Bab 3

436 211 155
                                    

Mata ku dengan lamat memahami serangkaian kata yang tercetak pada selembar kertas ditanganku. Sudah satu jam aku membaca tumpukan kertas dihadapanku ini. Namun, masih banyak hal yang tak kumengerti dari dokumen ini. Sepertinya aku harus beristirahat sejenak. Baiklah aku akan kembali menceritakan kisahku kepada kalian.

***

Waktu itu aku berpikir kalau ekskul ku ini hanya bertumpu pada kegiatan Kemping saja. Namun, ternyata aku salah. Setelah pertemuan perdana hari itu, aku baru mengetahui bahwa ekskul ku ini bergerak pada banyak bidang. Terutama dibidang sosial dan lingkungan. Seperti mengadakan bakti sosial atau kegiatan semacam pelestarian alam. Kata mereka juga ekskulku ini bukan tempat santai-santai, mereka menjelaskan bahwa kedepannya angkatanku harus bekerja keras untuk memenangkan berbagai lomba yang menanti.

Sore ini sepulang sekolah, aku dan calon anggota lainnya kembali dikumpulkan oleh kakak kelas di ruang sekretariat. Di pertemuan kala itu, mereka memberi kami materi tentang botani. Menurutku materi itu cukup membosankan. Hanya membahas tentang tumbuhan, manfaat, dan cara menanamnya. Bukannya sombong, tapi aku sudah khatam duluan tentang materi itu. Aku sering membaca buku botani di perpustakaan sekolah ku dulu.

"Ok, materinya cukup sampai sini aja. Ada pertanyaan?" ujar Kak Rani, salah satu kakak kelasku juga.

Kami terdiam. Tak ingin bertanya.

"Kalau gak ada pertanyaan kalian boleh pulang. Sabtu ini kita kumpul lagi ya. Dresscodenya masih sama. Kemeja flanel kotak-kotak. Jangan lupa bawa buku dan alat tulis juga buat mencatat materi," lanjut Kak Riani.

Setelah mengatakan itu, aku dan teman-temanku pun bersorak sorai. Perasaan yang sama ketika lonceng tanda pulang sekolah dibunyikan. Sepertinya bukan aku saja yang bosan dengan materi itu.

Sesudah membereskan barang-barangku, aku pun berjalan keluar sekretariat menuju tempat parkir. Kubuka gembok yang merantai sepedaku, lalu kumasukkan gembok tersebut ke dalam tasku. Rantainya tak ku masukkan, karena itu fasilitas sekolahku. Mereka menyediakan banyak rantai untuk para pengguna sepeda. Maklum saja, saat itu masih banyak siswa yang lebih memilih untuk menggunakan sepeda daripada sepeda motor.

Aku mendengus kesal begitu melihat rantai yang ada pada sepedaku copot. Sepeda ini sudah butut, sepertinya sepulang sekolah aku harus meminta Mama untuk membelikan yang baru. Tapi, tentu saja Mama tak akan mengabulkan permintaanku semudah itu.

"Kenapa sepeda lo?"

Ku lihat Kak Daniel sedang berdiri di hadapanku. Memperhatikanku yang tengah berjongkok untuk membetulkan sepeda.

"Rantainya copot." jawabku tanpa melihat kearahnya.

"Oooh.."

Sungguh kalian tak akan percaya apa yang ia lakukan setelah mengatakan itu. Bukannya membantuku, ia pergi begitu saja. Sempat terpikir olehku dia akan kembali lagi, namun ternyata tidak. Hari itu dia tidak kembali. Untungnya ada Kak Rafa yang membantuku saat itu. Kak Rafa cukup hebat dalam hal ini.

"Makasih ya kak." ucapku dengan tulusnya.

"Iya, Al. Kalau ada apa-apa jangan ragu minta tolong sama gue ya!"

Setelah berbincang sebentar dengan Kak Rafa, aku pun mengayuh sepedaku pulang. Namun, pikiranku masih melayang pada Kak Daniel. Saat itu aku berpikir bahwa Kak Daniel adalah orang yang aneh dan sangat menyebalkan. Tak ada yang menandinginya. Sudah empat kali ia bertingkah menyebalkan dihadapanku!

***

Keesokan harinya aku menceritakan tentang Kak Daniel pada Fara. Fara yang mendengarkan ceritaku pun tertawa. Aku mendengus sebal, bukan respon seperti itu yang ku inginkan darinya.

Aku, Dia, dan Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang