Privasi

4.8K 674 121
                                    

Privasi.

Yang artinya menginginkan kebebasan pribadi.

Saat ini, Taufan merenung sejenak memikirkan fisiknya yang ditempati oleh Halilintar, ia hanya takut semua tentang dirinya terbongkar.

Mata sekuning emas itu memandangi awan secara terus-menerus seakan-akan sudah jatuh cinta padanya, tidak, ia hanya kecewa harus bagaimana setelah mengetahui adiknya itu mempunyai banyak pesaing.

Kenapa kecewa?

Mungkin Taufan merasa gagal menjadi Abang/Kakak yang baik, lagipula ini bukan masalah besar.

Helaan nafas terdengar sangat berat. "Aku ingin bintang jatuh di malam ini agar kita semua bisa kembali ke tubuh semula."

Gumamnya, Halilintar yang diam-diam berada di belakangnya menahan gelak tawa, masih belum terpecahkan kenapa ia bisa tertawa.

"Fan, kenapa? Meratapi nasib jomblo? Atau putus cinta?" Tanya Halilintar.

Kepalanya menoleh sangat cepat dibarengi rasa terkejut memandang Halilintar di belakangnya.

"Biasa aja kali, nanti lehernya patah."

Tatapan matanya datar, petang ini, jam ini, menit ini, detik ini, Taufan tidak mau diajak bercanda.

Semua saudaranya kali ini butuh privasi, termasuk Taufan dan Halilintar, walau sedikit bercanda ia butuh seseorang untuk bergabung dengannya.

"Taufan, selalu merasa kesepian, huh?" Ucap Halilintar.

Badannya tersentak, sang oknum tidak mau menjawab pertanyaan Kakaknya.

Halilintar juga tidak membutuhkan jawabannya sebab ia tahu itu bukanlah sepenuhnya urusannya tetapi kali ini dia di tubuh Taufan bagaimana menghindari rahasia-rahasia tentang dirinya?

"Hali..., Menurutmu... Apakah tersenyum itu sulit?"

Tangan sang Kakak sulung mendarat di kepala Taufan lalu mengacak-acak topi lalu diikuti bersama rambut tebalnya.

"Awalnya saja sulit, semakin memahami siapa dirimu itu tidak terlalu sulit, Fan." Ujar Halilintar, senyum tipis, terlihat tulus dan manis itu terpampang di wajahnya.

Taufan mengerucutkan bibirnya. "Iya, iya, awas saja kalau Kakak bilang ke adik-adik kita."

"Harus jaga rahasia lho." Tegas Taufan, bahkan jari telunjuknya sudah tegak lurus untuk memperingati Kakaknya.

Mereka berdua lanjut berbincang-bincang bersama tanpa menyadari jika ada seseorang yang mengintip dari rumah pohon milik Thorn, siapa lagi kalo bukan Solar dan sang pemiliknya.

"Kau mengambil fotonya terlalu banyak, Solar." Kata Thorn.

Solar memegangi handphone miliknya, masih dengan aplikasi kamera miliknya, ia mengambil gambar Halilintar dan Taufan.

"Hihihi, setelah ini aku bisa ledek Kak Hali habis-habisan." Ucap Solar penuh kejayaan plus kejahilan.

Thorn memutar bola matanya. "Salah, seharusnya kau nanti yang akan dihajar habis-habisan."

"Issh, Kak Thorn kok gitu sih. Males deh." Lebay Solar.

Tetap bersikap tak acuh, Thorn membiarkan adiknya melanjutkan kegiatannya.

•~•

Makan malam berlangsung dengan keheningan, mereka bertujuh sibuk dengan pemikiran masing-masing, hingga kegiatan tersebut selesai tidak ada yang membuat keributan entah mengapa malam itu terasa sangat sunyi.

Shuffle Siblings [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang