𝐯𝐢.

87 25 8
                                    

vi. Piknik dan Kamera Analog

 Piknik dan Kamera Analog

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"jay."

"hn."

"sini sebentar."

menghentikan mobil di lampu merah, kemudian menoleh menghadapku. aku berhasil memotret dirinya tanpa aba aba.

boyfriend material.

eh, bukan, dia sungguhan boyfriend.

"hehe, ganteng," komentarku, puas dengan hasil jepretanku.

kamera analog hadiah pemberian papa waktu ulang tahunku yang ketujuh belas menjadi alat untuk mengabadikan momen hari ini.

jepretan pertama adalah jalanan, dan yang kedua adalah pacarku.

jay hanya tersenyum tipis melihatku. tidak penasaran dengan kamera yang aku bawa daritadi. malah, lelaki itu meraih ponsel di pangkuanku kemudian berpose.

aku yang masih asik mengotak atik kamera seketika mendongak. tidak siap saat jay berswafoto dengan ponselku.

"eh, ulang! aku belum siap," protesku.

"nggak usah. cantik."

demi tuhan, jay di musim semi benar benar berbahaya.

menghentikan mobil di parkiran depan taman, aku turun dengan semangat. membawa turun keranjang piknik berisikan kue isi minimarket, dua potong kue tar, beberapa camilan, dan dua kaleng soda.

sementara jay, pacarku lebih memilih membawakan alas untuk kami duduk menikmati danau nanti. sesekali berdebat agar dia saja yang membawa keranjangnya dan aku bisa bebas berfoto ria, tapi aku tidak mau.

masa dia susah susah membawa barang dan aku bersenang senang sendiri? tidak. susah senang aku ingin melewatinya dengan jay.

"wah, di sini sejuk! di sini saja, ya?" aku berdiri di spot yang strategis, tersenyum lebar pada jay yang berjalan santai ke arahku.

menggelar selimut tipis sebagai alas duduk, aku menata makanan kami sedemikian rupa.

perutku tidak sebesar itu untuk menampung banyak makanan. jadi kami sepakat untuk membeli kue manis dan camilan sebagai teman piknik.

"hei."

aku mendongak mendengar jay memanggil. langsung dihadapkan pada kamera analogku yang ternyata ada di tangan lelaki itu.

berani bertaruh, jepretan pertama yang diambil jay pasti mengabadikan wajahku yang bingung dan tidak siap.

maka aku tersenyum untuk jepretan kedua. membiarkan jay jadi tukang fotoku untuk sementara waktu.

"sini, gantian."

kamera analog itu berpindah tangan, mengabadikan objek yang lain.

atau lebih suka aku bilang sebagai makhluk ciptaan tuhan yang paling aku sayang.




[continued]

sorry, can you stay? [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang