16: Khawatir

72 14 2
                                    

Sudah lima menit Bintang duduk persis di depan gerbang pemakaman umum, tapi tak ada kemunculan Zia.

Rasa gelisah mulai menjadi pada diri laki-laki itu, Bintang langsung bangkit dari motornya, memasuki area pemakaman, matanya ia edarkan, melihat gadis yang tengah ia cari.

Tepat didepan sana, banyak sekali orang yang tengah berkumpul, rasa penasaran Bintang semakin menggairah, karena gadis yang ia cari belum terlihat dipandangnya.

"Maaf Pak, didanau ada apa ya?" Bintang menanyakan langsung untuk menghilangkan rasa penasarannya.

"Itu mas, tadi ada gadis yang bunuh diri di danau, baru beberapa menit yang lalu, tapi belum ada yang berani untuk mencari sebelum polisi datang," tutur pria didepannya.

Deg!

Gadis? Jangan bilang apa yang ada dipikiran Bintang benar.

"Apa gadis ini pak?"

Bintang menyodorkan sebuah foto dari handphone nya, tapi ini adalah jawaban yang begitu mengejutkan, pria didepannya mengangguk, membuat jantung Bintang berhenti berdetak, handphone yang semula berada digenggamannya terlepas begitu saja.

Seperti disambar petir, kakinya langsung berlari, menerobos keramaian yang ada, kepalanya menggeleng, ia gagal, bahkan sangat gagal untuk menjaga gadis yang Bintang cintai.

Tanpa memikirkan dan memperdulikan dirinya dan sekitarnya, Bintang langsung terjun ke danau, mencari keberadaan gadis yang ia cintai, sudah kesana kemari, tapi belum terlihat tubuh Zia.

Bintang hanya berharap, semoga ia masih bisa memeluk erat Zia, menuntun gadis itu untuk lupa akan perihal luka. Seketika tentang semua amarahnya pada Zia hilang begitu saja, kekhawatirannya jauh lebih tinggi dibanding rasa bencinya.

"Gue mohon, jangan hilang dari dunia ini,"

Bintang benar-benar tak rela jika harus kehilangan Zia, laki-laki itu sudah pasrah, tubuhnya sudah tak kuat berenang lebih jauh, tapi ini benar-benar keajaiban yang luar biasa, disaat dirinya sudah mulai menyerah, tapi penglihatannya malah menangkap tubuh seorang gadis yang tengah terpejam.

Dengan cepat, Bintang memeluk erat Zia, membawa gadis itu keluar dari air danau. Banyak sekali orang diluar sana yang mau membantu mereka, dengan tenaga seadanya, akhirnya Bintang berhasil menyelamatkan Zia.

Isaknya tak bisa ia tahan, wajah gadis itu sungguh sangat pucat, matanya yang terpejam membuat Bintang meringis.

"Zi, ayo buka matanya, gue sayang lo Zi, gue gak sanggup liat lo kaya gini,"

Bukan untuk pertama kalinya Zia memiliki niat untuk mengakhiri hidup, tapi ini adalah hal ternekat dari kelakuan sebelumnya.

Tangan Bintang menekan-nekan dada Zia, berusaha memberi pertolongan pertama untuk gadis dihadapannya.

"GUE GAK MAU KEHILANGAN LO ZI, AYO BUKA, GUE BILANG BUKA, YA BUKA!!!!"

Kali ini Bintang benar-benar frustasi dengan situasi ini, ia terus menepuk pipi Zia sambil sesekali menekan-nekan dada Zia. Tak banyak orang yang menatap keduanya haru, kisah percintaan remaja mereka sungguh membuat semuanya hanyut dalam kesedihan.

Tapi benar kata pepatah, usaha pasti akan menimbulkan sebuah hasil. Gadis yang tadinya diam seperti patung, kini bibirnya mengeluarkan air, bahkan sampai terbatuk-batuk, membuat banyak orang mengucap syukur, termasuk Bintang.

Dengan sigapnya Bintang merangkul Zia, memeluk gadis itu, memberi penghangat untuk tubuh Zia.

"Jangan lakuin ini yang bisa buat diri gue sakit," Bintang membawa Zia untuk masuk kedalam dekapannya, saling menumpahkan cairan bening dipundak keduanya.

"Gue nyerah, kenapa gue gak mati, kenapa?!" racau Zia disela-sela tangisannya.

Bintang memegang kedua pundak Zia, menaikkan dagu gadis yang ada didepannya, "ADA GUE SAMA KIA!! JANGAN PERNAH LO LAKUIN HAL GILA, ZI, GUE GAK SANGGUP KEHILANGAN LO!"

Zia hanya menggeleng lemah, memegang kepalanya sambil terus terisak, "GAK!! KALIAN SEMUA BOHONG!! GUE BENCI KALIAN!!"

Gadis itu memukul-mukul dada bidang Bintang, membuat hati Bintang tersayat beribu-ribu pisau. Keadaan gadis itu sangat parah, Bintang takut kejiwaan Zia terganggu, atau bahkan tertekan.

Bintang terkejut saat melihat Zia yang sudah berlari-lari dengan kondisinya yang berantakan, gadis itu menangis sambil terus berteriak, membuat semua orang menatap takut dan miris.

"Kok saya takut kalau gadis itu depresi ya, mba."

"Kelakuan gadis itu sama seperti adik sepupu saya yang sedang di rumah sakit jiwa."

Ucapan orang yang berada disamping Bintang jadi membuat laki-laki itu risau dengan kondisi kejiwaan Zia. Tanpa mau mendengarkan sekitarnya, Bintang langsung berlari mengejar Zia.

"ZI, JANGAN LARI!"

Gadis yang tengah Bintang kejar sama sekali tak menghiraukan ucapannya, malahan Zia asal berteriak sambil sesekali menangis meraung-raung.

"HIDUP GUE MIRIS, HIDUP GUE BERANTAKAN,"

"TUHAN JAHAT, HIDUP AKU JADI HANCUR!"

Bintang tak kuasa menahan tangis, dengan segera tangannya memeluk Zia, mendekapnya dengan sangat kencang, ia takut sesuatu akan terjadi pada Zia.

"Zia, sayang, ikut Bintang ya."

Bintang masih memaksakan bibirnya untuk tetap tersenyum. Ucapan Bintang berhasil membuat Zia menengok, menatap mata Bintang.

"LO SIAPA? MAU AJAK GUE KAMANA?! HIDUP GUE UDAH HANCUR, BAHKAN GAK ADA LAGI YANG MAU DEKET SAMA GUE, KENAPA LO MAU DEKET-DEKET SAMA GUE?!"

Bintang tak mau menjawab, ia langsung menuntun Zia untuk masuk ke dalam taksi, pilihan yang ia pilih adalah yang terbaik untuk kondisi Zia, semoga hasilnya tak benar seperti apa yang diucapkan oleh orang-orang yang berada didanau tadi.

***
Tangannya saling menyatu, membentuk pegangan yang sangat erat, gadis yang ada disampingnya hanya bisa menatap kosong, membuat hati Bintang sakit.

"Zizi sayang Bintang gak?"

Zia menoleh, tapi gadis itu malah mengeluarkan air matanya, "GUE MAU MATI!!"

Hanya itu yang keluar dari bibir Zia, gadis itu lagi-lagi berucap ingin mengakhiri hidupnya.

Bintang tak mau memperpanjang masalah, ia langsung membawa Zia kedalam ruang pemeriksaan.

"Gimana dok?" tanya Bintang penasaran.

Dokter yang ada didepannya hanya bisa menggeleng, "Kondisinya tak baik-baik saja, ada satu hal yang membuat pasien terus tertekan sehingga menyebabkan depresi seperti ini, saya menyarankan agar pasien bisa dirawat intensif sementara disini, supaya pasien sendiri bisa terbiasa menangani keluhannya, jika sudah membaik, pasien tak perlu dirawat, hanya digantikan dengan mengkonsumsi obat yang sudah diresepkan dari dokter saja."

Damn!!

Bagai terkena sengatan listrik, kondisi Zia saat ini benar-benar tak baik-baik saja, kenapa lagi-lagi yang harus menerima kepahitan Zia? Kali ini psikisnya yang terganggu, lalu setelahnya apalagi yang akan terjadi?

TBC

Vote! Komen! Promosiin!

Follow tiktok @punyabobrok

Gimana part ini? Kasian ya kondisi Zia😔

Lanjut?

Jangan lupa bantu rekomendasiin ya ke temen-temen ada grup wp

Love banyak buat yang baca💗💗💗

RUMIT!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang