Bab 12

225 48 9
                                    

*Happy Reading*

"Bang, Al?" gumamku kemudian, dengan rasa bersalah karena kelalaianku.

"Maaf, Bang. Nur--"

"Loh, Pak Ammar. Anda sudah datang?"

Eh? Loh, kok? Aku malah dicuekin gitu sama Bang Al, dan dia lebih memilih menyalami Ammar di sebelahku.

"Ya, baru saja. Tapi langsung melihat Nur di sini, jadi saya menyapanya," jawab Ammar lugas, seraya melirikku.

Tak ayal, ucapannya itu pun membuat alis Bang Al bertaut dalam, dan ikut melirik ke arahku dengan tatapan selidik.

"Bapak kenal adik saya?" Lalu, Bang Al pun menyuarakan keheranannya.

"Loh? Dia adik kamu?" Namun Ammar malah bertanya balik tak kalah bingungnya.

Alhasil, mereka pun sama-mana menatapku dengan tatapan minta penjelasan, membuat aku juga ikutan bingung sekarang. Karena ....

Apanya yang mau aku jelasin, coba? Lah, aku aja gak tahu kalau mereka saling kenal.

"Nur? Kok kamu gak pernah cerita sama Abang kalau kenal Pak Ammar?" tuntut Bang Al.

Aduh? Gimana ini jelasinnya? Pasti Bang Al salah paham, nih. Dikiranya aku mulai nakal, udah mulai berani deket sama cowok dibelakangnya.

Bukan apa-apa. Kalian harus tahu jika Bang Al ini sebenarnya lumayan posesif sama aku. Ya ... namanya juga cowok satu-satunya di Rumah. Jadi, dia tuh kayak punya tanggung jawab gitu neglindungi aku sama emak.

Wajar sih kalau dia jadi curiga gini sama aku.

"Anu ... Nur ... sebenarnya gak terlalu kenal kok, sama Pak Ammar. Cuma ... kami pernah ketemu saja."

Aku bingung harus jelasin kek mana tentang Ammar. Karena seperti yang pernah aku bilang. Aku tuh gak tahu apa-apa soal pria ini. Kecuali bule yang nunggak uang bensin, dan nyelametin aku dari om-om girang tempo hari.

Ah, ya. Sama yang beliin aku gamis mahal juga. Jangan lupakan itu!

Nah, selebihnya aku gak tahu apa-apa. Serius deh.

"Ketemu di mana?" tanya Bang Al penuh selidik.

"Di ojol, pas Pak Ammar hampir telat ngantor. Jadi, kita sharing ojol mobil gitu, Bang."

Aku gak bohong, kan? Itu awal pertemuan kami.

Bang Al akhirnya terlihat mengangguk mengerti dengan penjelasanku.

Fyuh ... Alhamdulilah.

Aku pun lalu melirik Ammar diam-diam, memohon lewat tatapan padanya, untuk tak memberitahu cerita lain pertemuan kami.

Kalau Bang Al tahu tempat pertemuan kami selanjutnya. Habis sudah aku!

"Jadi anda pernah satu mobil dengan adik saya?" Kali ini Ammar yang di introgasi Bang Al.

"Ya. Begitulah," jawab Ammar santai.

"Kenapa, bisa? Setahu saya anda punya mobil, kan?" tanya Bang Al penuh selidik.

Nah, aku juga sebenarnya mau tahu hal itu. Soalnya sampai sekarang, jujur saja aku belum tahu alasan dia nyerobot ojol mobilku waktu itu.

Ammar menghela napas berat sebelumnya. Lalu kembali membuka suara.

"Hari itu mobil saya mogok. Saya sudah telepon Rumah untuk mengirim mobil lain, ternyata sopir yang ada sedang mengantar Mom. Jadi, saya terpaksa menyetop sembarang mobil agar tidak telat meeting."

Oh begitu, toh! Baru tahu aku.

Sama halnya denganku, akhirnya Bang Al pun bergumam sambil mengangguk-anggukan kepalanya tanda ngantuk. Eh, paham maksudnya.

Kanjeng Ratu Minta Mantu (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang