[01]

457 57 1
                                    

A Short Story
Hope: Happiness
[01]

A Short StoryHope: Happiness[01]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tiitt...

Titt...

Titt...

Diantara puluhan kepala yang buru-buru menyeberangi jalan begitu rambu lalu lintas khusus pejalan kaki berubah warna menjadi hijau pun sekaligus mengeluarkan bebunyian asing yang cukup nyaring, satu kepala justru menatap jalanan dengan kosong. Tanpa mengedipkan kelopaknya, air mata itu sudah terjatuhㅡ singgah sejenak di pipi dan kemudian menajamkan warna hitam pada aspal.

Hidup itu seperti berkendara menuju tempat terujung atau yang biasa manusia sebut sebagai tujuan.

Lantas, si pemilik lah yang harus mengemudikan kendaraannya, tanpa campur tangan orang lain.

Jika setirmu dikendalikan oleh orang lain, niscaya kau tidak akan pernah sampai di tujuan.

Satu kepala yang tersisa mulai mengambil langkah perlahan dengan harapan tinggi untuk tidak sampai ke ujung jalan sana. Seseorang memilih untuk mengakhiri hidupnya bukan karena ia ingin mati, melainkan hanya ingin mengucapkan selamat tinggal kepada rasa sakit. Satu kepala ini telah memikirkannya matang-matangㅡ untuk berhenti hidup.

Karena ingin menjadi anak yang berbakti, kau hanya bisa tersenyum ketika setirmu diambil alih oleh orangtua.

Tujuanmu semakin tidak terlihat, impianmu terkubur bersamaan dengan mentari yang perlahan tenggelam.

Namun, semakin bertambah dewasa, kau jadi mengerti mengenai depresi. Merasakan rasa sakit yang tak bisa kau ucapkan.

Terlebih ketika kau sudah hampir sampai pada tujuan akhir yang tak kau kehendaki... si pengendali tiba-tiba meninggalkanmu.

Apa yang akan kau lakukan?

Putar balik dan menyesal?

Semuanya sudah terlambat.

Kau... kau hanya bisa melanjutkannya dengan penuh rasa kesepian.

Satu kepala itu menghentikan langkahnya begitu mendengar suara klakson dan jeritan orang-orang diseberang jalan. Ia memalingkan wajahnya, menatap sendu truk yang semakin mendekat kearahnya. Ia menantikan hari iniㅡ hari kematiannya, dan mulai bertanya dalam hati; 'siapa yang akan datang ke pemakamanku?', mengingat kepribadiannya yang tertutup.

Ia mengalihkan kepalanya bersamaan dengan ketidakpercayaan akan penglihatannya. Truk besar yang sebentar lagi akan meremukkan tubuhnya berhenti, bersamaan dengan si pengemudi yang nampak seperti patung. Begitupun dengan orang-orang disekitar, jarum jam besar di salah satu gedung tinggi, dan para burung-burung di atas sana. Semuanya... berhenti.

Hanya satu kepala di seberang jalan sana yang terlihat hidup, terbukti dari pakaian dan surainya yang bergerak karena tiupan anginㅡ sama seperti kondisinya sekarang.

Ketika kau ingin mempercepat takdir Tuhan, apa yang akan kau temukan?

Ya, harapan.







To Be Continued...




Himang:

Himang:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hope: HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang