BAB 30

6.1K 610 133
                                    

Telpon dari Gita tadi memberi tahu jika ada acara pembubaran panitia reuni.

"Reuninya kan uda lama? Lagian, mas itu bukan panitia. Mas donatur kan?" Tanya Saras ketika mereka di rumah.
Dia hendak merebahkan tubuhnya di ranjang. Punggungnya terasa pegal.

"Iya. Semua donatur juga di undang, Ay. Nggak cuma aku aja." Kata Dimas menjelaskan dengan sabar. Pria ini ikut menyusul istrinya, terbaring di sebelah Saras.

"Emang kapan acaranya?" Saras terus bertanya.

"Katanya bulan depan."

"Bulan depan? Itu kan_"

"Aku tau. Itu jadwalnya anak kita lahir." Potong Dimas.

"Terus gimana? Mas tetep datang?"

"Aku liat dulu. Mereka ngadain tanggal berapa? Kalo terlalu mepet, ya aku nggak datang."

"Ngapain sich pake acara pembubaran acara segala?" Kata Saras. Sebenarnya dia keberatan jika suaminya datang ke acara kumpul-kumpul lagi. Dia takut Dimas tergoda. Tapi Saras ingat apa yang diucapkan Nesa dan Nila. Jangan terlalu mengekang suami, ntar malah kabur.

"Untuk pemberitahuan anggaran yang uda di pakai."

"Kenapa kasih laporan baru sekarang?"

"Aku juga nggak tau Ay. Mungkin pada sibuk. Kalo kamu nggak ngijinin, aku nggak bakal datang kok.... "

"Aku nggak ngelarang, mas. Cuma aneh aja. Reuninya kapan, laporan dan pembubarannya kapan."

Dimas tahu, istrinya tidak akan bicara jujur. Tapi dari nada bicaranya, Saras keberatan jika ia datang ke acara itu.

"Ya uda, kalo pun aku datang, aku pasti ngajak kamu. Aku nggak mau, kamu sendirian di rumah."

"Mas nggak malu ngajak aku? Perut aku besar lho!" Kata Saras dan mengusap perutnya.

"Perut kamu besar soalnya ada anakku, Ay. Justru aku bangga donk. Program tanam singkong kita berhasil." Goda Dimas dan meletakkan tangannya di perut istrinya juga, lalu dia mengusap dengan kasih sayang.

"Aku tau kamu cemburu. Aku juga tau kamu kuatir kalo aku macem-macem. Aku seneng kamu punya rasa itu ke aku. Itu buktinya, kamu sayang ke aku. Kamu percaya aku kan?" tanya Dimas dan melihat ke istrinya.

"Aku percaya sama mas. Tapi aku nggak percaya sama setan yang bisa setiap saat menggoyahkan iman mas. Apalagi teman-teman mas itu cantik dan_"

"Ssssstttttttt. Kamu ikut aja ya? Ntar aku yang kasih usul tanggalnya. Kalo bisa sebelum kamu lahiran." potong Dimas memenangkan istrinya.

"Ntar aku bilang, aku bisanya tanggal sekian. Lewat itu, aku nggak bisa." Lanjut suami Saras.

"Kalo misalnya mereka nggak mau, gimana?"

"Ya nggak datang. Nggak usah di pikir, ntar kamu nangis lagi." Goda Dimas dan membuat Saras terkekeh.

"Aku nyebelin ya mas kalo nangis gitu?" Tanya Saras.
Pertanyaan ini membuat Dimas benar-benar berpikir.
Dia harus menjawab dengan hati-hati.
Karena jika Dimas salah ucap, pasti istrinya ngambek lagi. 

"Ayu sadar ya kalo Ayu sering ngambek? Sering nangis?" Tanya Dimas dengan hangat.

"Aku tau. Kadang aku berusaha cuek kayak biasanya, tapi tetep aja di bawa ke hati. Kenapa aku cengeng gini sich mas?" Kata Saras dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Detik berikutnya airmata nya keluar di sudut matanya.

"Lha?! Kok nangis?" Tanya Dimas dengan tersenyum. Dia mengusap airmata istrinya.

"Soalnya aku ngerasa nggak enak sama mas. Mas sering aku omelin. Kadang mas di marahi mami gara-gara aku. Aku sebel sama aku sendiri. Aku juga kasihan sama mas... "

#8 MELETAKKAN HATI (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang