"Tergores luka baru hanya karena berpura-pura."
_I'm Sorry, Good Bye!_
Bukan tentang membenci, tapi tentang mencintai. Orang bilang, mencintai itu sakit. Memang, cinta itu menyakitkan, hampir sama dengan membenci. Seperti seorang gadis yang sedang duduk manis di atas kursi belajarnya dengan tangan yang terus menari-nari di atas kertas putih yang perlahan tergores tinta.
"Dipikir lagi, gue bodoh banget, ya?" tanyanya pada dirinya sendiri.
Netra mata lentiknya bergerak ke sana ke mari. Berpikir tentang sikapnya selama ini yang selalu mengejar cinta yang salah, tetapi enggan untuk mengalah. Semua yang ia inginkan, harus menjadi miliknya.
"Enggak juga, sih. Yang bodoh itu dia yang mau-mau aja jaga jodoh orang lain," lanjutnya, kemudian gadis itu menutup bukunya.
Zoa, gadis itu masih tersenyum membayangkan bagaimana bahagianya saat Zay bersikap manja dan manis padanya. Ah, mungkin ia akan menjadi gadis paling bahagia di dunia ini. Tangannya bergerak mengambil foto yang ada dilaci mejanya. Menatap gadis kecil yang sedang tertawa lepas dengannya saat itu.
Ia tersenyum miring, ia akan membuat gadis itu tidak tenang semasa hidupnya. "Liat aja, Zia. Sampai kapanpun, saudara kembarmu ini akan memberi hadiah setiap harinya."
"Dan gue bakal ngerebut Zay kembali, karena Zay cuma milik gue seorang, Zahira Zoa Refrigha," katanya pelan.
Gadis itu melangkah pelan menuju balkon kamarnya. Hari sudah malam, banyak bintang bertaburan indah di atas langit malam sana.
"Kak Zaro apa kabar?"
"Lihat, deh, Kak. Adik Kakak yang paling Kakak sayangi sekarang udah menderita. Kakak pasti benci banget, kan, sama Zoa? Sama, Kak, Zoa juga benci banget sama Zia. Dia selalu bisa ngambil hati orang yang Zoa sayang. Dan sekarang udah enggak lagi,"
"Oh, iya, Kak. Tau nggak, harapan terbesar aku apa?"
"Harapan terbesar aku adalah bertemu Kakak sebelum Zia mendahuluinya. Aneh banget, kan, harapan aku?" Gadis itu menatap sendu bintang yang paling bersinar di atas sana. "Itulah harapan aku, Kak."
"Nanti kalau kita udah bertemu, jangan tanya apa pun tentang Zia, ya, Kak. Zoa enggak suka."
※※※※※
"Ayah!" pekik Zia girang, gadis itu langsung berlari memeluk Zero yang baru saja pulang dari kerjanya. Bukan ingin cari perhatian, tapi ia ingin merasakan bahagia walau hanya sesaat.
Zero mengelus rambut putrinya dengan senyuman lebarnya. "Kenapa, hm?" tanyanya sambil melerai pelukannya, membiarkan tangan Zia melingkar di perutnya.
"Kangen," jawab Zia cepat, Zero terkekeh pelan.
"Baru juga tadi pagi ketemu, sekarang udah kangen aja," cibir Zero menoel hidung mancung Zia dengan gemas.
Zia mengerucutkan bibirnya lucu, ia membuang pandangannya ke samping. Mata Zia membola saat melihat keberadaan Rea yang tengah menatapnya dengan tajam, tak lupa tangannya juga mengepal kuat. Ia langsung melepaskan tangannya dari lengan Zero dengan cepat.
Zero yang menyadari raut wajah putrinya itu langsung mengerutkan keningnya. "Kenapa, Zia?" tanyanya membuat Zia terlonjak kaget.
"Ah, enggak apa-apa, Yah." Gadis itu mengusap tengkuknya gugup.
"Yakin?"
"Yakin, kok, Yah."
Tak lama Rea datang dengan wajah sumringahnya, entah apa yang membuat wanita setengah paruh baya itu berubah dalam sekejap. Rea menyalimi tangan suaminya dengan senyuman yang masih mengembang, kemudian mengambil tas kerja suaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Sorry, Good Bye! [END]
Teen FictionTakdir begitu jahat kepadanya. Gadis yang berpura-pura bahagia. Hidup yang dulunya nyaris bahagia, kini semuanya sirna. Rumah yang seharusnya menjadi istana baginya, kini berubah menjadi nerakanya. Ia menyerah, tetapi keadaan memaksanya untuk kuat...