chapter 2🐺🐱

311 51 0
                                    

Suara kicauan burung yang samar memaksa Jeongwoo untuk membuka irisnya perlahan. Kini matanya yang berkedip-kedip bertemu dengan langit-langit kamar. Ia sedikit melenguh pelan sebelum memaksakan dirinya untuk duduk di atas kasur. Tangannya mulai memijit keningnya yang terasa berat.

Hantu sialan, batin Jeongwoo. Ya, dia mengingat kejadian semalam. Bertemu dengan hantu cantik yang membuat Jeongwoo semakin frustasi. Masih terlintas dengan jelas sosok gadis yang mengaku sebagai hantu itu. Entahlah, semenjak semalam, Jeongwoo benar-benar tidak bisa menyikirkan hantu itu dari pikirannya.

"Memang dasar orang kaya. Tidurpun posenya anggun sekali."

Mendadak, aliran darah Jeongwoo terhenti. Suara itu terdengar dengan sangat jelas sekali di gendang telinganya. Suara yang terngiang terus-menerus di otaknya. Dengan horror, Jeongwoo menolehkan wajahnya kearah suara itu berasal dan menemukan sosok hantu semalam sedang tidur-tiduran dikasurnya sembari menatap Jeongwoo dengan tatapan meremehkan.

"AAA EOMMAAA!"

Reflek, Jeongwoo berteriak. Dan dengan sekali hentakan, Jeongwoo melempar salah satu bantal empuknya ke arah gadis itu- yang sialnya malah menembus dengan mudah.

"Kau... kau... Bagaimana kau bisa disini?!"

Gadis itu hanya terkekeh pelan, tidak menjawab sama sekali.

"Jeongwoo! Apa yang terjadi?" Tiba-tiba saja pintu kamar Jeongwoo terbuka dan menampilkan sosok wanita separuh baya yang menatap Jeongwoo dengan tatapan khawatir.

Jeongwoo segera menoleh ke arah ibunya dan menunjuk hantu tersebut dengan telunjuknya. "Apa eomma melihat mahkluk itu?" tanya Jeongwoo dengan setengah tercekat.

Ibu Jeongwoo mengarahkan pandangannya ke arah yang Jeongwoo tunjuk. "Mahkluk? Apa maksudmu Jeongwoo?" Tanya ibunya bingung. Karena wanita tua itu memang tidak melihat siapapun disana.

Jeongwoo mendelik tajam ke arah hantu yang sedang cengar-cengir menertawakannya. "Eomma benar-benar tidak melihat siapapun?"

"Tidak. Memang ada apa?" tanya ibunya balik, semakin bingung dan penasaran.

Jeongwoo mengerang frustasi ketika melihat hantu itu kini tertawa terbahak-bahak. "Tidak ada apa-apa. Tinggalkan aku sendiri, eomma."

Ibu Jeongwoo- Park Bom- hanya mengedikan bahunya. Masih agak penasaran dengan sikap anak bungsunya. Namun ia lebih memilih memakluminya. "Baiklah. Tapi kalau kau membutuhkan sesuatu, kau bisa bisa panggil eomma."

Pintu kamar Jeongwoo akhirnya ditutup setelah Jeongwoo mengangguk ke arah Bom

Gadis itu mulai meredakan suara tawanya ketika Bom menghilang dari balik pintu. "Kurasa hanya kau yang bisa melihatku, Jeongwoo"

Leher Jeongwoo terasa merinding ketika gadis itu menyebutkan namanya. "Kau tahu namaku?"

"Dari skripsi diatas mejamu," jawab gadis itu singkat seraya turun dari kasur Jeongwoo. Dan jelas-jelas baru saja ibu Jeongwoo memanggil namanya, memperjelas namanya.

"Bagaimana kau bisa menemukanku?"

Gadis itu memutar bola matanya, "Namaku bukan kau, tapi Jennie. Aku mencarimu semalaman dan menemukan aura tubuhmu yang kuat itu di rumah ini."

Jeongwoo kembali memijit keningnya ketika mendengar jawaban hantu bernama Jennie itu. Sebegitu niatnya Jennie sampai mencarinya hingga ke kediaman Park?

"Dengar ya, ehm, Jennie. Aku tidak peduli dengan masalahmu, oke? Pasti ada orang yang bisa melihatmu dan membantu masalahmu dengan ikhlas. Tapi bukan aku. Jadi, bagaimana kalau kau pergi dari sini dan membiarkanku hidup tenang?"

Jennie merengutkan bibirnya, jengkel. "Dengar ya, Tuan Jeongwoo. Aku sudah hampir 1 minggu berada didalam wujud ini dan menunggu seseorang datang untuk menolongku. Jadi, setelah akhirnya aku menemukan orang yang bisa melihatku, bagaimana mungkin aku menyia-nyiakannya?"

