Happy reading.
>><<
Satu minggu sudah ia mencari gadis itu. Setiap sudut kota sudah ia kunjungi, namun hasilnya tetap nihil. Ia tak bisa menemukan Vega.
Setelah berdebat dengan pikirannya sendiri, akhirnya Raga memutuskan untuk mengikuti perintah ayahnya dan ikut bersamanya hari ini.
"Gue gak bermaksud untuk ninggalin lo gitu aja, gue janji setelah masalah ini selesai, gue akan cari lo ke ujung dunia sekalipun."
Raga mengemasi barang bawaannya kedalam sebuah tas besar berwarna hitam. Ia juga tak lupa memakai jaket kulit berwarna hitam serta sepatu kets dengan warna senada.
Laki-laki itu memantapkan dirinya sekali lagi, sebelum akhirnya berjalan keluar kamar dan masuk kedalam mobil bersama ayahnya.
***
Kini, Vega sudah bekerja sebagai barista di sebuah coffee shop atas bantuan Fira. Ia menikmati kehidupan barunya tanpa Ibu, Gina, dan tentu saja tanpa laki-laki itu. Raga.
Meski sulit baginya untuk menolak perasaan yang terkadang masih sering merindu pada kekasihnya. Walau rasa rindu itu tak sebesar rasa kecewanya.
"Ve, tolong anterin kopi ini ke meja nomor lima ya," ucap barista lain sambil menyodorkan nampan berisi dua gelas minuman.
"I-iya."
Gue harus bisa lupain Raga! Dia itu pembunuh.
Ponsel Vega berdering, menandakan ada seseorang yang menghubunginya. Sudah satu minggu lebih gadis itu tak membalas ataupun mengangkat setiap panggilan yang masuk ke ponselnya. Namun, kali ini ia memilih untuk menjawab panggilan yang berasal dari temannya di sekolah. Gina.
"ASTAGA VEGA! LO KEMANA AJA SIH?" teriak Gina ketika panggilannya sudah terhubung.
Vega terkekeh singkat untuk menjawab pertanyaan temannya.
"Lo dimana sekarang? Biar gue jemput lo ya?"
"Gak usah, Gin. Gue baik-baik aja kok di sini."
"Emang lo di mana sih? Ngapain juga kabur kayak gini hah?!"
"Gue cuma butuh waktu."
"Raga udah satu minggu ini nyariin lo terus tau!"
"Gue gak perduli, Gin."
"Vegaa ... lo kalo ada masalah cerita dong sama gue."
"Gue baik-baik aja, dan bilang sama Raga untuk berhenti cari gue!"
"Udah dua hari dia pindah sekolah, gue juga gak tau deh pindah kemana."
Vega tersenyum miris. "Bagus lah," ucapnya seraya memutuskan panggilan.
Ternyata perjuangan lo untuk gue cuma segitu, Ga? Lo bener-bener manusia yang gak punya hati!
***
Raga sampai pada tujuannya. Setelah ia mengemaskan barang, dia dan rekannya langsung memulai pencarian yang telah lama di rencanakan oleh ayahnya.
"Gue pasti bisa dengan cepat mengungkap masalah ini," monolognya.
"Kamu harus mulai rencana awal kita."
"Siap."
Raga memulai tugas baru nya sebagai penerus ayahnya. Perlahan ia menghilangkan pikiran yang masih mengusik hidupnya tentang gadis itu. Gue harus bisa kesampingkan masalah Vega dulu.
***
Vega membaringkan tubuhnya di kamar kos yang terasa dinging akibat di tinggal seharian. Ia menatap langit-langit kamarnya yang sudah bersih dari sarang laba-laba.
Gadis itu mengambil ponsel yang berada di dalam tas nya lalu membuka pesan lama dirinya dan Raga. Tak terasa air mata kembali menetes ketika mengingat bahwa Raga adalah penyebab dari kematian ayahnya.
Ia membaca satu persatu pesan yang dikirim oleh Raga selama satu minggu terakhir, memutar semua voice note yang juga sempat di kirimkan oleh Raga padanya.
Galih Raga Dewantara :
"Lo di mana, Ve."
"Gue minta maaf."
"Tolong kasih tau gue lo di mana."
Kira-kira seperti itu pesan yang dikirimkan Raga untuknya. Namun, Vega terfokus pada salah satu kalimat yang dikirim Raga sebagai kalimat terakhirnya.
"Kalo lo udah berhasil masuk di kehidupan gue, itu artinya lo gak punya celah untuk keluar dari sana. Gue gak nyerah! Gue cuma berhenti sebentar."
***
To Be Continue.
WM Challenge.
#19dayswithlacPublish, 27 May 2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm In Danger [TAMAT]
Teen FictionMenjadi buronan seorang Polisi memang terdengar mengerikan, namun bagaimana jadinya jika menjadi buronan dari seorang laki-laki yang selama ini selalu bersama dengan kita? Kisah ini menceritakan tentang seorang gadis yang memilih jalan yang salah un...