"Kenzieee!" teriak Aurel dan Yana begitu memasuki kelas.
"Lo gila ya?" Tuding Aurel begitu saja.
"Lo kali yang gila!" Kenzie berujar dengan nada datar khasnya.
"Elah Zie, kita udah liat tau!" sahut Yana.
"Liat apa?"
"Liat lo ngobrol sama Kenny."
"Lo salah liat kali, gw gak pernah ngobrol sama yang namanya Kenny!" Nada ucapannya masih sama.
"Jelas-jelas kita tadi lihat lo ngobrol sama Kenny Zie!" Aurel menekankan.
"Jangan bilang lo gak tahu siapa Kenny Zie?" tebak Yana.
"Tahu. Itu yang sering kalian bicarain kan? Gw gak ngobrol sama dia." Kenzie tetap kekeuh dengan jawabannya. Atau lebih tepatnya Kenzie memang tidak tahu kalau yang tadi dia tabrak adalah Kenny si cowok populer itu.
"Kayaknya lo kelamaan bertapa Zie!" Aurel menatap Kenzie tak habis pikir.
"Kita lihat tadi Zie, lo ngobrol sama Kenny di koridor. Jangan bilang lo ngelak lagi! Mata kita masih sehat, asal lo tahu!" Gemas sekali Yana melihat Kenzie.
"Ohh itu, mana gw tahu dia Kenny." Kenzie berujar santai. Sikapnya biasa saja.
Helaan napas terdengar dari dua temannya. Ternyata selama ini mereka sering membicarakan Kenny, Kenzie tidak benar-benar tahu yang mana orangnya?
Padahal sudah sering sekali nama itu disebut-sebut seantero sekolah. Bagaimana bisa Kenzie tidak tahu?
Sepertinya kadar kecuekannya melebihi dinginnya Kutub utara. Tidak peduli sependiam atau secuek apapun seseorang setidaknya mereka harus mengetahui sekitar bukan?
"Na! Kayaknya kita harus bawa Kenzie piknik deh."
"Iya Rel, khawatir gw!"
Yang ada Kenzie heran menatap bergantian Aurel dan Yana. "Kenapa?"
"Main lo kurang jauh!" Kompak keduanya berseru tepat didepan wajah Kenzie.
"Kampret lo berdua!" umpat Kenzie. Aurel dan Yana sama-sama duduk didepan meja Kenzie, mumpung si pemilik tempat sebenarnya belum ada disini.
"Gw tahu Zie kalo lo itu cuek, tapi setidaknya lo harus tahu sesuatu yang terjadi disekitar lo. Yah walaupun pada akhirnya lo juga bakal cuek, gak peduli. Tapi itu cukup buat lo bisa menghargai." Perkataan Aurel terdengar bijak hingga membuat Kenzie terdiam sejenak memikirkannya.
Kenzie menutup bukunya. Menatap Aurel. "Gw bukannya gak peduli sama sekitar gw, gw cuma mengabaikan sesuatu yang gw anggep kurang penting untuk diketahui."
"Gak penting bukan berarti gak berguna Zie. Sesekali kita harus tahu sesuatu yang gak penting sekalipun. Nih ya gw kasih tahu, contohnya lo lagi jalan, terus ternyata lo papasan sama kucing tapi lo abai, eh tiba-tiba lo ketemu sama orang yang lagi nyari kucingnya. Gara-gara lo nganggepnya gak penting jadi lo gak tahu kucing itu bulunya kek gimana, ciri-cirinya kek apa, terus gimana bisa lo tahu itu kucing yang dicari sama orang tadi?" Aurel berhenti sejenak. Lantas berujar lagi, "Sesuatu yang lo anggap gak penting bisa jadi berguna buat orang lain."
Mendadak Kenzie dan Yana terkesima mendengar penuturan Kenzie. Setelah dipikir-pikir, perkataan Aurel tadi ada benarnya juga.
"Lo habis kerasukan apa Rel?" Yana memegang lengan Aurel.
"Kerasukan jidat lo!" Semprot Aurel.
"Masuk akal juga sih kata-kata lo. Kenapa mendadak lo berubah jadi Mario Teguh Rel?" Kenzie terkekeh diakhir kalimatnya.
"Gimana? Keren gak tuh kata-kata gw tadi?" Aurel menaik turunkan alisnya membanggakan diri. Tangannya disilangkan didepan dada.
"Heleh! Palingan copas tuh kata-kata!" ejek Yana.
"Sirik ae lo markonah!"
****
"Lo kenapa sih Ken? Dari tadi kesel mulu! Mana latihan tadi gak fokus lagi!" ujar Ryon.
"Tau nih! Ada masalah lo?" tanya Azka.
"Atau jangan-jangan lo lagi PMS Ken?" Dimas menjeda perkataannya sebentar. "Proses Menjadi Stress," sambungnya.
Ketiganya langsung tertawa mendengar ucapan random Dimas. Satu timpukan mendarat dikepala Ryon.
"Lo kali yang stress!" Saat ini mereka berempat sedang berada diruang musik untuk merefresh pikiran mereka sehabis latihan basket.
"Lo tahu kan kalo pertandingan persahabatan sebentar lagi?" ujar Azka.
"Iya tahu!"
"Jangan sampai lo jadi lengah gara-gara lo punya masalah!"
"Tenang aja, lo tahu kan gw profesional kalo soal beginian!?"
"Gw tahu, gw cuma mau bilang, kalo lo lagi ada masalah jangan dipendem doang, lo tahu kan kalo kita ada?"
"Iya iya gw tahu elah, tenang aja!"
Meski berkata demikian, ketiga temannya sebenarnya tahu kalau Kenny sedang ada masalah. Mereka sangat tahu betul bagaimana sifat Kenny. Walaupun Kenny tampak riang atau bar-bar tapi ia tak ingin membagi masalah pribadinya dengan sahabatnya. Kecuali dalam suatu kondisi tertentu.
Akan ada saatnya Kenny berbagi masalah dengan sahabatnya. Tapi tidak sekarang.
Ryon mengambil sebuah gitar dan mulai memainkannya. Akhirnya mereka membuat konser kecil-kecilan diruang tertutup yang hanya ada mereka berempat saja. Meski bukan anak band tapi mereka cukup mahir memainkan alat musik.
Bermain musik adalah salah satu hal yang membuat mereka tenang dan nyaman dalam satu waktu. Ditengah sibuknya latihan basket, musik menjadi alternatif terbaik untuk mengurangi stress buat mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adulescentia
Teen Fiction"Dan kenapa harus mereka berempat yang jadi kandidat?" Kenzie semakin tidak mengerti arah pembicaraan mereka. "Tapi kalo lo mau denger jawaban gw, gw bakal bilang gak ada yang jelek dari mereka." Belum juga Kenzie menyelesaikan kalimatnya, Yana lang...