BAGIAN 8

103 11 0
                                    

Telaga tempat Rangga, Wulandari, dan Ningsih menceburkan diri bukanlah tempat pemandian atau sebuah tempat yang berair sejuk dan bening. Melainkan sebuah telaga yang amat jorok dan kotor. Baunya sangat menusuk hidung. Karena ujung terowongan yang tadi dilalui adalah tempat pembuangan limbah yang berasal dari istana. Dan telaga ini sendiri merupakan tempat penampungan limbah-limbah itu.
"Maafkan kami, Kakang Rangga. Tapi itu adalah jalan satu-satunya bagi kita untuk selamat...," ucap Ningsih lirih, ketika mereka telah jauh dari istana.
Rangga terdiam. Dibersihkannya kotoran-kotoran yang melekat di tubuhnya.
"Ningsih benar. Kalau kita melalui jalan lain, maka kemungkinan besar akan diketahui mereka...," timpal Wulandari.
"Sudahlah. Bagaimanapun aku berterima kasih atas pertolongan yang kalian berikan."
"Sebaiknya kau tidak berada dekat-dekat istana itu lagi, Kakang," ujar Ningsih.
"Aku justru hendak ke sana. Nasib Ki Demong dalam bahaya!" tegas Rangga.
"Dalam keadaanmu sekarang ini sulit bagimu untuk membantu mereka. Bahkan membantu dirimu sendiri pun belum tentu bisa...," ujar Wulandari.
"Tapi aku tidak bisa membiarkan mereka dalam kesulitan demi menolongku."
"Kau telah selamat. Itulah tujuan mereka. Kita hanya berdoa mudah-mudahan saja mereka bisa selamat...."
"Mungkin aku bisa menolong," sambung Ningsih.
"Hm, bagaimana maksudmu?" tanya Rangga.
"Kalau keadaanmu telah pulih seperti semula, kemungkinan besar kau bisa membantu mereka...."
"Benar! Kini aku telah pulih benar, setelah menelan obat yang diberikan Wulandari."

***

Kaburnya Pendekar Rajawali Sakti sempat didengar Anjar Asih. Tapi Penguasa Istana Lembah Darah itu tak mampu berbuat apa-apa, sebelum membereskan Pemabuk Dari Gunung Kidul. Dan agaknya membereskan orang tua itu bukanlah hal mudah. Selain berilmu tinggi, tokoh tua itu juga amat berbahaya. Terutama semprotan tuaknya.
"Hm, Keparat! Aku tidak bisa terus-terusan begini. Tua bangka pemabuk ini harus cepat kubereskan!" desis Anjar Asih geram.
"Hiih!" Anjar Asih melepaskan pukulan jarak jauh ke arah Ki Demong. Namun orang tua itu mengegos ke samping, sehingga pukulan itu luput. Namun selanjutnya Penguasa Istana Lembah Darah itu telah meluruk deras.
Wuuuttt!
Ki Demong cepat mengibaskan guci tuak. Tapi dengan cepat Anjar Asih telah berkelebat. Dan tahu-tahu satu hantaman keras menghajar dadanya.
Des!
"Akh!" Ki Demong terjungkal ke belakang, muntahkan darah segar. Wajahnya berkerut kesakitan, menandakan kalau hantaman tadi disertai pengerahan tenaga dalam kuat.
"Heaaa...!" Anjar Asih telah melesat, sebelum Pemabuk Dari Gunung Kidul sempat bangun. Dan kalau saja Ki Demong tidak bergulingan, niscaya tubuhnya akan remuk dihantam tendangan beruntun yang dilepaskan wanita itu.
"Hiih!" Penguasai Istana Lembah Darah menyapu ke bawah dengan sebelah kaki. Namun tubuh Ki Demong telah melenting sedikit ke atas. Maka seketika wanita itu berbalik. Cepat dilepaskannya tendangan dari atas ke bawah.
Begkh!
"Aaakh...!" Kembali Pemabuk Dari Gunung Kidul menjerit kesakitan. Darah langsung muncrat lebih banyak dari mulutnya. Namun orang tua itu masih sempat bergulingan menghindari serangan selanjutnya.
"Aduh, Biyung! Edan! Edan sekali perempuan ini!" gerutu Ki Demong dengan muka berkerut menahan rasa sakit.
"Yeaaa...!" Anjar Asih terus mengejar. Dan sekali ini, keadaan Ki Demong sudah lebih parah. Kalaupun dia bisa menghindar atau menangkis, tapi serangan berikut pasti akan menghajarnya bertubi-tubi.
Keadaan Ki Demong sangat gawat. Sedangkan Anjar Asih berniat menghabisinya saat itu juga. Namun sebelum hal itu terjadi, berkelebat sesosok bayangan memapak serangan.
"Hiyaaat...!"
Plak! Plak!
"Uhh...!" Bentrokan barusan mengejutkan Anjar Asih. Tubuhnya kontan terjungkal ke belakang dan sempat terhuyung-huyung. Namun yang lebih mengejutkannya adalah ketika mengetahui siapa gerangan yang telah menahan serangannya.
"Kau..., kau...?!"
"Ya, aku! Kenapa? Apakah kau kaget?" tanya sosok bayangan yang ternyata Rangga dengan senyum dingin.
"Bagaimana mungkin...?"
"Segalanya bisa saja terjadi. Dan kau tak perlu heran!" sahut Rangga singkat.
"Huh, bagus! Senjatamu telah kembali. Begitu juga keadaanmu. Tapi jangan harap kau bisa lolos dariku!" dengus Anjar Asih.
"Jangan terlalu mengumbar kesombongan, Perempuan Iblis! Kali ini akan kita lihat siapa yang berhasil meringkus dan siapa yang diringkus!"
Tanpa banyak bicara lagi penguasai Istana Lembah Darah langsung menyerang secepat kilat.
"Heaaat!"
Cring!
Begitu tubuhnya meluruk, Anjar Asih meloloskan pedang. Langsung dibabatnya Rangga dengan jurus pedangnya yang berbahaya.
"Hehehe...! Dasar bocah bego! Kenapa kau baru muncul sekarang? Orang sudah mau mampus baru datang. Apa barangkali kau ingin aku mampus, he?!" omel Ki Demong.
Rangga hanya tersenyum mendengar omelan Ki Demong. Namun seketika dia mencabut Pedang Pusaka Rajawali Sakti yang bersinar biru berkilauan.
Sring!
Begitu serangan Anjar Asih hampir tiba, secepat kilat Pendekar Rajawali Sakti memainkan jurus 'Pedang Pemecah Sukma'.
Bet! Bet!
"Uhh...!" Melihat pedang yang memancarkan cahaya biru, agaknya tidak membuat wanita itu kaget. Dia malah menghindari bentrokan senjata, dan berusaha menyusup diantara pertahanan Rangga.
Tapi Rangga tidak memberi kesempatan sedikit pun padanya. Pedang pusakanya bergerak bagai hujan badai yang mengurung ruang gerak Anjar Asih.
"Heaaa! Hiyaaat!"
Kesempatan itu agaknya dipergunakan Rangga sebaik-baiknya untuk mengerahkan kekuatan yang ada dalam jurus 'Pedang Pemecah Sukma'.
Akibatnya, Anjar Asih jadi kelihatan kewalahan. Jurus-jurusnya jadi kelihatan kacau. Semangat bertarungnya lenyap entah ke mana, seketika jiwanya terasa terpecah-pecah. Dia tidak tahu kalau itulah pengaruh jurus 'Pedang Pemecah Sukma' tingkat terakhir.
Anjar Asih terkejut melihat kelebatan pedang Rangga. Dan seketika ditangkisnya pedang itu.
Tras!
Akibatnya, pedang wanita itu sendiri putus dibabat senjata Pendekar Rajawali Sakti. Masih untung Anjar Asih bisa selamat setelah bergulingan. Sambil bergulingan dilemparkannya sisa pedang ke arah Rangga.
Wut!
"Hiih!" Rangga tak berusaha menangkis. Cepat dia melompat mendekati Anjar Asih. Langsung pedangnya dibabatkan. Seketika, Penguasa Istana Lembah Darah menekuk tubuhnya. Dia coba menghindar ke belakang. Tapi tendangan Rangga lebih cepat meluncur. Sehingga....
Desss!
"Aaakh...!" Wanita itu memekik kesakitan ketika tendangan Rangga mendarat diperut. Tubuhnya terjungkal beberapa langkah ke belakang. Dari mulutnya menetes darah segar. Secepat kilat Anjar Asih bangkit, memandang tajam pada Rangga.
"Serang dia! Bunuh!" dengus perempuan ini memberi perintah pada beberapa orang anak buahnya.
Begitu beberapa gadis berbaju merah menyerang Rangga, Anjar Asih sendiri kabur menyelamatkan diri.
"Kurang ajar! Kau kira bisa kabur begitu saja, he?!" dengus Rangga geram.
Cepat Pendekar Rajawali Sakti melompat mengejar. Namun anak buah Anjar Asih segera menghalangi.
"Yeaaat!" Rangga tidak tinggal diam. Langsung pedangnya dikibaskan menghalau lawan-lawannya.
Tras! Cras!
"Aaa...!" Jerit kesakitan segera berkumandang ketika para gadis itu ambruk disapu pedangnya. Mereka yang kembali coba menghalangi, kembali ambruk tak berdaya.
"Hiyaaat!"
Sambil melompat dan menebas, Pendekar Rajawali Sakti berusaha mengejar Anjar Asih. Tapi agaknya hal itu sia-sia saja. Sebab, wanita itu telah menghilang entah ke mana.
"Kakang Rangga, hentikan!" Saat itu seseorang berteriak memanggil.
"Hm, Wulandari! Kebetulan. Kau tahu ke mana kira-kira wanita itu pergi? Tunjukkan padaku!" desis Rangga.
"Hentikan pembantaian ini. Mereka tak berdosa. Mereka hanya alat. Anjar Asih telah kabur."
"Kabur? Kau pasti tahu di mana tempat persembunyiannya. Ayo tunjukkan padaku!"
Gadis itu menggeleng lemah.
"Sayang sekali. Tak seorang pun di tempat ini yang tahu persembunyiannya selain dia sendiri...," desah gadis ini.
"Kurang ajar!" umpat Rangga geram.
"Sudahlah. Lain kali mungkin kau akan bertemu dengannya. Kita harus menguasai keadaan. Kau harus paksa mereka menyerah, atau korban akan semakin berjatuhan...," bujuk Wulandari.
Rangga melihat Ki Demong masih terus menghajar musuh-musuh. Dan kalau tak cepat dihentikan maka bisa jadi korban akan bertambah. Padahal seperti yang dikatakan Wulandari, mereka hanya alat. Dan kini ketika pemimpinnya kabur, mereka seperti anak ayam kehilangan induk.
"Berhenti semua!" bentak Rangga keras menggelegar.
Bentakan itu mengejutkan kedua belah pihak. Tapi tidak buat Ki Demong.
"Bocah gendeng! Kenapa kau hentikan saat aku tengah asyik-asyiknya menghajar mereka?!" rutuk Pemabuk Dari Gunung Kidul.
"Maaf, Ki. Kita tidak bisa menghajar mereka terus-terusan. Pemimpin mereka telah kabur. Dan kalau mereka tidak menyerah dalam hitungan tiga, maka akan kuratakan tempat ini berikut dengan mereka!" sahut Rangga lantang. Kemudian Pendekar Rajawali Sakti memandang mereka satu persatu.
"Menyerahlah kalian. Dan buang senjata yang ada di tangan. Pemimpin kalian telah kabur meninggalkan kalian semua! Tidak ada yang mesti dibela lagi!"
Mula-mula para anak buah Anjar Asih ragu. Namun setelah melihat kalau sang pemimpin tak ada di tempat itu, maka satu persatu mereka melemparkan senjata.
Rangga meminta Ningsih dan Wulandari untuk meringkus mereka. Dia sendiri menghampiri Ki Demong.
"Ki Demong! Aku amat berterima kasih atas pertolongan yang kau berikan...," ucap Rangga.
"Eh, eh! Pertolongan apa?!" tanya orang tua itu bingung, sambil garuk-garuk kepala yang tak gatal.
"Kau telah datang ke sini sengaja menolongku, bukan?"
"Hehehe...! Siapa yang menolongmu? Aku datang ke sini karena ingin melihat gadis-gadis cantik. Siapa tahu aku masih laku. Hehehe...!" sahut orang tua ini enteng.
Rangga hanya bisa tersenyum sambil geleng-geleng kepala melihat kelakuan pendekar tua pemabuk itu.

***

TAMAT

184. Pendekar Rajawali Sakti : Kembang Lembah DarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang