06: Sedikit kebahagiaan

42 15 4
                                    

"Suatu kesabaran pasti akan ada titik lelahnya, dan sebuah permasalahan pasti akan ada titik penyelesainnya."
***



Bintang🌟
Morning Zizi
Siang gue jmpt, utk kli ini g ada penolakan!

Zia tersenyum kecut, kenapa laki-laki itu masih baik kepadanya, apa Zia harus bisa buka hatinya sedikit untuk Bintang. Tapi semuanya sulit, bahkan lebih sulit dari apa yang difikirkan.

Gadis itu bangkit dari tempat tidur, semalaman ia susah untuk tidur, badannya menggigil. Tangan Zia terangkat meraih dahinya, dan ternyata benar, suhu badannya panas, bahkan sangat panas.

Pintu yang tiba-tiba terbuka membuat Zia mengalihkan pengalihatannya, disana, tepat ditengah-tengah pintu masuk kamar barunya ada seorang gadis yang membawa nampan berisikan sarapan pagi. Zia benci Putri sampai kapanpun itu.

"Oh, gadis malang ini sudah bangun rupanya, good morning, Zi."

Putri berjalan mendekati Zia, nampannya ia taruh di nakas. Gadis itu terlihat tengah mengambil sesuatu dari saku bajunya, Zia hanya bisa memperhatikan sambil terus tersenyum sinis ke arah Putri.

Putri mengeluarkan beberapa uang koin dan langsung ia jatuhkan begitu saja ke lantai, "Uang jajan untuk gadis malang," setelah mengucapkan itu, Putri tertawa bahagia.

Zia hanya bisa menghela nafas panjang, tangannya yang kosong langsung ia bentuk menjadi bogeman dan siap mendarat di pipi Putri.

Bugh!

Gadis itu benar-benar menonjok saudara tirinya, tapi Putri memang pantas mendapatkan itu, suara rintihan sakit pun keluar dari bibir Putri, gadis itu tak terima hendak menarik rambut Zia, namun dengan sigapnya Zia langsung menahan tangan Putri.

"Mau apa lo?!"

"Lo kira dengan kelakuan seenak jidat lo gue bakal terus diam? Enggak! Dulu gue diam karena lo cuma maki-maki gue tentang Bintang yang terus kejar-kejar gue, tapi untuk kali ini gue gak akan kasih lo celah sedikitpun, KARENA LO UDAH REBUT KASIH SAYANG AYAH DARI GUE!!" Setiap kata-kata yang Zia ucapkan selalu ia tekan.

"Stop beranggapan yang aneh-aneh, Zia!!"

Andri tiba-tiba muncul bersama dengan Rani, pria itu berusaha melerai pertengkaran kedua gadisnya. Sedangkan Rani, ia sudah menarik Putri untuk masuk kedekapannya. Tapi sialnya, sandiwara Putri begitu bagus, air mata yang ia buat-buat malah semakin deras.

"Siapa yang merebut kasih sayang kamu dari ayah?! NGGAK ADA ZI, AYAH BERSIKAP KERAS GINI KARENA KELAKUAN KAMU SUDAH BERUBAH, SEMAKIN KAMU DEWASA, ETIKA KAMU GAK DI PAKE SAMA SEKALI!! DAN SEMAKIN KAMU DIBEBASKAN, KAMU TUMBUH JADI GADIS LIAR SEPERTI GADIS-GADIS LAIN DILUAR SANA!! JALANG!!" Untuk pertama kalinya, sebutan jalang keluar dari mulut ayahnya, membuat Zia tak sanggup menatap wajah pria yang bahkan sangat berharga dalam hidupnya.

Pandangan nya ia alihkan sebentar, nafasnya berusaha ia netral kan. "Berubah? Yang ayah maksud berubahnya dimana, yah? DIMANA?!"

"Jangan pernah ayah bicara seolah-olah disini Zia yang salah!! YANG BERUBAH AYAH, BUKAN ZIA, AYAH JARANG KONTROL KEHIDUPAN ZIA, TANYA KABAR? BAHKAN SEMENJAK PERNIKAHAN ITU, GAK ADA YANG NAMANYA AYAH KHAWATIR DENGAN KEADAAN ZIA! DAN WALAUPUN ZIA TUMBUH JADI JALANG ... Itu karena ayah, karena ayah yang gak bisa kasih kebahagiaan yang orang tua lainnya bisa lakuin ...." Suaranya perlahan mengecil, Zia tak sanggup, ia ingin pergi jauh dari kehidupan ini, tapi pesan dari bundanya yang membuat gadis itu mengurungkan niatnya untuk angkat kaki dari rumah ini.

'Zia harus tumbuh jadi gadis kuat, bunda aja yang sakit masih kuat, masa Zia yang sehat harus lemah cuma karena manusia, inget, kalau sama-sama makan nasi kenapa harus takut? Dan kenapa harus lemah dihadapan orang yang sama-sama umat Tuhan?'

Pikirannya Zia selalu teringat kata-kata yang di ucapkan bundanya dulu sebelum benar-benar meninggalkannya. Zia memandang Putri tak suka, kenapa disini gadis itu yang seolah-olah menjadi korban, kenapa Putri menangis? Apa Zia habis memukulinya? Rasanya tidak, Zia cuma memberi pelajaran dengan satu tonjokan saja, tapi seharusnya tidak sesakit itu, bahkan semalam Zia yang mendapatkan beribu-ribu luka saja tak selemah itu.

"GAK USAH ALAY ANJ*NG! DISINI YANG KORBAN GUE, BUKAN LO!"

Andri tak tinggal diam, ia menyeret tubuh Zia untuk dipaksa masuk kedalam toilet. Tapi perlakuan yang diberikan kepada Zia membuat gadis itu merintih kesakitan, bukan karena perbuatannya, tapi karena yang melakukan itu ayahnya, bahkan Zia tak menyangka dengan apa yang di perbuat oleh Andri--ayahnya.

Tangannya mengeluarkan darah segar, air mata Zia sudah tak bisa ia bendung lagi. Sedangkan Rani dan Putri yang melihat itu sama-sama saling melempar senyuman.

"Mas, cukup," ujar Rani.

Tapi sayang, wanita itu hanya ingin menjadi  hero bagi Zia, agar dianggap bunda tiri terbaik. Semua kebusukan Rani sama sekali belum diketahui oleh Andri.

Zia mendongak, menatap Rani tak suka, wanita itu benar-benar iblis. "Dasar l*nte! Gak usah sok baik, lo!!"

"Dasar anak tidak tau diri! Putri, Rani, cepat kalian keluar, anak ini memang berandalan, dia tak pantas lagi mendapatkan kasih sayang!!" Ucapan itu benar-benar keluar dari mulut Andri langsung.

Zia ditinggal sendiri, dengan tangan yang penuh luka akibat goresan cutter, luka ini sudah cukup membuat Zia tersadar, kalau ia sudah tidak akan pernah lagi mendapatkan prioritas, atau kasih sayang dari ayahnya.

***
Siang ini Zia akan dijemput oleh Bintang, celana jeans putih dan hoodie abu sudah menempel lekat di tubuhnya. Semenjak kejadian tadi pagi, pintu kamarnya sudah tak lagi di kunci, bahkan orang rumah tak akan ada lagi yang mau memperdulikan ataupun memperhatikan kehidupan Zia.

Bintang🌟
Zi, gue udah sampe
Gc! Gak terima penolakan!

Saat ia sudah sampai didepan motor Bintang, Zia langsung naik ke atas motor laki-laki itu.

"Tumben gercep, biasanya penolakan terus," ujar Bintang dengan nada heran.

Laki-laki itu mulai menjalankan motornya, menerobos sinar matahari siang hari ini. Zia masih diam tak bergeming, matanya hanya sesekali menatap jalanan yang cukup sepi.

Bintang mengambil sebelah tangan Zia untuk ia genggam, "Sebuah permasalahan pasti ada jalan keluarnya, lo harus yakin dengan itu, Zi."

"Heem, tapi gue juga boleh dong merasa lelah dengan keadaan ini," Zia tersenyum getir, berusaha menyamarkan rasa sakit yang ia rasakan.

Bintang melihat wajah gadis dibelakangnya dari kaca spion, "Kalau lo lelah ada gue, ada bahu gue yang siap jadi sandaran lo."

"Makasih lo udah baik, padahal sikap gue selama ini ke lo udah gak enak banget."

"Santai kali."

Setelah itu hanya ada suara kendaraan yang menyelimuti perjalanan mereka, entah mau kemana Bintang membawanya, yang jelas ... Sudah ada sedikit kebahagiaan untuk hari ini.

"Siapapun yang bakal dapetin lo, pasti cewek itu bakal beruntung banget. Karena lo baik, Tang." batin Zia.

TBC

Huftt, siapa yg bakal dapetin Bintang? Author aja deh, hehe:"

Seperti biasa, jangan lupa bantu promosiin ya, ini cerita masih sangat baru, belum satu Minggu;)

RUMIT!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang