🐇. . . kunyin

435 39 14
                                    

Petang menjelang. Sorot cahaya bulan membersit perlahan menguak tirai malam. Beberapa penduduk mulai menyalakan lampu neon untuk menerangi jalanan aspal yang beku. Beberapa kendaraan melintas dengan gelak tawa pengendara seolah enggan melepas bergulirnya malam.

Satu dua anak laki-laki usia sebelas dan dua belas tahun berjalan tergesa menuju sebuah rumah sederhana di perumahan kota kecil. Dari dua anak ini, yang satu tinggi dan kurus, yang lain pendek dan berisi. Yang tinggi mengenakan pakaian tebal, terlihat menawan. Faktanya, namanya adalah Yeonjuna Raksa. Wajah dinginnya mendorong insting untuk menilai sebagai pribadi yang gigih dan nakal. Yang pendek bernama Wistara Ren Soobin, dia adalah putra adik mendiang nenek Yeonjun. Mengenakan baju lengan panjang berwarna oranyeㅡtraining sekolahnya tahun lalu yang warnanya sudah memudar.

Dari gerak-geriknya terlihat bahwa mereka sudah mengenal rumah itu dan penghuninya dengan sangat baik.

"Woi kunyin, ngapain ikut!" Nada protes milik Yeonjun menyebabkan keduanya berhenti berlari.

Kunyin adalah sebutan Yeonjun terhadap Soobin. Istilah pribadi yang diambil dari kosakata kunyit. Sebuah rempah-rempah yang konon katanya akan bertransformasi menjadi monster yang mungil ketika petang menjelang, berlarian menghampiri anak yang belum menginjak umur baligh untuk meracuni makanan melalui mimpi buruk. Dongeng menjelang tidur kuno yang hanya akan dia dengar dari mendiang neneknya, dan telah menjadi sebuah hinaan pribadi untuk Soobin yang mempunyai tubuh mungil.

"Main, Mas Aras." Soobin melambai riang. Tangan kanannya mengepal, menggenggam sebuah pisang cokelat yang dibungkus dengan kertas koran.

"Magrib harus pulang bocil, nanti diculik kalongwewe!"

Yeonjun menakut-nakutinya dengan istilah kalongwewe. Mengarah ke mistis, makhluk ini menyerupai binatang kelalawar yang dinamai dengan nama kalongwewe. Para leluhur memiliki terlalu banyak waktu sehingga mereka merangkai cerita hantu pedesaan. Menceritakan dedemit yang bertugas menyembunyikan anak-anak pada waktu pergantian siang ke malam. Turun temurun, bagian dasar ini sudah sepatutnya menjadi terbiasa dan diyakini, dipakai ancaman ibu-ibu untuk menakut-nakuti anaknya. Yeonjun menggunakan ini sebagai dasar mengusir Soobin.

Tuturan tersebut lazimnya memicu anak seumuran mereka dilanda kepanikan. Namun Soobin justru cekikikan, mengantongi cemilan yang teksturnya berminyak pada saku celana dan melupakan omelan sang ibu yang akan dia terima ketika pulang.

Yeonjun menghela napas dalam-dalam sebab ini adalah Soobin, bocah yang tak pernah hidup dengan segala ragu.

"Naik pohon pak Salim yuk."

Yeonjun menggeleng, wajah ketus. Untuk membuat heran tetangga pak Salim atau menunggu tuyul menghampiri mereka? Yeonjun hanya mengerlingkan matanya malas, berpikir bahwa tidak ada nada keseriusan dalam intonasi Soobin saat mengutarakan ajakan kepadanya.

Namun mata Yeonjun seketika membelalak sebab Soobin betulan berlari menuju pohon pak Salim. Meskipun usahanya gagal dan tubuh mungilnya merosot, anak itu cukup membuat Yeonjun dengan keras mengeluarkan suara gelak tawanya.

Soobin menatap Yeonjun dengan tatapan lugu, hanya beberapa detik, sebelum suara rengekannya teredam oleh geremang puji syukur yang mengalun syahdu dari rumah-rumah suci.

"Mas Aras~"

Perlahan, gerai kabut malam mulai menyaput kawasan pemukiman. Keduanya segera menghampiri rumah Yeonjun, duduk bersila di teras.

Yeonjun terus memajukan bibir tipisnya, mengejek. Soobin mempunyai wajah oval yang imut, parasnya selalu dikagumi para perempuan. Meski reputasinya cukup bagus, fakta bahwa Soobin adalah anak manja yang belum bisa nyebrang merupakan sesuatu yang tidak semua orang tahu.

monster kunyit • soobjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang