"Hiaaa...!"
Seekor kuda jantan berwarna hitam mengkilat, berlari kencang seperti dikejar setan. Keempat kakinya menghentak-hentak tanah dengan hidung mendengus-dengus kencang.
Sementara penunggangnya, seorang pemuda tampan berbaju rompi putih dengan pedang bergagang kepala burung di punggung tampak bagai dihentak-hentak. Rambutnya pun berkibaran tertiup angin menderu yang diterabasnya. Telinganya mendengar dentang senjata yang kedengarannya cukup ramai.
"Seperti pertempuran hebat," gumam pemuda ini.
"Ayo lebih cepat lagi, Dewa Bayu...!"
"Hieee...!" Saat itu juga kuda berbulu hitam yang tak lain Dewa Bayu, tunggangan Pendekar Rajawali Sakti, meringkik dan menambah kecepatan larinya.
Sebentar saja pemuda yang memang Rangga alias Pendekar Rajawali Sakti tiba di sebuah lembah yang cukup indah, dia melihat kawanan laki-laki berwajah kasar tengah mengeroyok dua orang gadis. Kelihatannya bernafsu sekali untuk menghabisi kedua lawannya.
"Nanti jangan dibunuh dulu, Jonggor! Aku ingin mencicipi kenikmatan tubuh mereka!" teriak seorang laki-laki bertubuh gemuk ketika kawannya berhasil mendaratkan satu pukulan ke perut salah satu gadis itu.
"Hehehe...! Ternyata kau tergoda juga, Kang Bilung!" ejek laki-laki yang dipanggil Jonggor.
"Dasar kau, Jonggor! Apa kau tidak pusing melihat tubuh molek dan kulit bagus begini?!" ujar laki-laki gemuk bernama Bilung.
"Bisa saja kau, Kang Bilung."
"Sudahlah! Ayo kita ringkus mereka hidup-hidup. Baru setelah itu kita bunuh!"
Maka selanjutnya, kurang lebih dua puluh orang laki-laki ini bergerak semakin cepat meringkus dua gadis lawan mereka.
"Yeaaa...!"
Namun kedua gadis itu agaknya tidak bisa dianggap sembarangan. Setidaknya ilmu olah kanuragan mereka lumayan hebat. Terbukti, sejak tadi salah satu dari mereka belum berhasil dijatuhkan, kendati satu dua pukulan cukup telak mendarat di tubuh mereka. Sayang ketahanan kedua gadis ini ada batasnya. Selain kasar, para pengeroyok juga bertenaga besar. Dan yang terpenting, jumlah mereka cukup banyak. Sehingga dalam waktu singkat, kedua gadis itu terdesak hebat.
Pada satu kesempatan, salah satu gadis itu membabatkan pedangnya, berusaha menyerang balik. Namun dengan gerakan cepat salah seorang pengeroyok memapaknya.
Tang!
"Ohhh...!" Gadis itu mengeluh tertahan. Pedang di tangannya terlepas. Dan belum lagi dia bersiap, laki-laki yang bernama Jonggor telah lebih dulu menyergap dari belakang.
"Kena kau!"
"Ouw! Keparat!" Gadis itu terkejut, dan langsung jatuh bergulingan bersama Jonggor. Dia berusaha melepaskan diri dengan menyodokkan sikut kanan ke perut.
Duk!
"Akh!" Jonggor menjerit kesakitan sambil memegangi perutnya.
Buru-buru gadis itu bangkit dengan sigap. Tapi seorang pengeroyok yang lain telah menyergapnya. Sementara satu lagi membantu dari depan.
"Ahh...."
"Pegang tangannya, Rudra! Dan aku akan pegang kedua kakinya!" teriak Jonggor, sambil buru-buru bangkit.
"Iya, iya...!" Dengan cepat laki-laki bernama Rudra memegang kedua tangan gadis itu. Sementara Jonggor langsung mendekap kaki. Sehingga, gadis itu benar-benar tidak berkutik. Percuma saja gadis ini mengerahkan tenaga untuk melepaskan diri, karena tenaga kedua laki-laki yang menyergapnya lebih besar.
"Ningsih!" teriak gadis yang satunya, kaget melihat kawannya berhasil diringkus.
"Wulandari! Jangan hiraukan aku! Pergilah kau! Selamatkan dirimu!" teriak gadis yang tengah teringkus.
Gadis yang bernama Wulandari bingung. Dia tak tahu apa yang mesti diperbuat. Ningsih adalah kawan dekatnya. Kalau ditinggalkan begitu saja, apa jadinya nanti? Tapi kalau tidak kabur, para pengeroyok terlalu banyak. Dan bisa saja nasibnya akan sama dengan Ningsih.
"Ayo pergi! Selamatkan dirimu. Dan beritahu perbuatan mereka pada kawan-kawan yang lain!" teriak Ningsih lagi.
"Mau kabur ke mana? Huh! Jangan harap bisa lepas dari kami!" dengus laki-laki yang bernama Bilung seraya mengibaskan golok panjangnya.
"Uts!" Dengan gerakan cepat, Ningsih melompat ke belakang, sehingga babatan golok itu luput.
"Kurang ajar! Heaaa...!" Bilung menggeram marah, melihat serangannya gagal. Dia kembali melompat mengejar. Sementara para pengeroyok yang lain telah bersiap mengurungnya.
Kali ini keadaan Wulandari benar-benar tidak menguntungkan, karena para pengeroyok lebih ketat mengurungnya. Bahkan tidak memberi kesempatan sedikit pun padanya untuk melarikan diri.
Dalam keadaan demikian, Wulandari bertindak nekat. Dia ingin memporak-porandakan kepungan yang makin ketat mengurungnya.
"Hiaaat...!" Gadis itu segera melompat menerjang salah seorang lawannya yang terdekat dengan sambaran pedangnya.
Namun rupanya Bilung telah membaca gerakan gadis ini. Seketika tubuhnya meluruk dari samping, dengan satu tepakan ke tangan Wulandari.
"Lepas!"
"Ohhh...!" Gadis itu mengeluh tertahan ketika Bilung berhasil menepak tangannya, hingga pedangnya terlepas dari genggaman. Meski begitu dia tetap berusaha melepas satu tendangan berputar ke arah lawan lainnya.
Plak!
Tendangan Wulandari berhasil ditangkis seorang lawannya. Namun gadis itu harus cepat mengegoskan pinggangnya ke kanan, karena satu tendangan Bilung telah meluruk cepat.
"Hup!" Belum juga Wulandari bersiap kembali, seorang laki-laki yang berada di belakang langsung menubruk dan memeluk pinggangnya erat-erat.
"Hiih!" Gadis itu cepat menyikut ubun-ubun laki-laki yang memeluk pinggangnya dengan gemas.
Bletak!
"Adouuuw!" Kontan saja, laki-laki itu menjerit kesakitan. Terpaksa pelukannya dilepaskan karena kedua tangannya harus memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri.
Meski gadis ini berhasil melepaskan cengkeraman, tapi dua lawan lainnya telah menubruknya secepat kilat. Kedua laki-laki itu segera memeluk erat-erat kaki dan lengan Wulandari hingga tak bisa bergerak.
"Yeaaa!" Wulandari berusaha berontak. Namun seorang pengeroyok yang telah siap dengan tali telah mengikat kedua tangan dan kakinya hingga tak berkutik. Gadis ini terus berontak dengan mengerahkan tenaga dalam, namun tali yang mengikatnya benar-benar tak mampu dilepaskan. Mungkin tali itu terbuat dari akar tumbuh-tumbuhan yang telah diberi ramuan khusus.
"Hehehe...! Percuma saja kau berontak, Cah Ayu! Tali itu terbuat dari akar yang telah diberi ramuan khusus!" kata Bilung, laki-laki yang bertubuh gemuk bercambang bawuk tebal.
"Keparat kau! Tunggulah pembalasan kami!" dengus Wulandari geram.
"Pembalasan? Mana mungkin. Nasib kalian berada di tanganku. Dan setelah ini, kalian tidak akan melihat matahari lagi. Apakah hendak membalas dari neraka sana?!" ejek laki-laki brewok itu sambil berkacak pinggang.
Sementara laki-laki lain tertawa bergelak mendengar ejekan laki-laki gemuk yang agaknya bertindak sebagai pemimpin ini.
"Phuih! Tunggu saja balasannya! Kawan-kawan kami tidak akan tinggal diam. Mereka akan mencari kalian meski sembunyi di lubang semut sekali pun!" dengus Ningsih.
"Hm.... Jadi kalian punya kawan? Perempuan? Cantik-cantikkah? He, kebetulan sekali kalau mereka datang ke sini!" sahut Bilung seenaknya.
"Hahaha...!"
Kawanan itu kembali bergelak. Apa pun kata-kata berbau ancaman yang dikeluarkan kedua gadis itu dianggap sepele, dan terdengar lucu. Seperti kelinci di mulut harimau, tapi masih berusaha menakut-nakuti.
"Kang Bilung! Aku sudah tak sabar lagi! Apakah akan kita diamkan saja mereka?" celetuk salah seorang anak buah laki-laki bertubuh tambun.
"Ya! Dimulai saja sekarang!" timpal yang lain.
"Hehehe...! Memangnya kalian saja yang ngebet?! Aku juga sudah tak tahan melihat kedua kelinci gemuk ini. Hm.... Tapi karena ada dua, maka aku pilih yang ini!" tunjuk Bilung pada Wulandari yang memang lebih cantik sedikit.
"Hahaha...! Itu adil. Biar kami yang satunya lagi!" sambut seorang laki-laki bertubuh kurus.
"Wah.... Lama sekali menunggu bagian!" teriak laki-laki lain yang merasa kurang puas.
"Tutup mulutmu, Braja! Sejak kapan aku pernah berlaku tidak adil? Setelah bocah ini kucicipi, maka kalian segera merasakannya pula!" semprot Bilung.
"Maaf, Kang. Aku tak bermaksud begitu...," ujar laki-laki bernama Braja tersipu-sipu.
Dan tanpa berkata apa-apa lagi, Bilung segera menghampiri Wulandari. Lalu dibopongnya gadis itu ke balik semak-semak. Sementara anak buahnya berebutan mengadakan undian untuk mencicipi Ningsih paling dulu.
"Keparat busuk! Lepaskan aku! Lepaskan...!" teriak Wulandari dan Ningsih berulang-ulang.
Tapi percuma sjaa kedua gadis itu berusaha berontak sambil memaki. Isi kepala kawanan laki-laki itu telah dipenuhi nafsu setan. Sehingga mereka tidak peduli lagi segala apa pun, asal niat tercapai. Tapi apa pun yang mereka inginkan, belum tentu berjalan dengan mulus, bila keadaan menghendaki lain.
"Kisanak! Hentikan perbuatanmu!"
"He?!"
Sebuah suara yang sarat kegeraman mendadak terdengar, membuat Bilung tersentak kaget. Kepalanya cepat menoleh. Dan dia melihat seorang pemuda tampan berbaju rompi putih tegak berdiri di dekatnya.
"Bocah! Cepat enyah dari sini kalau masih sayang nyawa!" dengus Bilung keras menggelegar.
"Kenapa bukan kau saja?" sahut pemuda yang memang Rangga alias Pendekar Rajawali Sakti.
"Hm?!" Bilung mendelik tajam, lalu berniat meneruskan maksudnya. Dikiranya ancaman tadi mempan. Sehingga pemuda itu tidak dipedulikan.
Tapi siapa nyana kalau Pendekar Rajawali Sakti justru mencari mati dengan tidak memenuhi perintah Bilung. Bahkan seketika kakinya melayang deras ke tubuh Bilung.
Duk!
"Aaakh!" Bilung kontan menjerit kesakitan. Tubuhnya kontan terguling ke samping. Sebelum dia berbuat apa-apa, mendadak Rangga kembali melepas tendangan keras ke dada.
Desss...!
"Aaakh!" Kembali Bilung memekik kaget. Tubuhnya bergulingan beberapa tombak. Begitu bangkit, dia langsung menunjukkan kemarahannya. Kejadian ini rupanya juga mengejutkan beberapa anak buah Bilung. Seketika mereka menghentikan niat bejad terhadap Ningsih, dan langsung mengurung Pendekar Rajawali Sakti.
"Biar kami bereskan dia, Kang!" dengus Braja seraya mencabut golok.
Srak!
Begitu golok tercabut, Braja langsung melompat kedepan Rangga. Sementara yang lain pun telah ikut melompat dan langsung meloloskan golok.
"Huh!" Bilung mendengus dingin. Matanya memandang tajam pada Pendekar Rajawali Sakti. Dan perlahan, didekatinya pemuda itu tanpa peduli ocehan anak buahnya.
"Berani betul kau berbuat kurang ajar padaku, Bocah? Rupanya kau sudah bosan hidup, he?!" bentak Bilung, begitu berada selangkah di depan Pendekar Rajawali Sakti. Sedangkan Braja telah mundur beberapa langkah.
"Kalaupun aku bosan hidup, bukan berarti akan mati di tanganmu. Tapi kalau niat busukmu diteruskan, aku khawatir malah kau tak bisa melihat matahari esok hari," sahut Rangga enteng, penuh perbawa.
"Bedebah sombong! Kau boleh mampus sekarang juga!" bentak Bilung seraya melayangkan tendangan cepat dan bertenaga dalam tinggi.
Wut!
"Uts!" Rangga berkelit sedikit ke samping sehingga tendangan Bilung luput dari sasaran. Bahkan tiba-tiba tubuhnya berbalik sambil melayangkan tendangan setengah lingkaran untuk menggedor dada Bilung.
Des!
"Aaakh...!" Untuk yang kedua kalinya Bilung terjerembab merasakan sakit luar biasa di dadanya yang seperti remuk. Dengan susah-payah dia berusaha bangkit. Anak buah laki-laki berusia sekitar empat puluh lima tahun ini sudah akan bergerak menyerang Rangga. Namun....
"Mundur kalian semua!" bentak Bilung.
"Tapi Kang."
"Kalian kira aku tak bisa menghajarnya?!" bentak Bilung lagi semakin geram.
Mendengar bentakan barusan, tak seorang pun yang berani bertindak. Bahkan sekadar suara. Mereka memang percaya kalau Bilung berilmu tinggi. Tapi melihat kenyataan kalau telah dua kali dijatuhkan pemuda itu, maka mereka merasa perlu membantu.
Tapi Bilung berpikir lain. Dia merasa yakin dengan kemampuannya. Kalaupun penasaran, itu karena tadi menganggap remeh lawan. Dan kali ini, tekadnya untuk.menghajar pemuda itu nampak membulat. Dia bersungguh-sungguh ingin menunjukkan siapa sebenarnya dirinya. Juga untuk menutup malu di hadapan anak buahnya atas perbuatan pemuda berbaju rompi putih ini.
"Ayo! Bersiaplah, Bocah!" dengus Bilung seraya menyipitkan kelopak mata.
"Aku telah siap dari tadi, Kisanak!" balas Rangga, santai.
"Yeaaa...!" Bilung kembali meluruk sambil melepas tendangan dahsyat. Namun kali ini dia cukup hati-hati.
Rangga menggeser tubuhnya sedikit, sehingga tendangan itu luput. Saat itu juga tangannya bergerak mengibas menangkis sodokan kepalan tangan Bilung yang mengandung tenaga dalam tinggi.
Plak!
Begitu habis menangkis, Pendekar Rajawali Sakti bergerak ke samping. Dan seketika sisi telapak tangan kanannya meluncur dari kiri ke kanan.
"Uts!" Bilung cepat menunduk sehingga hantaman itu hanya mengenai tempat kosong. Tapi Rangga melanjutkan serangan dengan sodokan lutut kanan yang tak mampu dielakkan. Sehingga....
Begkh!
"Agkh...!" Tepat sekali lutut kanan Rangga mendarat di perut Bilung. Tak ayal lagi, laki-laki brewok itu terjungkal untuk yang ketiga kalinya disertai keluhan tertahan.
"Setan!" rutuk Bilung dengan wajah berkerut menahan kesal dan sakit. Bilung lantas menoleh ke arah anak buahnya dengan tatapan tak senang.
"Kenapa kalian diam saja?! Ayo, bereskan dia!" bentak laki-laki gemuk ini garang dengan mata melotot lebar.
"Oh, maaf! Maaf, Kang. Kami segera membereskannya!"
Dengan tergopo-gopo, anak buah Bilung cepat bergerak mengurung Pendekar Rajawali Sakti. Bahkan langsung menyerang bersamaan.
"Yeaaa...!"
"Hup!" Rangga seketika melesat ke atas dengan gerakan ringan, lalu membuat putaran beberapa kali menjauhi lawan-lawannya. Tentu saja anak buah Bilung tak akan membiarkannya. Maka dua orang yang mampu bergerak cepat segera mengejar dengan serangan maut ketika Rangga menjejak tanah.
"Hiih!" Pendekar Rajawali Sakti tak mau kalah cepat. Sebelum serangan para pengeroyok datang, maka tubuhnya telah lebih dulu bertindak. Dua golok yang disabetkan dielakkan dengan mengegoskan tubuhnya dua kali seperti orang menari. Sementara kedua kepalan tangannya tepat menyodok ke ulu hati.
Duk! Des!
"Wuaaa...!"
Kontan dua orang itu terjungkal ke belakang disertai jerit kesakitan. Mereka kontan ambruk tak sadarkan diri.
"Keparat! Jangan beri ampun. Bunuh dia secepatnya!" teriak Bilung geram melihat dua anak buah terbaiknya dilumpuhkan dalam waktu singkat.
"Hiaaat...!"
"Shaaa...!"
Menyadari kalau sang pemimpin amat gusar, maka orang-orang bertampang kasar itu menyerang semakin hebat. Agaknya mereka lebih takut terhadap Bilung ketimbang pada Pendekar Rajawali Sakti yang mampu bergerak cepat.
Wut!
Segala macam senjata berkesiutan mengancam keselamatan Pendekar Rajawali Sakti. Tapi sejauh ini belum ada satu pun yang mampu menggores kulitnya yang hanya mengerahkan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib'. Bahkan ketika seketika Rangga melepas serangan secara tiba-tiba....
Duk!
"Aaakh...!" Satu lagi menjadi sasaran ketika Pendekar Rajawali Sakti melepas satu kibasan keras dengan tangan kiri ke dada. Orang itu terpekik dan ambruk, setelah terhuyung-huyung sejenak.
Yang seorang lagi coba membokong dari belakang. Namun dengan gesit Pendekar Rajawali Sakti membungkuk. Dan seketika tubuhnya berputar sambil melepas sapuan kaki yang begitu cepat sehingga....
Gubrak!
Satu lagi anak buah Bilung jatuh di tanah sambil mengeluh tertahan. Mulutnya meringis merasakan sakit karena pantatnya membentur batu sebesar kepala kerbau. Sedangkan pada saat yang bersamaan, Rangga telah berkelebat menghajar yang lain.***
KAMU SEDANG MEMBACA
184. Pendekar Rajawali Sakti : Kembang Lembah Darah
ActionSerial ke 184. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.