Jeongwoo mendengus gusar. "Kalau begitu, silahkan saja berharap. Karena aku tidak akan pernah membantumu." Setelah mengatakan itu, Jeongwoo menyambar handuk yang tergantung di dekat lemari bajunya dan segera masuk kedalam kamar mandi mewahnya.

Didalam kamar mandi, Jeongwoo menyalakan intercom yang memang salah satunya dipasang di sisi bathtub. Ia memencet tombol untuk menghubungi pemimpin pelayannya.

"Paman, tolong panggil pengusir setan. Aku tidak peduli berapa biayanya. Pokoknya, bawa mereka sekarang juga!"

.

.

Saat itu Jennie sedang berkeliling melihat-lihat kamar Jeongwoo yang keterlaluan mewah itu ketika tiba-tiba saja pintu kamar Jeongwoo diketuk dari luar. Jennie mengalihkan pandangannya ke arah Jeongwoo penuh penasaran, sedangkan pria yang sedang duduk di sofa kecil itu menghiraukannya seraya berteriak menyuruh orang di luar untuk masuk.

Jennie semakin mengerutkan keningnya ketika melihat seorang pria tua berpakaian baju tradisional china beserta 8 perempuan muda memakai terusan merah model china masuk kedalam kamar Jeongwoo. Tangan mereka masing-masing memegang sebuah benda yang keluar asap. Jennie rasa benda itu dipakai untuk mengusir setan.

"Kau ingin mengusirku, ya?" Ujar Jennie jengkel setengah mati. Namun pria yang ia teriaki hanya menoleh sekilas dan kembali sibuk menatap para pengusir setan itu bekerja.

"Aku bukan hantu. Jadi kau tidak akan bisa mengusirku dengan orang-orang ini." Dan perkataan Jennie kembali dihiraukan Jeongwoo.

Orang-orang tersebut mulai menyebar disegala penjuru kamar Jeongwoo, sedangkan sang pemilik kamar hanya menatap mereka semua dengan tidak sabar. Sesekali, Jeongwoo mengalihkan pandangannya ke arah Jennie untuk melihat reaksi gadis itu. Namun yang ia lihat hanyalah ketenangan yang luar biasa dari Jennie, yang seharusnya ketakutan akan pembasmi hantu.

"Tuan, kami telah berhasil mengusir makhluk yang mengganggu tuan. Tuan sudah bisa hidup tenang kembali."

Jeongwoo ternganga lebar ketika pemimpin kelompok mengatakan hal itu kepadanya. Ia bisa mendengar dengan jelas tawa keras dari Jennie yang berdiri tidak jauh darinya. Jeongwoo menggeram kesal karena mendapati kenyataan bahwa pengusir hantu ini bahkan tidak bisa membuat Jennie ketakutan sedikitpun.

"Dia masih ada disini!" Teriak Jeongwoo frustasi seraya melotot ke arah Jennie yang masih terguling-guling karena tidak bisa menghentikan tawanya sendiri. "Pergi!"

Seketika, semua orang di kamar Jeongwoo keluar karena bentakan pria itu. Jeongwoo hanya bisa menghempaskan punggungnya kuat-kuat ke sandaran sofa dan kembali melempar bantal kecil sofa ke arah Jennie yang masih menatapnya seraya tertawa, walau ia tahu benda itu akan menembus tubuh transfaran Jennie.

.

.

Keesokan paginya, Jennie melihat seseorang masuk kedalam kamar Jeongwoo. Kali ini seorang pria paruh baya berpakaian hitam-hitam beserta segala peralatan tidak jelas dengan bau yang tidak sedap. Dukun, mungkin? Entahlah.

Sedari tadi Jeongwoo tidak melepaskan pandangannya dari jennie. Ia berharap gadis itu akan ketakutan melihat sosok dukun yang ia bawa. Namun sayangnya, yang Jeongwoo lihat justru rasa penarasan yang sangat besar yang terpancar di dimata gadis itu.

Dukun tersebut duduk lesehan di tengah ruangan Jeongwoo dan mulai menggelar segala macam peralatannya di lantai. Ia juga sudah mulai menggumamkan sebuah kata-kata tak jelas yang semakin membuat Jennie penasaran. Dengan santai, Jennie melangkah mendekati dukun itu duduk dan berlutut disebelah kanannya. Ia mendengar dengan seksama mantra-mantra yang diucapkan dukun tersebut sebelum tertawa geli dan melemparkan pandangannya ke arah Jeongwoo.

Jeongwoo mendengus kesal ketika mendengar tawa Jennie. Tanpa menunggu upacara pengusiran setan itu selesai, Jeongwoo langsung menyeret dukun itu keluar dari kamarnya. Hanya dengan mendengar tawa gadis itu Jeongwoo langsung tahu, sang dukun tidak bisa mengusir Jennie dari kamarnya.





































Tunggu selanjutnya ya guys...
.

.

.

.

A ghost, but not a ghost// Park Jeongwoo X Kim JennieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang