Bab 23

50 15 0
                                    

"Jadi, Kak Allaney udah resmi berpacaran sama kakakku?"

Hari ini sepulang sekolah aku memutuskan untuk mengunjungi Bella di rumah sakit. Hanya sebuah rencana dadakan yang terbesit dibenakku. Jadi, aku tak mengajak Kak Rafa ke sini. Mungkin Kak Rafa juga tidak akan tahu keberadaanku disini. Hmmm, Mungkin dia akan tahu esok atau nanti setelah Bella menceritakan kedatanganku hari ini.

"Iya."

Aku menjawab pertanyaan Bella dengan singkat. Karena fokusku masih terpusat pada soal matematika dihadapanku. Saat ini aku sedang berlomba dengan Bella untuk menyelesaikan soal matematika yang kami cari di internet. Pemenangnya adalah yang bisa menyelesaikan soal lebih cepat. Tak ada hukuman bagi yang kalah. Hanya bentuk keseruan dan kebahagiaan kami saja.

"Jawabannya yang D," ucap Bella.

Mendengar jawaban Bella tak membuatku panik. Aku masih melanjutkan coret-coretanku. Setelah beberapa menit kemudian, aku menemukan jawabannya. Tetapi ternyata jawabanku dan Bella berbeda. Ia menjawab D sedangkan aku menjawab A. Akhirnya kami bersama-sama memeriksa kunci jawabannya dan ternyata jawaban Bella yang benar.

"Wah, kamu emang jenius banget, Bel! Aku iri deh."

"Hahaha, nggak juga kok kak. Aku malah lebih iri dengan kehidupan kakak."

"Hidupku?" tanyaku bingung.

"Iya. Kakak itu punya kehidupan yang normal."

"HIdupku itu jauh dari kata normal, Bella. Ah, setidaknya aku pernah merasakan hidup yang baik-baik saja sampai akhirnya berada di masa SMA. Ini masa terburukku sepertinya dalam hidupku selama ini."

"Ada apa memangnya, kak? Kakak ada masalah?" tanya Bella khawatir.

"Banyak bel. Terlalu banyak sampai aku kewalahan untuk menyelesaikannya."

"Aku nggak pandai menghibur orang kak. Tapi kalau kakak butuh untuk didengarkan. Aku siap untuk itu," ucap Bella sambil tersenyum.

"Kapan-kapan ya, Bel. Ketika aku udah siap untuk berbagi rahasia ini."

Tok...Tok...Tok...

"Iya masuk," ucapku dan Bella berbarengan.

Dari balik pintu kamar ini muncul sesosok pria yang sangat familiar di mata kami. Bella menyambutnya dengan raut bahagia. Sedangkan aku menyambutnya dengan raut wajah terkejut.

"Kakak!" seru Bella.

"Kayaknya kamu kaget banget Al lihat aku disini," ucap Kak Rafa sambil tersenyum.

Dari raut wajahnya Kak Rafa tampak tidak terkejut dengan kehadiranku disini. 

"Jelas dong saya kaget. Saya gak nyangka kakak bakal ke sini juga."

"Aku juga kaget sebenernya waktu denger dari suster di bawah kalau kamu ada di sini."

"Kamu udah makan?" ucap Kak Rafa lagi.

"Belum."

"Ini tadi aku beli di kantin rumah sakit," ucap Kak Rafa sambil memberikanku satu bungkus styrofoam yang berisi makanan.

"Dunia seakan milik berdua ya kalau lagi pacaran."

Bella yang merasa terasingkan diantara kami pun menyeletuk. Celetukan itu mampu membuat Kak Rafa tertawa dan aku tersenyum. Kak Rafa menghampiri adiknya yang berada disampingku dan duduk di sebelahnya. Ia mengeluarkan dua bungkus styrofoam dari kantong plastik dan memberikan salah satunya kepada Bella.

"Kakak gak bakal lupa kok sama adik kesayangan kakak ini," ucap Kak Rafa sambil mengelus puncak kepala Bella.

Aku menghela nafas melihat kehangatan dan kedekatan kedua kakak-beradik ini. Aku jadi rindu dengan Bang Rio. Abang aku satu-satunya. Walaupun suka jahil dan menyebalkan tapi aku tahu bahwa dia sangat sayang kepadaku. Sudah lama sepertinya aku tak mendengar kabar darinya. Suaranya yang tegas itu sangat kurindukan.

Aku, Dia, dan Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang