Bab 7

200 38 0
                                    

*Happy Reading*

Aku mengerjap takjub. Melihat pria tua bangka itu langsung lari tunggang langgang hanya dengan ucapan singkat pria bule di sampingku ini.

Pria bule? Ah, iya, pria yang tadi menolong itu memang bule yang waktu itu nebeng ojeg mobil padaku.

Nah, iya. Bule yang itu!

Aduh siapa ya namanya. Lupa aku tuh. Ammar atau Ammir, ya? Ah, pokoknya bule yang itu aja. Yang waktu itu nebeng dan cuma bayar aku pake kartu nama.

Asli, aku tuh masih lumayan kesel kalau inget itu. Soalnya ....

Bisa-bisanya aku terperdaya sama kegantengannya yang memang tidak usah di ragukan lagi. Tapi ....

Emang gantengnya gak ketulungan sih nih cowok sebiji. Heran aku. Emaknya dulu ngidam apaan, ya? Sampe punya anak seganteng dia?

Okeh, cukup sampai di sana flasback-nya. Mari kita kembali ke masa sekarang. Di mana aku tidak menyangka akan bertemu lagi dengan bule ini, dengan situasi yang terbalik seperti ini.

Iya, kebalik! Kalau dulu aku yang nyelametin dia dari hukuman telat di kantornya. Sekarang dia yang nyelametin aku dari pria bangkotan buaya darat itu.

Serius, deh. Nih cowok makin mengkhawatirkan. Udah waktu itu dia buru-buru kek di kejar maling. Sekarang cuma dengan ucapan singkatnya saja. Bisa membuat orang ngacir tunggang langgang.

Bukan hanya itu. Tuh bangkotan bahkan langsung menunduk minta ampun pada bule ini. Sambil minta maaf dan berjanji gak akan berani lagi deketin aku.

Kan? Gimana aku gak suudzon coba sama nih cowok? Jangan-jangan dia ini mafia sebenarnya.

Ih ... serem!

Lalu, demi memastikan semuanya. Aku pun melirik pria bule ini, dan menatapnya lekat-lekat.

Sayangnya, setelahnya aku malah jadi salfok lagi sama wajah kerennya itu.

Ah, mata sialan!

"Kenapa melihat saya seperti itu? Kamu lupa sama saya?" tanyanya kemudian, dengan alis terangkat satu.

"Mana mungkin! Anda kan belum bayar uang bensin sama saya!" sahutku cepat. Bahkan lebih cepat dari yang aku sadari.

Anehnya, pria itu malah tergelak renyah mendengar jawabanku.

Lah, kok?

"Seriusly? Kamu ... di antara semua hal yang ada pada pertemuan kita, kamu lebih mengingat itu dari pada wajah tampan saya?"

Dih! Sombong banget, sih? Mentang beneran ganteng. Harus banget ya di umumin kek gitu?

"Lho, tapi itu kenyataannya, kan? Anda memang belum bayar uang bensin waktu itu!" Balasku tak mau kalah.

"Ya, memang. Tapi--"

"Ammar, sayang!!"

Belum selesai pria bule itu melanjutkan kalimatnya. Seorang wanita bergincu merah merona tiba-tiba muncul, dan langsung bergelayut manja pada lengan kekarnya.

Eh, eh, makhluk apa ini?

Setelah itu, wanita menor yang juga memakai dress super pendek dan belahan dada rendah itu pun dengan kurang ajarnya mengusap-usap dada bidang Ammar. Membuat aku refleks melotot horor.

Kupret! Tuh tangan minta di patahin kayaknya. Seenaknya aja megang-megang Ammar. Tangan laknat!

Bukan hanya itu, wanita itu juga seperti Sengaja menggesek-gesek dadanya pada Ammar dan mendesah di bawah rahang tegas Ammar.

Kanjeng Ratu Minta Mantu (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang