Prolog

441 23 0
                                    

"Lo gak tau rasanya jadi gue! Sakit Rin, sakit!" Anya menatap sendu ke arah Karin. "Lo gak tau rasanya dibenci sama orangtua lo! Lo gak tau rasanya dibenci sama Abang sendiri! Lo gak tau rasanya jatuh berkali-kali di jurang yang sama! LO GAK TAU ITU RIN!" Dada Anya naik turun. Gadis berambut ikal itu menatap manik mata Karin dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Stop Nya, stop!" Karin memeluk erat tubuh sahabatnya. Tangisnya seketika pecah, ia tak bisa melihat Anya seperti ini bagaimanapun juga Anya adalah sahabat satu-satunya.

"Gue capek! Gue mau pergi, gue mau nyusul Anka, Rin ...," lirih Anya dengan pelan. Seketika pandangan gadis itu mengabur.

Brugh!

Tubuh mungil Anya jatuh di pelukan Karin. Wajah cantiknya terlihat lelah, bekas tamparan dari Keyla masih tercetak jelas di sana.

Karin semakin memeluk tubuh Anya dengan tangisan pilu. Dia tau bagaimana keadaan Anya sekarang.

***

"Ken, pulang sekolah nanti temenin gue ke dokter yah."

"Lo sakit?" Anya menggeleng pelan. Gadis itu masih tidak mau jujur dengan penyakitnya sekarang kepada pemuda yang saat ini menyandang sebagai pacar dari Anya Alexander.

"Mau yah?" tanya Anya sekali lagi.

"Maaf, By. Kayaknya gak bisa deh, aku hari ini ada janji sama temen."

Lagi ... Anya tersenyum miris. Temen yang disebut oleh Keano tak lain adalah Keyla. Kenapa harus berbohong sih?

Anya tersenyum semanis mungkin, menunjukkan bahwa gadis itu baik-baik saja, tapi faktanya ia sedang tidak baik-baik saja.

"Gak papa 'kan?"

Anya menggeleng membuat senyuman manis tercetak jelas di wajah pemuda itu.

Keano mengacak-acak rambut Anya gemas, lalu beralih mencubit pelan pipi tembam milik Anya.

'Hati aku sakit, Ken. Sakit banget!'

"Aku pergi, yah. Jaga diri kamu, maaf aku gak bisa anterin kamu pulang."

"Kamu juga hati-hati yah." Pemuda itu mengangguk.

Anya menatap punggung Keano yang sudah tidak terlihat. Gadis itu tersenyum miris, dunia tidak adil padanya.

"Cie, yang lagi galau ditinggal pacar." Suara yang terasa familiar terdengar jelas di telinga Anya. Tanpa menoleh pun ia sudah tau siapa orangnya, siapalagi kalau bukan Devano Arkaneo. Cowok songong dengan kenakalan paling atas.

"Ngapain lo? Ganggu aja! Pergi sono jauh-jauh!" seru Anya menatap sinis.

Devano terkekeh. Cowok itu memang tampan, tapi kalau diingat dia adalah murid teladan yang setiap harinya memenuhi buku BK kayaknya gak deh.

"Lepasin tangan gue! Lo mau bawak gue ke mana?"

"Berisik! Tadi katanya mau ke Dokter." Anya terdiam. Apa Devano mendengar semua ucapannya dengan Keano tadi?

***

"Mbak Anya saya ingin berbicara dengan anda mengenai penyakit anda. Bisa kita berbicara berdua saja?" Dokter Hans menatap Devano yang sedari tadi hanya menyimak keduanya.

Devano yang mengerti langsung keluar dari ruangannya, tapi cowok itu tidak benar-benar keluar. Cowok itu berdiri di depan pintu, mendengarkan semua perkataan Dokter Hans. Dia sedikit terkejut mengenai penyakit yang diderita oleh Anya. Pasalnya gadis bermulut tajam itu selalu ceria, tidak pernah menunjukkan bahwa ia sedang sakit. Terlebih lagi ini adalah penyakit yang cukup serius.

Leukimia stadium dua. Tidak ada kemoterapi yang dilakukan oleh Anya, gadis itu terlihat tenang dan santai seolah-olah penyakit ini tidak ada artinya. Devano mengerti, gadis itu ceria hanya untuk menutupi keadaannya, sungguh gadis yang malang.

Tring!

Ponsel Devano berbunyi. Lima pesan dari Lion terpampang di benda pipih itu. Ada dua foto yang Lion kirim, foto itu tak lain adalah Keano, pacar Anya. Matanya menyipit saat melihat Keyla yang duduk di depannya dengan senyuman lebar.

Devano meremas ponselnya, wajah yang sehari-harinya terlihat tengil kini terlihat dingin dan datar. Anya memang bukan siapa-siapanya, tapi dia juga manusia laki-laki itu memahami betul perasaan wanita itu. Dia berjanji akan merebut Anya dari Keano, laki-laki banci itu tidak pantas mendapatkan Bidadari seperti Anya.

Bersambung

Jangan lupa vote🤙

Story Anya (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang