Happy reading.
>><<
Dokter mengatakan bahwa Raga hanya terluka kecil, jadi ia tidak perlu bermalam di rumah sakit dan sudah diperbolehkan untuk pulang.
Laki-laki itu memutuskan untuk pergi kesekolah bersama dengan sahabat karibnya-Farez.
***
Raga keluar dari dalam mobil milik Farez, laki-laki itu sedikit meringis kesakitan ketika nyeri di bahu nya kembali terasa.
"Kak Raga," ucap Vega seraya melangkahkan kakinya kearah Raga dan juga Farez.
"Kok lo masuk sekolah sih? Harusnya lo istirahat aja di rumah, Ga." Vega berucap dengan nada yang terdengar sangat khawatir.
Raga menyunggingkan senyuman pada kekasihnya itu. "Gue gak papa."
"Ngeyel banget sih!" Vega memanyunkan bibirnya.
Bukannya panik, Raga justru melebarkan senyumannya dan mencubit pipi gadis itu.
"Gak serem ... lucu."
Sial! Pipi Vega terasa begitu panas ketika bersentuhan dengan tangan laki-laki itu. Ia yakin saat ini pasti pipinya seperti tomat yang sedang merah merekah.
"Terserah deh! Gue mau ke kelas." Vega langsung melangkahkan kaki dan pergi menuju kelasnya dengan secepat kilat.
"Dasar cewek," ucap Farez sambil terkekeh melihat tingkah laku adik kelasnya itu.
Raga pun hanya ikut tertawa ketika melihat raut wajah Vega tadi yang bersemu merah akibat ulahnya.
***
"Ve, lo liburan nanti mau kemana?" tanya Gina ketika mereka sedang duduk berdua di dalam kelasnya.
"Paling ke Bandung, rumah gue yang lama."
"Yah, kita gak bisa liburan bareng dong ya?"
"Next time ya, Gin."
"Hmm."
Vega kembali memfokuskan pandangannya pada layar ponsel yang sejak tadi ia biarkan menyala.
"Ve, pinjem buku catetan dong," ucap salah satu teman sekelasnya yang bernama Gio.
"Jangan, Ve!" ketus Gina.
"Sirik aja lo, Gin?" ujar Gio.
"Kebiasaan tau gak? Kerjain sendiri dong!"
"Udah-udah, kalian kayak anak kecil deh." Vega menyodorkan buku catatannya pada Gio yang semakin mengejek Gina.
"Ngapain lo pinjemin sih, Ve?"
"Vega mah baik, gak kayak lo ... dasar nenek lampir!" ucap Gio mengejek.
Gina melempar penghapus yang dari tadi ia pegang, namun penghapus itu malah diambil oleh Gio dan dimasukkan kedalam saku kemeja sekolahnya.
"Ck."
"Kalian berdua lama-lama jodoh kalo ribut terus gini," ucap Vega.
"NAJIS!" ucap keduanya kompak.
Vega hanya cengengesan dan kembali menatap layar ponselnya.
***
Hari ini sekolah libur. Vega dan ibunya berniat untuk pergi kerumah lamanya di kawasan Bandung. Mereka memang sudah tidak mempunyai saudara di sana, tapi di Bandung banyak tersimpan kenangan dirinya bersama dengan ibu dan almarhum ayahnya.
Kini mereka berdua sudah berada di depan rumah yang terlihat kosong dan tak terawat akibat ditinggal sudah hampir berbulan-bulan oleh pemiliknya.
Vega melangkah masuk. Mengedarkan pandangannya pada bingkai-bingkai foto yang masih terpajang di dinding rumah itu. Ia meraba dinding yang terasa begitu dingin dan berdebu tebal. Tanpa ia sadari, senyum yang penuh dengan kerinduan akan sosok ayah terukir jelas di wajahnya.
"Aku kangen ayah," ucapnya lirih seraya mengambil salah satu bingkai foto yang berisikan foto ayahnya.
***
"Gue harus pergi sekarang."
Raga melajukan motornya secepat kilat. Laki-laki itu harus melakukan kegiatan yang memang rutin ia lakukan setiap bulan. Yaitu berziarah ke makam orang yang sudah di tabraknya beberapa bulan lalu.
Laki-laki itu mampir ke sebuah toko bunga sebelum akhirnya melanjutkan perjalanannya menuju makam orang itu.
Ia menarik napas panjang ketika dirinya sudah sampai di tempat pemakaman umum. Tempat di mana orang itu di semayamkan.
Raga berjalan perlahan dan berjongkok ketika sudah sampai di depan kuburan yang bertuliskan nama dari orang yang menjadi korban balap liarnya kala itu.
"Maaf ya om, sekarang ini saya belum siap untuk bicara dengan perempuan itu kalau sebenarnya saya yang menabrak om malam itu."
Degh!
Jantung Vega rasanya seperti berhenti berdetak saat itu juga. Nggak ... nggak mungkin Raga pelakunya!
"Maksud ucapan lo apa, Ga?" tanya Vega dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.
"Vega! L-lo kenapa bisa ada di sini?" ucap Raga dengan napas tersenggal-senggal.
"Jangan ngalihin pembicaraan, Ga. Jadi selama ini elo pelakunya hah? Lo yang udah bunuh bokap gue? Iya, Ga?" tanya Vega tanpa jeda.
"Ve, tolong dengerin gue dulu .... "
"APA?" teriak Vega memotong ucapan Raga yang masih menggantung.
"Mending sekarang lo pergi!" ucap Vega yang sudah tak kuasa menahan isak tangis nya.
"Tolong dengerin penjelasan gue dulu."
"PERGI GA PERGI!!" teriak Vega dengan isak tangis yang semakin menjadi.
Raga membiarkan perempuan itu sendirian, menumpahkan semua air mata di samping batu nisan sang ayah yang sudah tidak bisa mengusap kedua pipi putri kecilnya itu.
"Maaf," ucap Raga lirih.
***
To Be Continue.
WM Challenge.
#19dayswithlacPublish, 26 May 2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm In Danger [TAMAT]
Novela JuvenilMenjadi buronan seorang Polisi memang terdengar mengerikan, namun bagaimana jadinya jika menjadi buronan dari seorang laki-laki yang selama ini selalu bersama dengan kita? Kisah ini menceritakan tentang seorang gadis yang memilih jalan yang salah un...