LI M A B E L A S

11.5K 437 67
                                    

SELAMAT MEMBACA...

"Saya terima Nikah dan Kawin nya

Sandhya Bulan Binti Ariandi, Dengan mas kawin

Emas 25 gram, uang sepuluh juta rupiah dan seperangkat alat sholat.

Dibayar tunaii..

"SAHHH"

Masih teringat dengan jelas ketika Pak Akbar menyebut namaku dihadapan penghulu dan para saksi tadi pagi dengan suara beratnya tanpa hambatan. Ya kami mengadakan akad di rumah Pak Akbar. Hanya beberapa orang yang hadir. Seperti kedua orang tuaku dan juga keluarga dari Pak Akbar dan juga beberapa tetangga yang turut menyaksikan.

Flashback.

"Jaga diri ya, jangan menangis terus. Mama sayang sama kakak. Dan jangan lupa patuh dan berbakti kepada suami ya." Ucap mama menangis haru sambil memelukku.

"Jodoh, Maut dan Rezeki, sudah ada yang ngatur. Kamu harus berlapang dada menjalaninya. Bisa jadi nak Akbar memang jodoh kakak, lewat dari insiden itulah kakak dan Akbar dipertemukan dipelaminan.Mama harap kakak bisa jaga kehormtan suamiya dan jaga sikap. Rumah akan selalu terbuka untuk kakak, dan kapanpun kakak pulang, Mama akan selalu setia menunggu kedatangan kakak dirumah."

"Maafin aku yang belum bisa bahagiin Papa dan Mama, aku janji akan menjadi anak yang baik dan berbakti nantinya."

"Papa harap kakak ikhlas menjalaninya. Dan papa sayang sama kakak, jangan larut dalam kesedihan, juga jangan lupa berbakti kepada Suami. Papa dan Mama pulang dulu."ujar papa sambil memelukku.

Flashback end.

Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Acara akad memang sudah selesai siang tadi. Setelah akad aku langsung ke kamar dan mengurung diri sendirian. Dan disinilah aku berada, tepat di balkon kamar tamu, ya aku sengaja berada disini karena tidak ingin melihat beliau.

Setelah beberapa menit berlalu Bulan memilih masuk dan rebahan diranjang.

Tak lama, Pintu kamar terbuka. Akbar berjalan menghampiri Bulan. Ia melihat Bulan sudah tiduran diranjang.

Akbar jongkok tepat didekat Bulan dan berkata lirih "Selamat Malam, Shandya." sambil mengelus rambut Bulan dengan lembut. Ia mencim Rambut dan kening bulan dengan sayang. Sebelum berdiri ia ingin mencium bibir ranum Bulan, ketika Akbar mendekatkan wajahnya ke wajah Bulan, Mata Bulan terbuka, pandangan mereka bertemu.

Dari tadi sebenarnya Bulan hanya berpura-pura tidur, Akbar memcium kening dan rambut nya bisa ditoleran tapi kalau mau mencium bibir, rasanya itu tidak bisa dibiarkan.

"Menjauhlah."

"Kamu menolak saya?"

"Pergilah"

Bulan melotot ketika Akbar memaksa untuk berciuman dengan nya. Kedua tangannya diangkat keatas, dan kedua bibir mereka bertemu. Akbar tersinggung dengan penolakan Bulan, hingga akhirnya ia sedikit memaksa mencium Bulan.

Bulan berusaha memiringkan kepalanya ke kanan dan kekiri. Ia benci ketika dipaksa melakukan hal yang tak ia sukai.

Setelah selesai melumat bibir ranum Bulan, ia melepaskan kedua tangan Bulan. nafas mereka terengah. Sambil menetralkan nafasnya Bulan berkata sambil mengusap bibirnya dengan kasar "Bapak lupa dengan poinnya? Apa perlu saya ingatkan? Keluarlah!" ujarnya datar

"Kamu istri saya, jadi sudah kewajiban kamu melayani saya. Suka tidak suka kamu harus mau menerimanya."

"Saya mau tidur"

Bulan hanya diam sebelum memutar posisi tidurnya menjadi miring. Ia benci berada diposisi ini.

Perlahan Akbar berjalan kesisi tempat tidur, duduk lalu menyandarkan tubuhnya dikepala ranjang sambil melipat kedua tangannya.

"Tidak baik tidur membelakangi suami."

Tidak ada respon. Akbar memandang punggung itu dengan diam. Setelah cukup lama menunggu, Bulan mengubah posisinya menjadi telentang dengan kedua tangannya memegang bantal.

"Kenapa?"

"Kamu tidak suka saya disini?"

"Omong kosong."Bulan menatap sinis Akbar yang sedang bersandar dikepala ranjang. Setelah menikah dengan Akbar secara terpaksa, Bulan tidak menyukai Akbar dan enggan berdekatan dengannya.

"Jangan berfikir untuk menyentuh saya."

"Kamu tidak sabar?, nanti saya percepat."

Dasar Gila.

"Saya tidak mau!". Bulan membalas tatapan Akbar dengan berani. Lalu beranjak dari kamar. Membuka pintu, lalu keluar meninggalkanya seorang diri.

Hubungan Bulan dan Akbar semakin dingin setelah pernikahan itu.

***

Aku refleks menutup wajah setelah Pak Akbar menarik diri. Kudengar ia tertawa pelan, seperti tawa mengejek ku dengar. kemudian menarik turun tanganku. Ditatap dengan jarak sedekat ini membuat ku muak melihatnya. Aku merasa benar-benar diuji oleh ikatan ini. Memejamkan mata, lalu menarik nafas dengan kasar.

Namun, sentuhan dikepala membuat ku sadar dan dengan refleks mundur menjauh kebelakang. Menatapnya dengan tajam dengan pandangan marah.

"Ceraikan saya."

Manik mata Akbar menatap tepat kearahnya dengan tajam. "Kamu sakit?"

Alih-alih marah dengar penuturan Bulan, Akbar justru tertawa pelan mendengarnya. "Jika kamu sibuk, biarkan saya yang mengurusnya." Kata Bulan dengan nada rendah namun sarat akan keseriusan.

"Kamu tidak akan pernah mengurusnya, mengerti?"

"Kenapa saya tidak boleh bercerai? Tuntut Bulan marah.

"Kamu bertanya alasannya?" Akbar berbisik pelan didepan bibirnya. Menunggu kelanjutan dari perkataan Akbar, Bulan menatap Akbar tak kalah tenang namun sarat akan kemarahan dalam dirinya. Samar dapat dirasakan nafas hangat Akbar menerpa pipinya.

"Karena saya mencintaimu, saya tidak akan pernah melepaskan mu."

Bulan terdiam mendengar ucapan dari Akbar. Enggan menatap laki-laki itu, lalu pergi kekamar meninggalkan Akbar sendirian diruangan itu.

Bulan menghela nafas antara jengkel dan lelah. Dikepalanya, sekarang terdapat dugaan-dugaan yang banyak berkeliaran diotaknya. membuat kepalanya semakin pening saja.




Bersambung...

Dimohon untuk tidak menelan mentah-mentah cerita ini. Terimakasih sudah menunggu cerita Istri Kedua ini. Gimana dengan partnya? jangan lupa beri like dan komen ya :)

200 Votes 50 comment!

see you next chapter.

ISTRI KEDUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang