19- j û k y û

2 2 0
                                    

"Rileks saja Kenzie, kamu hanya perlu mendrible sebentar lalu melemparnya ke ring sebanyak 5 kali."

Tanpa pak Ramon menjelaskan pun Kenzie sudah tahu apa yang harus dia lakukan. Masalahnya dia tidak begitu mengerti caranya agar lemparannya sempurna.

"Ok! 1 2....." Suara pluit terdengar memberi intruksi agar Kenzie mulai mendrible bolanya.

Menarik napas dalam-dalam kemudian bola ditangan Kenzie mulai memantul. Saatnya melemparkan bola ke dalam ring. Satu kali lemparan bola tidak berhasil masuk kedalamnya bahkan menyentuhnya pun tidak.

Proporsi tubuhnya memang tidak tinggi sehingga menjadi lebih sulit baginya melakukan olahraga ini.

"Sekali lagi Kenzie! Kamu harus melemparnya lebih kuat lagi, gunakan jari-jari tanganmu untuk memegang bolanya bukan telapak tangan, lakukan dengan rileks jangan tegang."

Kenzie mengangguk, melakukannya sekali lagi. Percobaan ke dua gagal lagi. Bolanya tidak berhasil masuk kedalamnya.

"Sekali lagi!"

Kenzie melakukannya lagi tapi gagal lagi. Akhirnya dengan baik hati pak Ramon memberikan contoh bagaimana cara memegang bola yang benar kemudian cara melemparkan bola hingga masuk tepat ke dalam ring.

Teorinya terdengar sangat mudah ditelinga Kenzie, namun apa daya ternyata prakteknya tidak sesederhana teorinya.

Kali ini dengan penuh keyakinan Kenzie mulai mendrible lagi bolanya, lantas dengan penuh tenaga Kenzie melemparkan bola ke arah ring.

Awalnya terlihat bagus, namun ternyata bolanya malah mengenai pinggiran ring yang membuatnya terpental.

"Aahhh!" Ringis seseorang disebelah sana. Bolanya tepat mengenai kepala Kenny yang tengah berlari.

"Siapa yang ngelempar gue!?" ujarnya marah.

Melihat temannya kesakitan, Ryon, Dimas dan Azka malah menertawainya. Inilah definisi mempunyai teman 'lucknut'.

"Kamu baik-baik saja Kenny? Tadi itu Kenzie tidak sengaja jadi bapak minta maaf, bisa kamu lemparkan bolanya?" teriak pak Ramon saat mengetahui bolanya mengenai kepala Kenny.

"Maaf pak!" Entah kenapa Kenzie malah meminta maaf kepada pak Ramon bukannya ke si korban.

"Amaan kok pak! Saya gak amnesia!" Kenny nyengir lebar meskipun dalam hati rasanya ingin memaki.

"Bagus kalau begitu! Setidaknya kamu harus ingat kalau lari kalian masih kurang 10 lagi!" pekik pak Ramon.

Kenny melemparkan bolanya kepada pak Ramon. Dengan sempurna pak Ramon berhasil menangkapnya.

"Pengen ngumpat, takut dosa. Kalau gini ceritanya gue bilang aja kalau gue amnesia atau pura-pura pingsan! Cepek gue, mana tenggorokan kering banget lagi!"

"Ternyata ke oon-an lo sudah mencapai level bahaya Ken, mana ada orang amnesia ingat kalau dirinya amnesia?"

"Oon lo!" sahut Dimas.

"Lo yang lebih oon!"

"Dasar ogeb!"

"Jangan ngatain diri sendiri kalian, gak baik!"

****

Kenzie kembali duduk bersama Aurel dan Yana ditempat tadi. Wajahnya kusut mengingat ia gagal dalam penilaian ini. Minggu depan terpaksa Kenzie harus mengulanginya lagi. Semuanya hanya diberikan batas waktu 5 menit untuk memasukkan bola. Hitungan waktu juga berpengaruh tehadap penilaian. Dan Kenzie gagal melakukannya.

Sepertinya ia harus latihan kepada sang ahli terlebih dahulu sebelum tes berikutnya.

"Gakpapa Zie, lo kan bisa ngulang lagi minggu depan, masih ada waktu."

"Lagian gak semuanya bisa kali Zie, tadi gue lihat juga ada yang gagal. Lo tenang aja gak usah terlalu dipikirin, lo bisa sakit entar!"

Aurel dan Yana sama-sama menenangkan Kenzie yang tengah bersedih.

"Tapi tadi itu lo parah sih, bisa-bisanya lo ngelempar sampai kena kepala Kenny!"

"Tau nih! Untung aja dia gak marah."

"Lo harus minta maaf Zie ke Kenny, kayaknya kepalanya tadi kesakitan banget deh!"

"Kenapa? Dia bilang tadi baik-baik aja, lagian gue kan gak sengaja."

"Sengaja, gak sengaja tetep aja yang namanya melakukan kesalahan tuh harus minta maaf Zie! Gimana sih lo!"

"Bener tuh Zie, lo harus minta maaf sama Kenny!"

"Tadikan udah, pak Ramon tadi juga udah bilang minta maaf, kenapa gue harus bilang lagi?"

"Haduuhh Kenziee! Tetep aja lo yang salah, lo gak lihat tadi wajah Kenny kayak terpaksa gitu waktu bilang baik-baik aja?"

"Mana gue tahu!"

"Makanya ini gue kasih tahu Kenziee sayanggg!"

"Intinya lo harus minta maaf Zie, lagian cuma minta maaf doang habis itu udah."

"Ya tapikan belum tentu juga dimaafin, yang ada entar malah malu-maluin gue lagi!"

"Itu kan urusan nanti Zie, yang penting lo udah mau minta maaf!"

Kenzie menghela napasnya berat. Bagaimana caranya meminta maaf, dia saja jarang dan hampir tidak pernah bertemu dengan Kenny. Pasti nanti bakalan canggung sekali.

"Yaudah iya, entar kapan-kapan gue minta maaf deh kalau sempet!"

"Aneh lo!"

"Mana ada minta maaf kapan-kapan, keburu nambah dosa lo Zie!"

"Au ah, gue mau istirahat dulu deh, giliran gw udah selesai." Tanpa mempedulikan teman-temannya lagi, Kenzie pergi ke kantin membeli minuman dingin untuk menyegarkan pikirannya yang masih gelisah memikirkan soal ujiannya yang gagal.

Tak lupa dia mengambil dua kaleng minuman dingin untuk kedua temannya nanti. Beruntung Kenzie baik hati membelikan mereka secara cuma-cuma. Yahh begitulah sifat Kenzie, ia tidak akan perhitungan dan sangat dermawan kepada orang-orang yang dekat dengannya.

Tepat setelah Kenzie menutup pintu lemari pendingin, tiba-tiba satu kaleng minuman ditangannya disahut oleh tangan besar seseorang.

Kenzie terkejut dengan aksinya yang tiba-tiba. Ia hanya bisa melongo menatap minumannya ditenggak habis oleh Kenny.

"Anggap aja ini permintaan maaf lo karena ngelempar bola ke kepala gue!" ujar Kenny.

Tadinya Kenzie hendak marah karena mengambil sembarang milik orang. Tapi mendengar ucapan Kenny, membuatnya berpikir, dengan ini ia tidak perlu minta maaf lagi seperti yang dikatakan Aurel dan Yana bukan?

Ternyata hal ini bisa sangat mudah. Satu masalah akhirnya terselesaikan. Begitu pikirnya.

"Oke!" Kenzie menyetujuinya. Ia mengambil satu kaleng lagi sebagai ganti dari minuman yang diambil Kenny. Kemudian pergi membayar tanpa mengatakan apapun lagi. Begitulah Kenzie. Itu memang sifatnya, mau bagaimana lagi.

"Enak banget lo habis malak!" pekik Dimas.

"Malak your eyes! Ini karena tadi dia yang bikin kepala gue pusing, mana harus lari lagi!"

"Lo juga jangan lupa kesepakatan kita!" sahut Ryon mengingatkan kekalahan Dimas waktu itu saat bermain game di rumah Kenny.

"Habis ini bisa jadi tunawisma gw."

"Lebay lo!"

"Ribet amat sih hidup kalian! Minggir! gw mau ambil minum!" Azka menerobos, membuka jalan antara Ryon dan Dimas karena menutupi lemari pendinginnya.

_

Jangan lupa tinggalkan jejak ya ^•^

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 5 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Adulescentia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang