Bab 10

6.8K 689 176
                                    

Hari Selasa, Dimas bangun lebih awal.

"Tumben uda datang Pak?!" Tanya Arif yang selalu datang lebih dulu. Dimas datang saat Arif mengelap pintu kaca lantai 3.

"Emang kenapa Rif?! Ini kan kantorku... " Kata Dimas dengan nada tak nyaman. Nggak mungkin donk si bos ngaku kangen sama karyawan nya.

"Iya Pak maaf.... "

'Baper amat sich. Kan aku cuma tanya. Tau kok kalo situ yang punya kantor. Jiwa raga ku pun milik anda Pak... ' batin Arif dengan sabar.

Satu per satu mereka datang, dan setiap membuka pintu Arif mengingatkan mereka.

"Ssssttt... bapak uda datang. Kayak nya lagi sensi. Jangan tanya kenapa ya....tadi saya uda kena...Siaga 3!" Bisik Arif seolah mengadu.

Suasana pagi yang biasanya say hello atau curhat tentang kemacetan atau sarapan, kali ini tidak ada pembicaraan.
Arif berhasil menggiring opini.

Keheningan ini membuat Saras merasa canggung.

"Mbak! Aku mesti gimana?" Saras memberanikan ke meja Rima yang ada di sebelah nya.

"Urusi kerjaan kamu aja Ras... "

"Aku kebawah aja lah....." Ucap Saras kuatir.

"Ngapain? Kamu melarikan diri?!"

"Pak Arif sich bikin takut...."

"Pokoknya yang dia minta harus ada."

Saras menarik nafas gusar.

"Kira-kira dia sensi kenapa ya mbak? Liat tagihan gathering kemarin kali ya?"

Rima mengikik dan memukul Saras.

"Anggaran itu uda ada tiap tahun."

Tiba-tiba telpon yang ada di meja Saras berbunyi.

"Ayu?!" Dimas menyapa.

"Iya Pak?" Jawab Saras.
Suara gadis ini membuat hati Dimas berdesir.

"Kita visit ke supermarket di wilayah timur. Aku mau liat barang."

"Biasanya kan marketing Pak yang kontrol atau merchandise display...."

"Sebenarnya aku cuma mau menjaga komunikasi aja sama pemilik atau perwakilan nya...
Kamu mau ikut atau nggak? Kalo nggak ikut ya nggak papa..."

"Iya Pak... Saya ikut... "

"Jam 10 kita berangkat!"

"Baik Pak... "

Sejak di perjalanan mereka saling diam, kali ini Dimas yang mengemudi.

Saras mengira suasana hati Dimas sedang tidak baik atau kelelahan karena acara kemarin, lalu lanjut acara keluarga.

Diamnya Dimas karena dia berpikir.
Dimas harus meyakinkan dirinya, apakah dia mempunyai rasa lebih kepada Saras.

Namun tubuh Dimas tidak bisa berbohong.
Sejak keluar dari ruangan dan melihat Saras, detak jantung berdetak kencang.

Sejak di rumah, Dimas sudah merancang dan merencanakan topik pembicaraan hari ini.
Tapi entah kenapa mendadak otaknya tidak bekerja dengan normal.

Tanpa sadar ia menghembuskan nafas nya secara kasar.

"Bapak capek ya? Ngantuk? Mau saya gantikan?" Tanya Saras.
Sebagai pegawai dia tahu diri apa yang harus dilakukan.

"Nggak papa Ay... "

"Bapak kayaknya kurang tidur... "

'Iya! Mikirin kamu!' batin Dimas. Memang semalam pria ini susah memejamkan mata, karena terlalu senang akan bertemu Saras esok hari.

#8 MELETAKKAN HATI (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang