Evanescent

93 23 0
                                        

1 minggu berlalu.
Nike yang sudah bosan dengan suasana rumah sakit membujuk kedua kakaknya agar ia bisa pulang kerumah.

"Kak, tolong biarkan aku pulang. Aku bosan disini," ucap Nike.

"Nike, kau harus tetap disini agar kesehatan mu terkontrol." Balas James.

"Nike, kau harus menjalankan operasi ... dan selama menunggu persetujuan ayah dan ibu kau harus tetap disni." Jelas Sam lembut.

"Tapi, aku mohon kak ... Biarkan aku pulang."
"Lagipula, ayah dan ibu tidak akan datang kesini untuk menandatangani persetujuan operasi itu," ucap Nike sendu.

Sam terdiam. Lagi-lagi dia harus berfikir keras untuk mengambil keputusan.

"Kak ... Tolong," bujuk Nike.

"huh (menghela nafas) ... Baiklah, aku akan sampaikan pada pihak rumah sakit."

"Benarkah?...  Yeay, akhirnya aku bisa pulang." Nike tampak sangat senang.

Setelah Sam mengurus izin kepulangan Nike, mereka bergegas pulang kerumah.

"Kak James, ayo kita main game," ajak Nike.

"Hah benarkah? Ayo!" Balas James dengan penuh semangat.

"Jangan terlalu lama main game nya yaa, aku akan menyiapkan makan siang untuk kalian." Ucap Sam.

"Baik kak!" Balas James dan Nike serentak.

Sam sudah terbiasa hidup mandiri, sejak kecil dia sudah banyak melakukan sesuatu sendiri.

Sam dipaksa menjadi dewasa oleh keadaan keluarga nya.
Ia harus merangkul kedua adiknya, padahal terkadang dirinya sendiri tidak bisa dirangkulnya.

"James ... Nike ... Ayo sudah waktunya makan siang, segeralah keruang makan!"

Terdengar suara Sam memanggil dari arah ruang makan.

"Nike ... Ayo berhenti dulu, kita makan siang sekarang," ucap James.

"Ah kak ... Sebentar lagi ya," bujuk Nike.

"Tidak Nike, kau harus mendengarkan kakak mu," balas James.

"Mmm ... Baiklah." ucap Nike.

Mereka berhenti bermain dan segera menuju ruang makan.

"Ayo, makanlah!" ucap Sam.

"Wah ... Kakak masak makanan kesukaan ku," ucap Nike senang.

"Iya, makanya kau harus makan banyak." Sam mengelus rambut Nike.

"Ayo makan, tunggu apa lagi." James menyela.

"Iya, makan lah," ucap Sam.

Sam memperhatikan kedua adiknya yang dengan lahap menyantap makanan di meja.

Ia tersenyum dan tanpa ia sadari air matanya mengalir.

Ia bahagia ketika melihat adiknya bahagia, namun ada banyak luka yang ia rasakan pada tawa kedua adiknya itu.

"Loh kak ... Kenapa kau tidak makan?"

Pertanyaan Nike menyadarkan Sam dari lamunannya.

Segera Sam mengusap air mata di pipinya.

"I - iya, ini aku makan," jawab Sam.

"Kak ... Kau nangis?" tanya James.

"N - nangis? ... Tidak, aku hanya kelilipan saja.  Ada banyak debu dirumah ini." Sam mengelak.

"owh baiklah," balas James.

Mereka melanjutkan makan siang nya.

Setelah makan siang, mereka duduk di ruang tengah untuk menonton televisi.

"Kak ... Aku ingin nonton kartun kesukaan ku," ucap Nike.

"Okay," balas Sam.

Selagi mereka sedang menonton tiba-tiba telepon genggam Sam berdering.

Sam mengangkat telepon nya.

"Halo, ada apa?" tanya Sam.

"Mereka sedang berada di tepi sungai Raki." Jawab seseorang dari telepon itu.

"Apa ada masalah?" tanya Sam.

"Aku lihat, mereka sedang bertengkar hebat." Jawab orang itu.

"Pantau terus mereka, aku akan kesana" ucap Sam.

"Baiklah," jawab orang itu.

Sam menutup telepon nya.

"Siapa itu kak?" tanya James.

"Teman ku."
"Sepertinya aku harus pergi sekarang, apakah kalian berani dirumah tanpa ada aku?" tanya Sam.

"Emm." James mengangguk.

"Kau mau pergi kemana? Bolehkah aku ikut?" tanya Nike.

"Ah ... Nike, maaf. Aku tak bisa membawa mu ikut dengan ku," balas Sam.

"Kenapa?" tanya Nike sendu.

Sam terdiam sejenak

"Begini saja, nanti pulang aku akan membawakan mu bungeoppang." Sam mengatakannya agar Nike tidak ikut.

"Mmm ... Janji?" Nike mengacungkan kelingking nya.

"Janji." Sam membalas sambil mengaitkan kelingking mereka.

I Am Ready Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang