Bab 28

193 36 5
                                    

*Happy Reading*

"Alhamdulilah Ya Allah. Akhirnya lo sadar juga, Nur," seru Mak Kanjeng heboh, ketika melihat aku akhirnya membuka mata.

Di mana aku?

Sepertinya, aku tidak mengenal tempat ini. Tapi, bau antiseptic yang menyengat membuat aku yakin, jika saat ini aku pasti tengah berada di Rumah sakit, atau tempat medis sejenisnya.

Aku kenapa?

"Nur, apa yang kamu rasain? Ada sakit atau rasa gak nyaman? Ngomong coba sama Abang." Kali ini Bang Al yang bertanya, dengan raut wajah yang syarat akan kekhawatiran.

Aku mengerjap sejenak, meredakan rasa pusing yang sebenarnya masih sedikit menggelayuti kepalaku. Seraya menatap Mak Kanjeng dan Bang Al secara bergantian.

Aku baru sadar, ternyata mata Mak Kanjeng bengkak dan memerah. Apa Mak Kanjeng baru saja menangis hebat?

"Nur?" Tak segera mendapat jawaban dariku. Bang Al kembali memanggil meminta atensiku.

"Nur ... ha-us, Bang," jawabku kemudian. Dengan suara yang lirih.

Bukan apa-apa. Tenggorokanku memang asli kering banget. Makanya, jangankan untuk bicara, menelan saliva sendiri saja, rasanya benar-benar sakit.

Sepertinya ada biji kedondong nyangkut di tenggorokannya.

"Biar Emak aja yang ambilin," jawab Mak Kanjeng, seraya bergerak cepat ke arah nakas, dan memasuka sedotan plastik ke dalam gelas yang sudah terisi air putih.

Aku baru saja hendak bangun, saat melihat Mak Kanjeng menyodorkan air minum itu. Namun langsung di tahan Bang Al, seraya berkata, "Biar Abang naikan sandaran ranjangnya aja."

Aku tidak menjawab. Memilih menuruti apapun titah Bang Al setelahnya.

"Yuk, Nur. Bismillah dulu. Nanti minum lo di minta setan," ucap Mak Kanjeng kemudian, setelah aku sudah mencapai posisi nyamanku. Sambil menyodorkan ujung sedotan ke arah bibirku.

Di keadaan Normal. Aku pasti sudah mendengkus kesal dan memutar mata jengah mendengar tegurannya barusan. Karena ....

Aku kan bukan anak kecil. Masa masih di ingatin kayak gitu juga.

Sayangnya, saat ini tubuhku terlalu lemah untuk melawan, dan juga malas memulai debatan dengan Mak Kanjeng.

"Eh, buset! Lo abis pingsan atau lari marathon sih, Nur! Aus banget kayaknya!" seru Mak Kanjeng lagi. Saat melihat aku meminum air yang dia berikan dengan rakus.

"Mak!" tegur Bang Al kemudian. Membuat Mak Kanjeng sadar akan situasi.

"Eh, iya. Maaf ya, Nur. Emak gak sengaja. Abisin dan minumnya. Kalau perlu, emak tambahin lagi. Lo mau minum segalon juga emak jabanin."

Ya Allah pengen bales. Tapi tenggorokannya masih sakit. Aku kenapa sih sebenarnya?

"Udahan minumnya?" Suara Mak Kanjeng kembali terdengar, saat melihat aku selesai minum.

"Udah abis, Mak," jawabku akhirnya. Kembali menemukan suaraku.

"Eh, masa? Ya Allah, lo beneran aus banget ya, Nur? Emang tadi lo mimpi apaan pas pingsan? Traveling ke gurun sahara?" cerocos Mak Kanjeng lagi.

Aku pun hanya bisa cemberut menanggapi Emak. Soalnya, aku sendiri gak ingat tadi mimpi apaan? Jadi, gak bisa cerita apapun.

"Mak, udah," tegur Bang Al lagi. Seraya memijat kepalanya sekilas.

Mungkin, dia pusing memiliki Emak yang gak bisa diem kek Mak Kanjeng itu. Eh, atau malah pusing liat kondisiku?

"Nur, kamu butuh apa lagi? Perlu Abang panggilin dokter, gak?" tanya Bang Al kembali perhatian.

Kanjeng Ratu Minta Mantu (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang