ー❃ four。

71 20 1
                                    

🌸

Jari jemari Deuce berkutat pada kertas berwarna merah muda yang telah berkali-kali terlipat. Deuce berandai-andai, di manakah kesalahan yang ia perbuat saat ini? Kenapa ia sangat bodoh? Bisakah untuk sesaat ia menjadi genius agar rencana melihat bunga untukmu ini berjalan lancar? Memikirkan hal tersebut, membuat Deuce mendengus kasar untuk kesekian kalinya.

"Deuce? Ah, kau sedang apa?" tanyamu yang memecah lamunan pemuda tersebut. Sontak saja, Deuce menyembunyikan origami dalam saku celananya, lantas berusaha bersikap setenang mungkin. Walaupun terlihat mustahil, karena pemuda itu telah berkeringat dingin dari atas sampai bawah ketika mendengar suaramu.

"Kau demam?"

Kau kembali bertanya dengan nada khawatir yang tersirat sempurna. Deuce menggeleng pelan lalu mengalihkan pembicaraan, "Tidak ada apa-apa. Ngomong-ngomong, mengenai bunga sakura di duniamu ... bagaimana perasaanmu saat melihatnya?"

"Eh, kenapa tanya tiba-tiba? Yah, tapi kalau harus kujawab ... hm, menenangkan," jawabmu kecil seraya tersenyum lembut. Irismu melirik ke arah lain, nampak sedikit sendu, "biasanya aku dan Ayah akan menggelar tikar di bawah pohon sakura. Lalu, kami membawa beberapa sandwich isi plum, cemilan, dan minuman lainnya. Karena musim semi, jadi anginnya terasa sejuk. Pemandangan yang kulihat pun terasa indah."

"Seperti piknik, ya," gumam Deuce.

Perhatian pemuda itu sepenuhnya tertuju ke arahmu. Ia mengangkat lengannya, kemudian mengelus pelan helaian rambut yang halus milikmu. Kau mundur, mengerjap kaget sembari ikut mengangkat tangan, menyentuh tempat yang disentuh Deuce sebelumnya.

"D-Deuce?"

"O-oh, maaf, [Name]! Aku tidak sengaja! Maafkan aku!"

Deuce berujar dengan panik, rona merah mulai memenuhi pipi putihnya. Tawa kecil ke luar dari mulutmu, kau pun menggeleng pelan, "Tidak apa. Aku tidak benci dengan tindakan Deuce, kok."

Pemuda bermarga Spade tersebut mengepalkan tangannya, membatin sekuat tenaga, 'Darimana kau kirimkan malaikat sebaik ini, Tuhan?!'

Bel sekolah berbunyi, tanda untuk memanggil para murid agar segera masuk ke dalam kelas dan memulai pembelajaran.

"Kelas sudah mau dimulai! Ayo, Deuce!" panggilmu lalu menarik lengan Deuce secara tiba-tiba.

Biasanya, Deuce yang akan memanggil dirimu agar tak terlambat dalam kelas. Bagaimanapun, ambisi pemuda itu agar menjadi murid teladan tak terkalahkan dari orang lain. Iris peacock green tersebut melirik ke arah lengannya yang ditarik begitu saja, ia tak bisa menolakーbukan, ia tak ingin menolak sensasi yang ia rasakan saat ini.

Mungkin Deuce akan meminta leader dorm-nya agar tidak memakai meja dan kursi untuk acara melihat buna nanti.

Kau dan Deuce pun berjalan masuk kelas, bertemu dengan Grim dan Ace yang juga sekelas. Kedua sosok itu mengulas seringai ketika melihat kalian berdua yang bergandengan tangan. Sadar akan tingkah teman-temannya, Deuce segera melepaskan tanganmu, lalu menyembunyikan wajahnya yang telah memerah.

"Hiyah, Deuce berani juga! Padahal dulu bilangnya, takut dengan perempuan," ledek Ace yang tidak sabaran. Wajahnya terlihat puas ketika melontarkan perkataan tersebut.

"Hehe, besar juga nyalimu!" tambah Grim, dengan seringai khasnya. Lalu menepuk-nepuk pundak Deuce, pemuda itu hanya menatap dongkol para sahabatnya.

Memang benar perkataan Ace, Deuce selalu canggung jika harus mengobrol dengan perempuan. Dirimu pun salah satunya, namun tak secanggung perempuan yang lain. Bahkan, Deuce ingin sekali mengabaikan kekikukkannya demi dekat dengan dirimu.

Ekspresimu sedikit kecewa ketika Deuce melepaskan genggamannya. Namun, mau diapa lagi? Trein-sensei telah melangkah masuk, pertanda kelas History of Magic akan segera dimulai. Kau tidak bisa menyalahkannya.

Melihat ekspresi kecewa milikmu, Ace hanya bisa menghela napas lalu menyudahi ledekannya. Sedangkan Deuce mulai terlihat sibuk untuk memperhatikan kalimat pengantar dari Trein-sensei. Meskipun dalam benaknya, ia pusing memikirkan origami-origami yang belum sempat terlipat benar.

Ah, aku lupa, harusnya ikut pakai sihir saja. Nanti aku minta Cater-senpai untuk mengajariku, deh, batin pemuda dengan helaian rambut biru tua tersebut seraya menghela napas pasrah.

🌸

Hanami ⇢Deuce Spade × Reader [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang