4- y o n

9 2 0
                                    

Bukan lagi anak kecil tapi tidak juga bisa dianggap dewasa.

Ya! 18 tahun adalah masa diantara keduanya. Dimana seseorang tak lagi dianggap anak kecil lagi namun terlalu dini untuk dianggap dewasa. Yang mana dikenal sebagai masa remaja. Untuk itu ada beberapa hal yang sulit untuk dimengerti oleh anak usia 18 tahun.

Disisi lain orang dewasa selalu ingin memaksakan kehendak mereka kepada seorang remaja. Masa remaja adalah masa dimana seorang anak membuat permasalahan. Hal itu sering kali terjadi. Karena remaja selalu saja penasaran akan banyak hal.

Tetapi bukan hal baik membatasi rasa keingintahuan dari seseorang. Mereka sedang berproses mencari dan menemukan sesuatu yang baik dan tidak baik untuk hidupnya. Lantas bisa menyaringnya ketika saatnya beranjak dewasa. Ini dinamakan proses mencari jati diri. Koreksi jika keliru!

Ada yang pernah mendengar kalimat seperti ini?
Habiskan rasa keingintahuan kalian ketika usia muda(remaja) hingga kalian tak lagi penasaran saat dewasa. Dengan begitu akan ada sedikit kemungkinan saja orang dewasa membuat masalah.

Oh ayolah! Apa kalian akan membolos kerja hanya karena dulu tidak pernah merasakan bolos sekolah? Kekanakan sekali. Itu hanya contoh kecil saja.

Memiliki orang tua lengkap sejak lahir lantas tiba-tiba saja kedua orang tuanya tak bisa lagi bersama untuk menemani masa pertumbuhannya. Orang tua Kenny bercerai ketika dirinya baru saja memasuki masa remaja. Hal itu sama sekali tidak dimengerti oleh Kenny selama ini. Alasan apa yang menyebabkan kedua orang tuanya memutuskan hal seperti itu?

Seberapa keras dirinya berpikir, Kenny masih belum menemukan jawabannya. Selama ini ia melihat hubungan kedua orang tuanya baik-baik saja.

Sekarang Kenny hanya tinggal berdua saja dengan papanya, dan tentunya dengan asisten rumah tangganya.

"Kenny kamu sudah pikirkan apa yang papa katakan?"

Malam ini papanya pulang lebih cepat dari biasanya. Kenny juga kebetulan tidak sedang bersama teman-temannya.

Kenny terdiam sejenak.

"Kenny gak mau ikut papa keluar negeri," ucapnya pada akhirnya.

Papanya menoleh menatap sang putra.

"Terus? Apa yang akan kamu lakukan disini? Bermain-main saja sampai lulus, begitu?" Sarkas sang papa.

"Kenny udah mau kelas 3 Pa, mana mungkin Kenny pindah keluar negeri."

"Itu yang papa coba katakan Kenny, sebentar lagi kamu sudah mau kelas 3 bukan lagi waktunya untuk bermain-main. Sudah waktunya untuk memikirkan masa depanmu, papa tahu kamu masih belum bisa menerima tapi memberontak seperti ini bukanlah sesuatu yang baik, mau sampai kapan kamu akan bermain-main seperti ini? Selama ini papa hanya membiarkan kamu tapi bukan berarti papa tidak peduli dengan apa yang kamu lakukan. Kalau kamu tidak merubah perilaku burukmu itu, itu berarti kamu harus siap meninggalkan sekolah dan ikut papa keluar negeri. Dengan begitu kamu masih dalam pengawasan papa."

Kenny menghela napas berat. Mendengar perkataan papanya yang terlihat serius membuatnya mulai berpikir.

"Kenny tetap gak mau pindah keluar negeri Pa," ujarnya kekeuh.

"Terus mau kamu apa?" Intonasi bicaranya tidak berubah sama sekali. Tegas.

Kenny terdiam menghela napas. Papanya khawatir Kenny akan semakin bebas lalu masa depannya akan berantakan karena tidak bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri jika dia ditinggalkan tanpa pengawasan.

Menyewa bodyguard untuk mengawasi juga bukan pilihan baik. Kenny bisa semakin melunjak jika itu terjadi.

"Baiklah, papa bisa meninggalkanmu disini tapi kamu harus bisa bertanggung jawab atas diri kamu sendiri. Kalau itu bisa kamu lakukan maka papa akan lega meninggalkanmu disini. Kalau tidak, papa harus memaksamu tinggal dengan mama kamu."

"Kenny gak mau!" sahutnya cepat.

"Kalau begitu mulai sekarang kamu harus bisa bertanggung jawab atas diri kamu sendiri. Kamu tidak ingin ikut dengan papa tapi juga tidak ingin tinggal ditempat mama, itu artinya kamu harus siap bertanggung jawab atas diri kamu sendiri mulai sekarang."

"Di ujian akhir semester kali ini papa ingin melihat nilai kamu meningkat. Itu artinya kamu harus berhenti bermain-main tidak jelas dan mulai belajar dengan serius. Dan ingat! Papa juga tidak ingin dengar kamu membuat ulah lagi. Kalau saja papa sampai mendapat surat panggilan kesekolah lagi karna ulah kamu, itu artinya kamu harus siap menerima konsekuensinya dari papa!"

Lagi-lagi Kenny menghela napas. Pilihan papanya tampak sulit untuk dilakukan oleh seorang Kenny. Tapi ia tidak akan mau jika disuruh tinggal bersama mamanya. Kenny sangat tahu kalau mamanya sudah menikah lagi sekitar dua tahun yang lalu. Apalagi suami dari mamanya memiliki anak laki-laki yang seumuran dengannya. Itu akan menjadi hal yang sangat menyebalkan jika mereka tinggal bersama.

Sekarang Kenny harus benar-benar memikirkan perkataan papanya.

****

"Anaknya temen mama ada yang mau masuk kedokteran lho pa!"

Percakapan di meja makan telah dimulai.

"Bagus dong ma, siapa tahu nanti bisa jadi seniornya Zoe," pekik sang papa.

"Iya Pa." Mamanya mengangguk. Beralih menatap anaknya. "Kamu tahu kan sayang, nak Yahya anaknya temen mama?"

"Iya," jawab Kenzie singkat.

"Tante Iren selalu bilang kalau anaknya itu jenius jadi kalau kamu nanti satu kampus dengan anaknya tante Iren kamu bisa belajar sama dia Zoe, bukannya itu bagus?"

"Wahh Papa pasti bangga banget kalau anak papa jadi dokter, kalau dilihat-lihat nilai kamu juga mendukung untuk masuk jurusan kedokteran Zoe, papa jadi gak sabar pengen liat anak papa pakai jaz putih."

Kenzie hanya mendengarkan papa dan mamanya berceloteh tentang masa depan yang diimpikan mereka untuk Kenzie. Meski Kenzie sendiri tidak yakin akan hal itu. Entahlah ia tidak merasakan sesuatu yang mendebarkan saat membicarakan tentang kedokteran. Yang ada dipikirannya hanyalah kekhawatiran dan ketakutan saja.

"Oh ya ma besok papa ada rapat penting jadi minta tolong bangunin papa lebih pagi ya ma," tukas sang papa.

"Kapan sih mama pernah bangunin papa siang-siang kalau gak lagi libur? Papa aja yang susah bangun!"

Arya terkekeh mendengar ucapan istrinya. Mereka tampak harmonis bukan? Kenzie juga bersyukur akan hal itu.

"Kemana saudara kamu Zoe?" tanya sang papa.

"Papa lupa ya anak itu kan kalau udah ketemu bola suka lupa waktu. Palingan sekarang lagi dirumah temennya tuh anak, kok bisa kalian berdua beda banget, heran mama!" pekik Faya, sang mama.

"Perbedaan itu indah ma, kalau Zoe kayak sodaranya udah pusing kita ma. Satu aja yang suka bikin rusuh udah pusing, gimana dua?"

"Halo Pa Ma!" teriak seorang laki-laki begitu memasuki rumah.

"Tuh kan baru aja diomongin udah nongol aja tuh bocah," tukas Arya.

"Kamu ini! Kalau masuk tuh salam yang bener!" tegur Faya.

"Iya iya assalamualaikum Papa, Mama, Zoe," ujarnya dengan menekankan kata salamnya.

"Telat!" sahut Kenzie.

"Emang gw peduli!" tukasnya tepat ditelinga Kenzie.

"Waalaikumsalam, udah sana kamu mandi dulu habis itu langsung makan, bau keringet tau," sindir sang mama.

Dengan polosnya yang disindir mencium bau ketiaknya sendiri kemudian mengusapkan ke wajah Kenzie.

"Iiihhh jorooookkk!" teriaknya.

Si biang kerok keluarga tertawa puas melihat saudarinya kesal. Sedangkan Arya dan Faya hanya bisa geleng-geleng melihat tingkah anak-anaknya.

Adulescentia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang