Bagian 19

824 22 0
                                    

(POV Sekar)

Kutatap wajah tampan dan teduh yang terlelap di sampingku. Wajahnya berseri. Tampak jelas kasih sayangnya yang begitu besar padaku. Ia lupakan semua kesalahan, ia memperlakukan diri ini dengan lembut. Seperti biasanya. Sudah lupakah ia akan semua kesalahanku? Kukecup perlahan pipi sebelah kanan pria itu. Air mata menitik dari kedua kelopak mataku. Aku tak tega melihat cintanya yang begitu besar, merasa tak pantas bersanding lagi dengannya. Bang Harun menggeliat, dengan mata setengah terpejam dia menarikku dalam pelukan. Kugigit bibir agar tangisku tak terdengar.

Pria jangkung itu kembali terlelap. Napasnya berbisik teratur di telingaku. Perlahan kuangkat lengan besarnya lalu berjalan setengah berjingkat menuju kamar mandi. Membersihkan diri. Air hangat membasahi seluruh tubuh. Air mata pun luruh, dalam hati tekadku sudah bulat. Aku akan mengakhiri semua ini.

Sentuhan di punggung dan perut menyadarkan dari lamunan. Bang Harun menggosok punggungku, lalu mengecupnya berkali-kali.

"I love you, Sekar," bisiknya di telingaku.

Waktu menunjukkan pukul dua dini hari. Aku terbangun. Tubuh terasa lelah, namun kala kupandang wajah Bang Harun semua penatku lenyap.

Kukenakan kimono satin berwarna biru langit. Mengambil selembar kertas dan pena, lalu menuju ruang baca. Aku perlu waktu sejenak.

Dear Abang ....

Harun Bagaskara. Aku tahu cintamu amat agung untukku. Kau kesampingkan semua lukamu demi cintamu padaku.

Bang ....

Terima kasih untuk sebelas tahun tanpa cela. Terima kasih untuk semua kebaikanmu. Sayangnya aku tak bisa terus bersamamu. Aku tak mau kau hukum dirimu sendiri dengan memaafkan aku, Bang.

Bang ....

Lanjutkanlah gugatan ceraimu terhadapku. Karena jika kau tak meneruskannya, maka aku yang akan menggugatmu kembali. Oya, dalam sidang mediasi nanti aku tak akan datang. Begitu juga dengan sidang-sidang selanjutnya.

Bang ....

Terima kasih untuk semua cinta dan pengabdianmu kepada keluarga kita dulu. Aku mencintaimu. Namun aku telah melukai kepercayaanmu. Belajarlah untuk melupakan aku, Bang!

Bang ....

Seperti katamu aku tak akan mempersoalkan tentang hak asuh Ika, apalagi gono-gini. Semoga kelak kau menemukan wanita yang bisa membahagiakanmu tanpa cela. Aku akan jalani hidupku meski tanpa kalian. Salam hormat untuk Ibu. Aku bangga pernah menjadi bagian dari keluarga besarmu.

Dari orang yang bersalah padamu.

Sekar.

Air mataku sudah tak bisa kubendung lagi. Melipat surat yang kutulis, lalu memasukkan ke dalam amplop berwarna biru. Sambil mengusap air mata di pipi aku melangkah menuju kamar, kemudian meletakkan surat itu di bawah ponsel Bang Harun.

Tepat jam empat, ponselku bergetar.

[Kak, aku udah di depan.] Bunyi pesan Mirna.

Aku meminta dia menjemput.

Sebelum pergi, kupandang lagi wajah tampan yang tengah terlelap. Mengecup bibirnya dengan perlahan. Memperbaiki selimutnya, lalu beranjak pergi.

'Maafkan aku, Bang! Kau orang baik. Tak akan kubiarkan kau dibayangi kesalahan yang kuperbuat. Kau layak hidup bahagia. Aku tahu kau amat terluka, tapi cintamu luar biasa. Titip ika, ya!' bisikku dalam hati.

Kubiarkan air mata mengalir di pipi. Udara dingin dan embun menerpa wajahku. Motor yang dikemudikan Mirna membelah pekatnya sisa-sisa malam. Untung dia mengerti tanpa harus bertanya. 

AKU DAN AUDITOR GANTENG [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang