2• Bakat?

7 1 0
                                    

•🦋•

"Bukankah sebuah bakat tercipta sejak lahir? Tapi, ada juga yang namanya bakat terpendam"

•🦋•

"Permisi" ucap Levi dengan sopan sembari membuka pintu ruangan sedikit. Seorang wanita dewasa menyambutnya dengan ramah, "silahkan masuk."

Levi pun masuk dengan penuh kehati-hatian karena ini pertama kalinya ia memasuki ruang BK. Banyak yang mengatakan ketika masuk ruang BK sama halnya dengan masuk penjara, dan Levi merasakan atmosfer itu. Ia bingung pasalnya ia merasa tidak melakukan sesuatu yang melanggar aturan, tapi kenapa ia dipanggil ke ruang BK? karena biasanya murid bermasalah lah yang sering masuk ruangan ini. Mata Levi berkeliling dengan tubuh bergetar, sampai ia sulit bernafas karena takut.

Levi menatap wanita yang sedang sibuk dengan laptop putihnya, ia memberanikan diri untuk bertanya meskipun terbata-bata, "a... ada apa bu guru memanggil saya kesini?" tanyanya masih dengan keadaan berdiri.

"Sebentar, saya selesaikan pekerjaan saya dulu. Kamu duduk dulu" jawabnya sambil menatap Levi dengan senyuman.

Levi mengangguk lalu duduk dengan getaran ditubuhnya yang perlahan memudar. Ternyata guru BKnya tidak seperti yang diceritakan orang-orang, tidak terlihat galak dan menakutkan melainkan ramah dan murah senyum, tetapi orang seperti itu kalau marah biasanya sangatlah menakutkan. Levi segera menepis pikiran buruknya dan bersikap tenang.

"Sahala Mauren Levi, benar?" tanyanya dengan tangan memegang sebuah kertas.

"Benar" jawabnya tanpa ragu namun dengan kebingungan.

Guru itu menyodorkan kertas itu, "kamu belum melengkapi formulir tersebut, bagian minat dan bakat serta rencana masa depan masih kosong. Bukannya saya menyuruh semua murid untuk mengisi tanpa ada satu kolompun yang kosong?" tanyanya dibalas anggukan dengan rasa bersalah dari Levi. "Jadi, kenapa punya kamu masih kosong?"

Levi menggigit bibir bawahnya, "sa.. saya tidak tahu harus mengisi apa di kolom itu bu" jawab Levi membuat Friska -nama guru BK- mengernyit.

"Kenapa tidak tahu?" tanya Friska tidak diberi jawaban oleh Levi, "kalau ada kesulitan kamu bisa berkonsultasi sama bu guru, temui saya, saya akan bantu kamu" ujarnya dengan lembut.

Levi meneguk silavanya ia menatap ke atas, ke langit-langit ruangan, rasanya ada yang aneh dengan matanya. Friska terkejut melihat wajah Levi yang sepertinya hendak menangis, ia jadi merasa bersalah, "eh, kenapa?"

Mustahil Levi bisa menahan air matanya, bulirnya mengalir begitu saja dengan hangat, "sa... saya..." ia jadi terisak, "tidak tahu bakat saya apa bu..." bulir air matanys bertambah deras, "dan kedepannya saya mau menjadi apa saya tidak tahu, karena..." ia berusaha keras menahan isakan, namun gagal. Ia merunduk dan melanjutkan perkataannya dengan lirih, " saya tidak bisa apa-apa" ia sesenggukan menatap kebawah sepatunya.

Friska terdiam, lalu mendekat menatap lekat Levi, "tidak apa-apa, sekarang mari kita cari tahu" ucapnya membuat mata Levi terbuka dan mengangkat pandangannya, menatap balik gurunya.

"Bagaimana caranya?" tanya Levi benar-benar bingung.

"Dengan ini" ucapnya sambil memutar laptopnya jadi menghadap ke Levi. Sebuah video terputar di layar itu, video yang menampilkan ia tengah menari di depan kelas dengan banyak orang yang terdiam menonton aksi itu membuat Levi membungkam mulutnya karena tidak percaya kalau kemarin dia benar-bensr menari. Ia mendekatkan matanya untuk melihat lebih detail, apakah gadis di dalam video benar dirinya?

I'm not Ballerina [Revisi On Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang