11- j û i c h i

2 2 0
                                    

Adakah sekolah yang tak memiliki siswa pembuat onar satu pun?

Adakah sekolah yang tak memiliki siswa nakal satu pun?

Adakah sekolah yang selalu tenang tanpa ada yang membuat keributan sama sekali?

Kalau memang benar ada pastilah sangat membosankan bukan?

Dalam hidup setidaknya harus ada kejutan sesekali. Mengalami hal tak terduga, melakukan sesuatu yang berbeda dari biasanya, dan mungkin sedikit membuat masalah sepertinya tidak apa. Selama masih dalam batas wajar. Benar kan?

Siapa sih yang suka dengan pelajaran yang dianggap mematikan oleh kebanyakan siswa di dunia?

Kalau ada yang suka pastilah bukan Kenny dan kawan-kawannya. Hanya melihat angka saja membuat mereka ingin lari.

Kenny berdiri dari mejanya.

"Mau kemana lo?" tanya Dimas.

"Cabut," jawab Kenny singkat. Tanpa mengajak yang lain Kenny pergi begitu saja keluar kelas. Apalagi kalau bukan membolos?

Tanpa banyak bicara juga Ryon mengikuti arah pergi Kenny.

"Mau cabut juga?" tanya Azka. Ryon mengedikkan bahunya acuh.

Sekarang tinggal mereka berdua yang masih duduk di kursinya. Keduanya saling pandang, memikirkan rencana bolos bersama Kenny dan Ryon.

"Lo ikut juga?" tanya Azka kemudian.

Dimas yang semula duduk langsung berdiri mengejar dua temannya. "Emangnya buat apa gue disini?"

Benar-benar pertanyaan yang bodoh.

"Aisshh! Sialan kalian!" umpat Azka karna tidak ada yang sepemikiran dengannya saat ini. Ia merasa tidak boleh meninggalkan kelas matematika hari ini tapi seolah ada setan membisikkan ke telinganya, menyuruh mengikuti ketiga temannya.

"Ck! Diiimm!! Tungguin gue!" teriak Azka yang pada akhirnya memutuskan ikut membolos juga.

Dengan hati-hati mereka semua menyelinap keluar sekolah. Meski sering melakukan hal ini tapi tetap saja mereka tidak boleh sembrono jika tidak mau bertemu 'malaikat maut' alias si guru BK.

"Lo semua kenapa pada ikut sih?" ujar Kenny dengan suara lirih. Ketiganya membuntuti Kenny dari belakang layaknya maling.

"Gue gak mau menderita di sana," jawab Ryon asal. Suaranya terdengar lirih juga.

Kenny beralih menatap Dimas. "Gue juga," ujarnya.

Kemudian ketiganya menatap Azka dengan pandangan heran. "Kalo gue... solidaritas men!"

Mendengar jawaban Azka membuat yang lainnya merasa terharu. Dengan gayanya mereka saling berhigh five menunjukkan rasa solidaritas mereka.

Dengan penuh kehati-hatian, mereka melanjutkan aksinya lagi. Mengendap-endap di koridor yang sepi, bersembunyi saat kebetulan ada guru yang lewat.

Tapi sayang seribu sayang, sepertinya kali ini mereka kesulitan untuk lolos dari 'malaikat pembunuh'.

Akhirnya mereka semua memutuskan untuk berpencar dan berniat langsung bertemu ditempat biasa mereka nongkrong.

Semuanya tampak mengambil jalan yang berbeda agar bisa lolos dengan mulus. Sialnya lagi sepertinya Kenny yang akan lebih kesulitan kali ini.

Kini ia tengah bersembunyi dibalik tembok yang membatasi ruang musik. Pak Wayan kebetulan sedang berpatroli didaerah itu. Bertepatan dengan Kenzie yang tak sengaja lewat lantas melihat Kenny yang sedang mengendap-endap.

Keduanya saling pandang. Lagi-lagi gadis itu. Begitu pikir Kenny. Kekhawatiran muncul, takut gadis didepannya akan mengadukannya. Masalahnya keduanya tampak tak memiliki kesan yang baik. Kenny tidak percaya gadis didepannya akan bungkam.

Adulescentia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang