Bab 16

73 19 2
                                    

Malam harinya, setelah serangkaian panjang acara yang melelahkan, tibalah saatnya untuk makan. Sebenarnya tadi siang, kami sempat makan sejenak. Tapi hanya menyantap mie instan. Pada makan malam kali ini, kami di perbolehkan untuk memasak nasi dan mie instan sebanyak-banyaknya. Menghilangkan rasa lapar dan dahaga tentu saja. Kupikir malam ini akan menjadi acara yang menyenangkan. Tapi, ternyata tidak. Hahahahaha! Siksaan baru telah dimulai kembali bung!

"Apinya matikan!" seru Kak Daniel tiba-tiba.

Aku dan teman-temanku yang tengah bercengkrama sambil memasak pun terdiam menatapnya. Pasalnya kami baru saja memasak nasi dan mie instan ini dua menit yang lalu. Mungkin wajar saja ia menyuruh mematikan api untuk kompor mie instan. Tapi, ia menyuruh untuk mematikan kedua-duanya. Astaga, yang benar saja! Kami memasak bukan menggunakan kompor portable, kami menggunakan kompor parafin loh! Butuh waktu yang lebih lama untuk memasak nasi dan mie instan hingga matang.

"Belum matang, kak," ucapku lantang.

"Kalau saya bilang matikan, ya dimatikan."

Wah, benar-benar. Aku kembali melihat makanan yang sedang dimasak. Semua belum ada yang matang. Beruntungnya, pengurus yang berjaga malam ini sedikit. Sehingga dengan perintah yang sangat kecil, aku menyuruh teman-temanku untuk mematikan api yang memasak nasi. Sedangkan untuk kompor yang memasak mie, aku berusaha menutupinya dengan bebatuan.

"Sekarang semuanya ambil satu sendok nasi," ucap Kak Jessica.

Dalam hati aku tersenyum puas. Dua serangkai yang menyebalkan itu tak menyadari bahwa kompor mie instan masih menyala. Aku dan teman-temanku pun mulai mengambil satu sendok nasi. Dengan perintah dari Kak Daniel, kami mulai memasukkan nasi tersebut ke dalam mulut kami.

"Telan!"

Benar-benar! Ini merupakan nasi terburuk dan tidak enak yang pernah aku makan. Tekstur beras yang masih keras ditambah dengan air rebusan nasi yang sama sekali tak memiliki penyedap rasa, benar-benar membuatku ingin muntah. Namun, sebisa mungkin kutelan kembali nasi tersebut ke tenggorokkanku. Lambungku, sepertinya kamu harus bekerja ekstra untuk menghancurkan makanan yang baru kumakan ini!

"Eh, itu kok api kompornya masih nyala?" Kak Jessica bertanya dengan nada tinggi.

"Eh, iya kak. Belum padam," ucapku berpura-pura tidak tahu dan mulai mematikan api kompor.

Beruntungnya Kak Jessica tidak menghukum. Sepertinya ia juga sudah capai dan lelah untuk memarahi kami. Alhasil ia hanya menyindir dan menggerutu saja. Tapi, kabar baiknya adalah mie instan dan telor yang kami masak sudah layak makan. Walaupun teksurnya masih agak keras, tapi rasanya benar-benar enak dan bisa dimakan. Setelah melihat kami menghabiskan sesendok nasi dan sesendok mie instan, anggota pengurus kembali ke tenda mereka.

Letak tenda kami dan anggota pengurus serta almuni memang sangat berjauhan. Sehingga kami dapat dengan santai dan bebas bercengkrama. Sesekali kami melontarkan umpatan dan kekesalan kami terhadap anggota pengurus yang kejam. Namun, banyak dari teman-temanku yang memuji ideku untuk terus menyalakan kompor. Bahagia rasanya dengan pujian kecil seperti itu. Aku merasa bagai pahlawan yang meyelamatkan perut mereka. Hahaha! 

"Tapi, dingin banget ya," ucapku sambil menghangatkan diri.

"Lagian lo pakai jaket yang tipis sih, Al. Untung Kak Daniel sama Kak Jessica gak ngeh," ucap Nisa.

Ya, karena aku tak terlalu mempunyai banyak waktu untuk mempersiapkan barang bawaan, ditambah dengan masalah yang menumpuk, akhirnya aku salah membawa jaket. Bukan, jaket outdoor yang tebal dan tahan air yang kubawa. Melainkan sebuah jaket yang memiliki warna dan model yang hampir samalah yang kubawa.

Aku, Dia, dan Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang