Suasana kelas olahraga begitu terasa pagi ini. Banyak murid yang antusias dengan kelas olahraga karena berpikir bahwa kelas ini satu-satunya yang terlepas dari buku.
Tentunya tidak semua orang menyukai kelas fisik ini. Satu orang ini sama sekali tidak menyukai sesuatu yang berhubungan dengan fisik. Apalagi dengan aktivitas-aktivitas yang berat. Semua itu melelahkan menurutnya. Lagi pula ia tidak terlalu mengusai hal di bidang olahraga.
Meski demikian Kenzie tentunya tidak bisa jika menolak mengikuti kelas ini. Kenzie tetaplah harus mendapatkan nilai walaupun bukan nilai sempurna.
Intinya dia berusaha sebaik mungkin dalam mengikuti kelas olahraga.
Semua murid sudah berada di lapangan outdoor, nenunggu instruksi selanjutnya dari guru olahraga. Beberapa saling bercengkerama santai, ada juga yang melakukan pemanasan kecil atau duduk-duduk saja sambil memperhatikan sekitar.
Suara peluit terdengar nyaring memenuhi telinga. Pak Ramon dengan benda andalannya sudah muncul ditengah lapangan. Seketika semuanya terdiam beringsut ke tengah lapangan, berbaris rapi tanpa menunggu diperintah.
Pak Ramon dikenal guru yang tegas oleh para murid. Bahkan karena ketegasannya membuat pak Ramon terkesan galak. Sebagai guru olahraga setidaknya pak Ramon tidak boleh terlihat lemah ataupun terkesan diremehkan bukan?
"Yasa! Pimpin pemanasannya!" Titah pak Ramon tanpa bisa dibantah.
Yasa dengan tampang berantakan tampak ogah-ogahan diperintah oleh pak Ramon. Setelahnya pemanasan berlangsung selama berberapa menit.
Tiba-tiba terdengar suara peluit ditiup lantang oleh pak Ramon. Semua murid bingung sekaligus terkejut dengan suara peluit yang tiba-tiba itu. Bagaimana tidak, pemanasan berjalan lancar tanpa ada yang membuat kesalahan sedikitpun.
Pak Ramon juga berteriak marah. "Berhenti kalian!" Seketika semua mata tertuju kearah pandang pak Ramon.
Terlihat 4 murid laki-laki biang masalah kepergok akan membolos. Sepertinya mereka kurang beruntung kali ini.
Pemanasan terhenti sejenak, semua siswa mulai berbibisik terutama siswa perempuan.
"Kalian kenapa berhenti! Lanjutkan pemanasannya sampai selesai!" ujar pak Ramon menyadari bahwa kelas olahraganya tiba-tiba terhenti.
Kini 4 siswa tadi terpaksa menerima kemarahan dari Pak Ramon.
"Ck! Udah gue bilang jangan lewat sini tadi, jadi ketahuan kan kita!" ujar Ryon mengeluh.
"Gawat! Habis gue kalau sampek masuk BK lagi!" Kenny teringat akan ancaman papanya.
"Yaelah napa lo baru nyadar sekarang? Kemarin-kemarin juga biasa aja masuk BK!" Azka menimpali.
"Sekarang situasinya beda dodol!" sahut Kenny.
"Sssttt! Pak Ramon dateng!" peringat Dimas.
"Apa yang kalian lakukan disini? Mau bolos lagi?" tanya Pak Ramon dengan tegas.
"Eh bapak! Enggaklah pak masa murid baik-baik kayak kita mau bolos sih?" Kenny mencoba menanggapi dengan santai. Lihatlah ketiga temannya, juga melakukan hal yang sama dengan Kenny.
"Gak usah banyak alasan!"
"Mana mungkin pak, saya cuma mau ke toilet tadi terus mereka semua malah pengin ikut." Kenny beralasan apa saja yang memungkinkan bisa membebaskannya dari hukuman. Raut wajah teman-temannya berubah, menatap Kenny.
"Kamu pikir saya bodoh? Sejak kapan jalan ke toilet jadi sebelah sini hah?"
Kenny hanya nyengir tidak jelas, gelagapan sendiri. Alasan yang dia buat ternyata malah membuatnya semakin mendapat masalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adulescentia
أدب المراهقين"Dan kenapa harus mereka berempat yang jadi kandidat?" Kenzie semakin tidak mengerti arah pembicaraan mereka. "Tapi kalo lo mau denger jawaban gw, gw bakal bilang gak ada yang jelek dari mereka." Belum juga Kenzie menyelesaikan kalimatnya, Yana lang...