5 Promise

10 3 0
                                    

Sesuai janjinya, Kara menunggu Edga di gudang sekolah. Sebenarnya ia ragu, apakah benar Edga akan datang atau tidak. Pasalnya Edga tidak berangkat sekolah dan guru mengatakan Edga sedang sakit. Namun entah mengapa Kara malah menunggunya disini, digudang sekolah.

Masih bergelut dengan pikirannya, Kara yang duduk di pojok gudang terkejut ketika pintu terbuka. Itu Edga, ia memakai kemeja berwarna hitam selutut, dengan celana levis berwarna abu. Kepalanya ditutup menggunkan baret berwarna hitam. Sungguh ia terlihat menawan dan juga misterius. Yang jadi pertanyaan, bagaimana Edga bisa masuk kesini? Tidak ada jalan belakang. Benteng sekolah terlalu tinggi, dan lewat depan jelas jelas menarik perhatian belum lagi keterangan Edga bahwa ia sedang sakit

"Kau datang" memecah kebingugan Kara, Edga mendekatinya dan duduk berhadapan dengan Kara

"Sesuai perkataanku kemarin, jadi jelaskan bagaimana kamu bisa masuk, kamu sakit apa, lalu kemarin kamu bil-"

"Aku tahu banyak pertanyaan darimu, biar aku jawab dan cukup dengarkan"

Kara berhenti bertanya, tangannya menutup mulutnya sendiri, dan mengangguk mengerti

Edga melepas baretnya, untuk beberapa saat ia menarik napas dalam

"Aku diperkosa"

Kara diam, ia sangat teramat terkejut. Tangannya masih senantiasa membungkam mulutnya. Tapi matanya khawatir. Edga menangis tidak bersuara

"Kau tahu lelaki yang menabrak aku kemarin di kantin?" Kara mengangguk

"Dia memperkosaku"

Entah bagaimana bisa seorang korban pemerkosaan bisa bercerita tanpa ketakutan, itu yang Kara pikirkan. Tapi tidak bisa dipungkiri, ekspresi Edga mengatakan ia butuh perlindungan

"Kemarin saat aku telat masuk ke kelas, aku bilang padamu untuk ke toilet kan? Sebenarnya aku sedang membersihkan pakaian ku. Dan entah darimana lelaki itu ada di toilet dan, dan dan ia mulai -" Kara tidak tahan mendengar lanjutan Edga

Ia langsung memeluk Edga, menepuk pelan punggungnya dan mengusap sayang kepalanya. Edga diam tidak membalas pelukannya. Tapi Kara tahu, Edga ketakutan dan ia ingin menangis

"Menangislah, semakin di tahan semakin sesak, tidak apa apa. Aku disini bersamamu"

Edga menangis, kini suaranya memekik sakit. Edga malu, tapi ia takut jika harus sendiri

"Aku, aku benar benar kotor raaa. Ak- aku sudah kotorr "

Kara memeluknya lebih erat, mengucapkan kata "tidak apa apa" dan "aku bersamamu". Membiarkan Edga menangis sejadi jadinya

"Seharusnya aku- aku membunuhnya. Ken kenapa ra tuhan tidak membunuhku. Kenapa aku harus jadi kotor" begitu seterusnya yang Edga katakan. Cukup lama Edga menangis dan marah dipelukan Kara. Bahkan jam masuk sudah terdengar dari tadi, tapi Kara lebih memilih bersama Edga, temannya

"Maaf aku tidak bisa menolongmu kemarin, seandainya aku tau akan ku bunuh lelaki itu"

"Tidak apa, ini bukan salahmu" Edga menunduk. Melepas pelukan Kara dan memilih memainkan baretnya

"Terimakasih karena mau berbagi masalahmu denganku, aku merasa di hargai. Tapi alasan apa kamu ingin bertemu denganku disini ?"

The RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang