Bab 20

75 16 5
                                    

"Ma, Nata pergi dulu ya," ucapku pada Mama pagi itu yang sedang menyiapkan adonan bakwan untuk dagangannya.

"Mau kemana Nata?"

"Gak tau, kakak kelas Nata ngajak pergi," jawabku sambil mengangkat kedua bahuku.

Mama tampak memperhatikanku sejenak. Ia meneliti pakaian yang kugunakan. Setelah itu aku dapat melihat anggukan kepalanya, kemudian beliau berkata, "Yang di depan itu?"

"Mama ngapain ngeliatin Nata sampai sebegitunya?" alih-alih menjawab pertanyaan Mama, aku menanyakan rasa penasaranku pada Mama atas tatapannya tadi.

"Mama bingung aja kok yang ngajak pergi kakak kelas bukan temen. Tapi ngeliat dandanan Nata yang seperti biasa, berarti dia bukan orang yang spesial ya?" goda Mama.

"Apaan sih, Ma. Paling Kak Rafa cuma mau survey tempat buat kegiatan bakti sosial doang."

"Rafa? Oh, yang pernah dateng ke rumah itu ya?"

Aku mengangguk kecil seraya berkata, "Iya, yang waktu itu nganterin materi ekskul Nata waktu kaki Nata sakit."

"Ya udah hati-hati ya. Pulangnya jangan malem-malem."

Aku mengangguk sekali lagi. Lalu mencium tangan Mama tanda pamitanku. Setelah itu aku beranjak keluar rumah, menghampiri Kak Rafa yang telah menungguku di depan pagar.

"Udah nunggu lama ya, Kak?"

"Belum, baru aja sampe kok lima menit yang lalu," jawab Kak Rafa sambil tersenyum.

Bohong!

Ya, tentu saja dia berbohong. Aku sudah tahu dia menunggu sangat lama. Karena saat aku hendak pergi mandi setengah jam yang lalu, aku sudah melihat mobil Honda Accord 2007 terparkir di depan rumahku.

"Kita mau kemana kak?"

Kak Rafa tak menjawab pertanyaanku. Alih-alih menjawab ia menatapku sambil tersenyum, lalu membukakan pintu mobil dan memberikan isyarat agar aku masuk ke dalam. Dengan hati yang sedikit ragu, aku masuk kedalamnya.

"Kita mau survey tempat buat bakti sosial ya kak?" tanyaku sekali lagi begitu ia telah menghidupkan mesin mobil.

"Liat nanti aja ya."

Setelah mengatakan itu, mobil pun melaju keluar komplek perumahanku. Sepanjang perjalanan, tak banyak yang kami bicarakan. Sesekali aku mengajak Kak Rafa berbicara tentang kegiatan bakti sosial ekskul. Namun, nampaknya Kak Rafa tak terlalu berminat membahas itu. Akhirnya aku lebih memilih untuk menikmati jalanan Jakarta yang terlihat sibuk diakhir pekan ini.

Setelah sekitar satu jam berkendara, Honda Accord ini pun terparkir dengan mulus di sebuah rumah sakit jiwa yang berada di kawasan Jakarta Selatan. Aku memandang heran Kak Rafa saat itu. Kalau benar ini survey untuk kegiatan bakti sosial, bukankah rumah sakit mewah ini terlalu hebat untuk dijadikan tempat kegiatan bakti sosial ekskul kami?

"Kak, ini tempat yang mau kita survey?"

"Gue sama sekali nggak ada niatan buat ngajak lo survey tempat bakti sosial, Al."

"Eh?"

"Gue mau ajak lo nemuin adik gue."

Sungguh saat itu aku benar-benar heran. Ada apa gerangan ia mengajakku bertemu adiknya secara tiba-tiba? Maksudku, bukankah dengan begini aku sudah memasuki wilayah privasi Kak Rafa? Ya, mungkin tidak semua orang menganggap keluarganya itu sebuah privasi. Mungkin sebagian orang bisa dengan ramah memperkenalkan keluarganya kepada orang lain secara langsung.

Tapi, disini aku benar-benar merasa aneh. Bisa dibilang aku dan Kak Rafa ini orang asing. Hubungan kita hanya sebatas Kakak kelas dan adik kelas yang terinterseksi dalam sebuah ekstarakulikuler. Hah... Aku benar-benar merasa canggung.

Aku, Dia, dan Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang