"Bagus kamu, yah. Anak perempuan pulang sekolah bukannya langsung pulang malah keluyuran gak jelas. MAU BUAT SAYA MALU HAHH?! bentak Ceril. Satya hanya menatap kedua wanita itu tanpa berniat melerai perbuatan mamanya. Baginya ini adalah tontonan yang sangat asik.
Plak!
"Dasar anak pembawa sial! Enyah kamu dari hadapan saya!"Ceril menampar kuat pipi putrinya itu, sangking kuatnya Anya sampai terjerembab di lantai.
Anya, gadis itu hanya terdiam dengan tatapan kosong. Tak ada air mata yang biasanya mengalir deras saat kata-kata tak pantas yang dikeluarkan oleh keluarganya untuk dirinya.
Kepalanya masih sangat pusing, tapi sang mama seakan-akan tak berhenti untuk memarahinya. Gadis itu telat pulang hanya karena ingin kontrol ke Rumah Sakit.
"ANYA!"
Ya Tuhan, kenapa sulit sekali rasanya untuk bahagia walau hanya sedetik pun.
Belum lagi bentakan yang dikeluarkan dari mulut pedas sang mama berhenti, kini gadis malang ini harus menerima bentakan dari sang Papa. Cinta pertamanya seorang putri.
"Belum ada satu bulan saya beri kamu uang jajan, sekarang uang itu habis? Kamu ke mana 'kan semuanya, Anya! Berfoya-foya, Iyah?!"
'Andai Papa tau, kalau uang itu aku pakai buat pengobatan aku.'
"Palingan juga dibuat shoping sama dia, Pa," ujar Satya menimpali dengan senyuman miring.
Anya memejamkan matanya, menikmati semua bentakan-bentakan yang dilontarkan kedua orangtuanya. Percuma saja mengatakan yang sejujurnya, mereka juga pasti tidak akan percaya.
Anya tersentak kaget saat tangannya ditarik kuat oleh Zean. Laki-laki paruh baya itu menghempaskan tubuh Anya di dekat tangga. Sangking kuatnya kepalanya sampai terbentur dengan keras, sehingga menimbulkan suara yang kuat. Darah segar langsung keluar dari pelipis Anya, hidungnya juga ikut mengeluarkan darah, tapi gadis itu sama sekali tidak membalas bentakan dari sang Papa. Dia lebih memilih pergi ke kamar tidak menghiraukan ocehan orangtuanya.
"Saya malu punya anak seperti kamu! Mulai sekarang uang jajan kamu saya STOP!" teriak Zean yang semakin membuat hati Anya teriris. Bukan karena uang jajan yang akan dipotong, tapi tentang perasaan. Anak mana yang kuat jika ada di posisi seperti Anya.
Darah yang keluar dari dahi Anya meninggalkan bekas di tangga. Ada perasaan khawatir dan tak tega melihat sang putri seperti itu, tapi sekali lagi ego telah membutakan mereka berdua begitu juga dengan Satya.
***
"Gue juga anak mereka, tapi kenapa nasib gue gak pernah beruntung, sih? Kalau boleh milih ... gue lebih milih mati." Pandangan matanya kosong, gadis cantik berambut ikal itu memejamkan matanya secara perlahan saat guyuran dari air shower menerpa wajah cantiknya.
Luka di kepalanya tak sebanding dengan rasa sakit di hatinya. Saat ini Anya benar-benar membutuhkan seseorang sebagai sandaran.
Pusing di kepalanya tidak berhenti, malah semakin berdenyut sakit. Anya sudah tidak tahan, tubuhnya melemah, wajah putihnya yang natural kini nampak memucat ia tak perduli jika sekarang ia akan mati atau tidak yang jelas saat ini dia hanya ingin merasakan kebahagiaan walau hanya sebentar saja.
***
"Anya, lo sakit? Muka lo pucet banget, gue antar ke UKS mau, yah?" pinta Karin dengan wajah memelas.
Anya menggelengkan kepalanya. Gadis itu meletakkan kepalanya di atas meja dengan tangan sebagai tumpuannya.
Karin tidak tinggal diam, ia terus membujuk sahabatnya itu, tapi lagi-lagi gadis itu hanya menggelengkan kepalanya.
Devano, cowok badung yang melintas di depan kelas Anya itu tak sengaja melirik ke arah kelas Anya. Dia mendapati Anya yang tertidur di atas meja, wajahnya sedikit memucat dengan pipi memerah. Bohong, jika cowok itu tidak khawatir dengan keadaan gadis bermulut tajam itu, setelah mengetahui fakta tentang penyakitnya membuat rasa penasaran dan ingin melindungi tiba-tiba saja terlintas dipikiran Dev.
Tanpa persetujuan dari sang pemilik tubuh, Dev menggendong tubuh mungil Anya. Dia tak menghiraukan teriakan dari Karin, cowok itu terus berjalan menuju UKS. Banyak tatapan bertanya-tanya dan bisik-bisik dari siswa-siswi sekolah Bayangkara, tapi Dev seakan tak memperdulikan sekitarnya, dia menulikan pendengarannya.
Keano yang baru masuk ke area sekolah dengan Keyla di belakangnya menatap Anya yang sedang di gendong oleh Dev. Tangannya terkepal kuat, rahang kokohnya mengeras menandakan ia sedang marah. Keyla yang melihatnya langsung tersenyum smirk, gadis itu akan memanas-manasi Keano.
Dengan wajah yang dibuat-buat Keyla mulai melancarkan aksinya.
"Itu bukannya Anya, yah, pacar kamu? Kok sama Devano sih?" Keano semakin mengepalkan tangannya, sedangkan gadis di sampingnya itu semakin menyunggingkan senyum iblis.
Keano langsung meninggalkan Keyla di parkiran. Saat ini laki-laki itu berjalan menuju UKS.
Dari jendela Keano dapat melihat jelas bagaimana cara Dev memberikan perhatian lebih terhadap Anya.
"Kenapa lo? Tumben-tumbenan cewek bermulut pedas kayak lo tiba-tiba diam? Kayaknya gue bakal ngadain syukuran atas diamnya seorang Anya Alexander." Dev terkekeh geli. Percayalah Dev hanya ingin membuat Anya tersenyum.
"Pergi lo!" Anya mengusir dengan wajah datar.
"Sayangnya gue gak mau."
Anya mencibikkan bibirnya kesal lalu, memutar bola matanya malas. Netra gadis itu membulat saat Dev mendekatkan wajahnya, Keano yang melihat adegan itu langsung masuk dan menghajar Dev.
"Bagus lo, yah. Sempat-sempatnya lo mesra-mesraan sedangkan lo sendiri punya pacar. MURAHAN!" Keano mengepalkan tangannya. Cowok berwajah tampan itu kembali menghajar tubuh Dev yang sudah tersungkur dan Dev tidak tinggal diam. Laki-laki itu juga membalas pukulan yang dilayangkan Keano tentu saja Dev yang menang.
Anya mencoba membantu Keano, tapi dengan cepat laki-laki itu menepis tangan Anya lalu, pergi meninggalkan Anya dan Dev.
"PUAS LO?!" Anya membentak Dev. Air matanya mulai mengalir, tapi dengan cepat Dev menghapusnya. Cowok itu membawa Anya ke dalam dekapannya tak perduli walau gadis itu memberontak bahkan tak jarang memukuli dada bidangnya.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Anya (ON GOING)
ספרות נוער"Lo gak tau rasanya jadi gue! Sakit Rin, sakit!" Anya menatap sendu ke arah Karin. "Lo gak tau rasanya dibenci sama orangtua lo! Lo gak tau rasanya dibenci sama Abang sendiri! Lo gak tau rasanya jatuh berkali-kali di jurang yang sama! LO GAK TAU ITU...