2.

261 29 0
                                    

Lagi-lagi kukatakan bahwa pada hari ini, Yokohama terasa sangat luar biasa. Semua terlihat sudah berada di letak yang sangat tepat sehingga benar-benar memanjakan mata dan menguak emosi diriku. Ranting dan dahan membentuk mozaik yang sangat mengagumkan. Daun-daun berjatuhan dengan indah. Bahkan bau-bau daun itu terasa harum sekali. Susunan awan putih menghias langit membuat sukmaku membubung tinggi. Ditambah dengan kehadirannya seseorang di tengah-tengah tempat nan indah ini.

Nakahara Chuuya, berdiri di tengah-tengah bukit yang penuh dengan rumput dan bunga. Dersik memainkan helaian sinoper itu sambil disinari oleh arunika.

Suasana alam pada saat itu seolah pada waktunya. Segalanya terasa bagai lukisan yang membungkus dirinya dalam imajinasi indah. Ku sorotkan kamera yang kubawa ke arahnya, mengambil gambar mahakarya tuhan yang sangat indah itu.

Chuuya sudah tinggal bersama kami selama beberapa bulan lamanya. Selama itulah aku merasakan hal yang mulai berbeda di hidupku.

Aku hidup berdasarkan rasa dan apa yang kurasakan benar adalah sesuatu yang aku perjuangkan. Itulah alasan mengapa aku dapat menjadi manusia. Saat ia berada di sekitarku, saat itulah aku merasakan hal yang aneh menggema di dalam diriku. Entah bagaimana aku merasakan sebuah getaran hati yang tak dapat aku jelaskan.

“Hei,”

Aku terlalu sibuk dengan pikiranku, hingga tak menyadari jikalau Chuuya sudah berada di sebelahku. Aku kembali merasakan sebuah gejolak aneh. Dengan cepat aku mengulas senyum untuk mengalihkan perhatianku dari perasaan asing ini.

“Kau mengejutkanku, Chuuya.”

Aku menyesal telah mengatakan hal itu. Sebab aku melihat raut gelisah di wajah rupawannya. Tangannya bergerak menuju rambut bagian belakang miliknya mengusap lekukan senja itu secara pelan. Matanya melihat ke arah lain, dagunya sedikit ia angkat dan berkata dengan bibir yang dikerucutkan.

“Ah, maaf.” Chuuya berkata dengan gumaman kecil. “Mereka menyuruhku, untuk mencarimu.”

Mataku menangkap sesuatu yang mengalir di pipinya. Cairan berwarna merah pekat, yang kuyakini adalah darah menetes dari pipi pemuda itu Tanganku segera menangkup pipi Chuuya dan mengusap darah itu.

“Pipimu terluka. Tahan sebentar.”

Chuuya hanya diam. Aku dapat menebak dari ekspresi wajahnya bahwa dia terkejut dengan  perlakuanku. Aku mengambil tisu yang selalu ku bawa untuk membersihkan lensa dan menekankannya ke arah luka Chuuya. Dia meringis dengan menutup sebelah matanya. Aku menatap tisu yang hampir sepenuhnya tercetak dengan darah Chuuya.

“Kau mendapat luka sobek.” ucapku yang terkejut. “Bisakah kau tahan sebentar lagi? Aku akan menutup lukamu.”

Sebuah sinar hijau dengan kanji-kanji mengelilingi kami. Chuuya menutup matanya akibat pancaran cahaya itu menyakitkan panca indranya. Selang 30 detik aku mengusap pipi Chuuya yang sudah kembali normal, memastikan kalau tidak ada luka yang tersisa di sana.

Aku memiliki kemampuan khusus dalam bidang medis. Namun, aku hanya dapat menutup luka yang terbuka bukan menyembuhkan hal seperti patah tulang ataupun penyakit dan bekas tembakan peluru. Aku dapat menutup semua jenis luka termasuk luka sobek, tetapi aku harus benar-benar memastikan bahwa tidak ada benda yang masih menempel di dalam luka agar tidak tertanam ketika aku mulai merapatkan sel-sel nya.

“Baiklah, lukamu sudah sembuh. Ayo kita segera pergi-” aku memotong kata-kataku sendiri ketika menyadari bahwa jarak wajah kami tak lebih dari 10 sentimeter.

Dari jarak sedekat ini aku dapat lebih leluasa menatap mata langit biru yang jernih itu. Iris yang membulat sempurna dengan rona merah di pipinya ditambah helaian sinoper itu kembali melambai-lambai. Pesonanya seakan menyentuh jiwaku dengan sebuah letupan yang membuat hatiku bergetar dalam keindahan dunia fana yang tak tersentuh.

Sinoper || Colours Project || Nakahara Chuuya x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang