi barang. Mereka yang melihatnya hanya bisa menahan senyum melihat kelakuan laki-laki dingin itu.
"Dhit, kakak bantu ya?" Dhita refleks menoleh ke sumber suara dan mendapati Ezian yang ikut duduk disampingnya.
"Ha? Oh, iya makasi kak," balas Dhita sambil tersenyum ke arah Ezian.
"Kayaknya, gue bakal restuin lo sama adek gue deh Zian," ujar Ervin yang menggoda Ezian dan Dhita.
"Apaan sih Kak Ervin! Mana mau Kak Ezian sama aku, dia pasti udah ada pacar. Bener kan Kak Zian?" Dhita menatap Ezian dengan tatapan dalam.
"Kalau jodoh mah, ga bakal kemana," jawab Ezian yang terus membantu Dhita melipat baju.
Setelah semua selesai, mereka langsung meninggalkan rumah sakit dan pulang menuju kediaman Ervin.
Sesampainya di rumah kedua kakak beradik itu, mereka semua masuk dan mendudukkan diri mereka di sofa.
Dhita membawa kakaknya untuk beristirahat dikamarnya agar seluruh tenaganya kembali pulih.
"Kakak istirahat ya. Kakak jangan banyak melakukan aktifitas dulu, karena kondisi kakak belum stabil," ujar Dhita merebahkan Ervin dan menyelimutinya.
"Untuk obatnya, nanti aku tebus. Sekarang lebih baik kakak tidur agar kesehatan meningkat," lanjut Dhita.
Ervin menggapai tangan Dhita dan membuat Dhita terduduk di kasur.
"Eh, kenapa kak? Ada yang kurang?"
"Engga, kakak cuma mau bilang makasi! Kakak mungkin ga sampai disini kalau ga ada kamu. Kamu yang selalu ada buat kakak, ngerawat kakak, rela ga makan demi ngerawat kakak di rumah sakit. Kakak ga bisa balas kebaikan kamu," ujar Ervin yang menatap Dhita sendu.
Dhita membalas tatapan Ervin dan tersenyum kecil. "Kakak, aku itu adik kakak sendiri. Sudah menjadi tugas aku ngejaga kakak, ngerawat kakak, dan selalu ada di sisi kakak. Jadi, kakak ga perlu bicara seperti itu. Oke?" jawab Dhita.
"DHITA, YUHU! LO DIMANA!" suara teriakan Gibran menggema di seluruh ruangan kamar Ervin.
Dhita menoleh kearah pintu kamar dan melihat Gibran yang berkeliling lantai dua untuk mencari dirinya.
"Dicari tuh sama Gibran," ujar Ervin ikut menoleh kearah luar kamarnya.
"Kira-kira kenapa ya?" dengan polosnys Dhita mengerutkan keningnya.
"Ya, kamu samperin lah! Memangnya kamu punya mata batin untuk tau isi hati orang?" canda Ervin.
"Engga sih eheheh. Kalau gitu Dhita nyamperin Kak Gibran dulu ya. Kakak istirahat dulu aja, bye." Dhita meninggalkan Ervin untuk beristirahat.
Dhita yang baru saja keluar dari kamar Ervin, otomatis langsung bertemu dengan Gibran yang masih berkeliling sambil mencari dirinya.
"Kak Gibran, sini!" Dhita melambaikan tangannya kearah Gibran.
Gibran yang melihatnya, bergegas menghampiri Dhita dan bertanya,"Dhit, ada cemilan ga? Kita pada bosen nih! Makan juga belom."
"Lah iya! Kalian 'kan belum makan, kalau gitu kalian duduk dulu. Aku buatin kalian makanan, untuk cemilannya, ada di samping kulkas. Kakak ambil sepuasnya, untuk minumannya Kak Gibran ambil aja di kulkas." Dhita pergi dari hadapan Gibran menuju dapur.
Setelah mendapat ijin, tanpa malunya Gibran juga turun menuju dapur dan mengambil banyak cemilan untuk teman-temannya.
Gibran datang dengan tangan yang penuh dengan cemilan kearah teman-temannya. "Woy, bantuin ngambil nih. Mau makan ngga? Kalian malah enak duduk," kata Gibran memberikan beberapa cemilan kearah sahabatnya.
"Dhita mana?" tanya Ezian.
"Dhita lagi masak tuh di dapur. Kenapa?" tanya Gibran.
"Gak!" setelah mengatakan itu, Ezian bergegas menuju dapur menemui Dhita.
Di dapur, dirinya mendapati Dhita yang masih memotong beberapa bahan makanan yang akan dimasak.
"Dhita!" panggil Ezian. Dhita menoleh kebelakang seraya memotong beberapa bahan makanan dan...
Aww! Sssttt!
Tangan Dhita terluka akibat pisau yang tak sengaja melukai jarinya. Darah yang keluar pun juga begitu banyak, membuat Ezian yang melihatnya langsung panik.
"D-dhita! Kamu gak papa kan! Sini, tangan kamu biar kakak bersihkan dengan air dulu." Ezian membawa tangan Dhita yang penuh dengan darah menuju wastafel dan mencucikan tangan Dhita yang penuh dengan darah.
"Sa-sakit kak," lirih Dhita. Mengetahui tindakannya terlalu keras, Ezian membersihkan tangan Dhita dengan lembut.
Merasa luka sudah bersih, Ezian mengeringkan luka tersebut dengan tisu yang ada di dekatnya.
"Hmm ... ada P3K?" tanya Ezian kearah Dhita.
"Ada kak, diruang tamu." Ezian bergegas keruang tamu untuk mengambil peralatan P3K.
TBC-!
KAMU SEDANG MEMBACA
Love With The Geng Motor | END
AksiSeorang laki-laki harus menjalani kehidupannya tak semulus remaja lainnya. Diusia nya yang baru saja lulus SMA harus diusir dari rumah hanya karena sebuah kesalahan kecil yang membuat kedua orang tuanya marah besar. Sang adik yang sangat menyayangi...