chapter 7🐺🐱

186 32 2
                                    


Semua terjadi begitu cepat. Jeongwoo melepas selang pernafasan Jennie, membuat alarm rumah sakit berbunyi nyaring. Dan sebelum petugas keamanan rumah sakit menariknya, ia berhasil mencium lembut bibir Jennie. Rohnya merasakan ciuman lembut Jeongwoo, tapi entah mengapa gadis itu tidak kembali ke dalam raganya. Gadis itu malah sekarat karena alat pernafasannya terbuka dan Defibrillator kembali digunakan untuk membangkitkan Jantung Jennie.

Pria bertubuh sedikit pendek yang Jeongwoo ketahui sebagai adik kandung Jennie menghampirinya dengan langkah lebar, dan tanpa aba-aba ia menghajar wajah Jeongwoo dengan kepalan tangan berkekuatan penuh. Ibu Jennie menangis dan menyuruh pihak Rumah sakit untuk membawa Jeongwoo ke kantor Polisi. Jeongwoo hampir dituntut dengan percobaan pembunuhan, namun pengacara keluarga Jeongwoo dengan kejeniusannya mampu mengeluarkannya dari tahanan, dengan syarat Jeongwoo tidak boleh menemui Jennie lagi. Ayahnya membantai dan memaki-maki tindakannya, menamparnya, menuduhnya merusak nama keluarga Park. Sepertinya ayahnya tidak akan berhenti bila ibunya tidak menghentikannya.

Jeongwoo tidak pernah melewati hari lebih berat dari ini.

"Haaaah." Ia melemparkan tubuhnya ke kasurnya, melimpahkan semua keletihan yang sudah ia tahan sedari pagi. Untuk malam ini, kasur merupakan hal terbaik yang bisa Jeongwoo harapkan.

"Kenapa tidak ampuh?" Tiba-tiba Jennie sudah muncul di sisi Jeongwoo, dan membuat Jeongwoo tersentak kaget, entah sudah keberapa kalinya untuk hari ini. Gadis itu menatap langit-langit kamar Jeongwoo dengan ekspresi kebingungan.

"Seharusnya aku bangun dari koma."

"Dan aku tidak ditonjok adikmu."

Jennie mengalihkan pandangannya ke Jeongwoo. "Kenapa tidak ampuh? Aku tidak mengerti sama sekali. Kalau memang sebenarnya ciuman itu tidak ampuh, untuk apa Persephone meyuruhku mencari takdirku? Mengapa kau bisa melihatku? Semua itu pastinya ada alasan 'kan?"

"Aku tidak tahu, oke? Bukan aku yang berbicara dengan perifon, -oke, Persephone. Aku hanya salah menyebutnya- dan yang melayang-layang dalam bentuk roh." Jeongwoo memejamkan matanya. "Kau yang harusnya paling tahu alasannya."

Jennie berpikir keras. "Ah, apa karena ciumanmu buruk? Ya, pasti karena itu! Cara menciummu salah! Atau kau tidak berbakat ciuman."

Diantara semua penyebab, hal ini merupakan yang paling terakhir ingin Jeongwoo dengar. "Asal kau tahu, aku adalah pencium berbakat. Kalau ada nominasinya, aku pasti mendapatkan pencium terbaik di abad milenial ini. Mungkin bibirmu kurang beres karena setiap hari ciuman dengan selang pernafasan."

"Yak! Sembarangan Kau-"

Tok. Tok.

"Jeongwoo, kau belum tidur 'kan?" suara Jihoon terdengar dari balik pintu.

Jeongwoo memutar bola matanya, sedang malas meladeni siapapun. "Sudah."

Sepertinya Jihoon tidak mengerti maksud Jeongwoo, karena setelah itu Jihoon masuk ke kamar Jeongwoo dan duduk di sisi ranjangnya.

"Waw, urusanmu dengan arwah itu belum selesai, ya?" tanya Jihoon, karena ia bisa merasakan kehadiran Jennie begitu kuat di kamar ini.

"Menurutmu saja."

Jihoon tertawa terbahak. "Kau tahu kenapa? Karena kulihat kalian memiliki sesuatu yang belum selesai didalam diri kalian."

Jennie yang merasa tertarik dengan ucapan Jihoon segera bangkit dari posisinya. "Apa maksudnya?"

"Apa maksudmu?" Jeongwoo meneruskan pertanyaan Jennie.

Jihoon memincingkan matanya, menilai sosok Jeongwoo lalu ke arah ruang kosong dimana Jennie duduk. "Entahlah. Aku hanya merasakan bahwa kalian memiliki sesuatu fakta gelap yang belum kalian hilangkan dalam diri kalian. Sebelum itu terselesaikan, kalian tidak akan menemukan jalan keluar."

Mereka berdua termenung mendengar ucapan Jihoon, bahkan sampai tidak sadar sepupunya telah keluar dari kamar nya.

Apa yang belum mereka selesaikan?

.

.

Jeongwoo berdiri di tengah-tengah sebuah perempatan Jalan yang ia kenali sebagai salah satu perempatan yang sering ia lewati ketika menuju rumahnya. Langit gelap menunjukan malam hari dan Hujan turun begitu deras. Namun anehnya tubuhnya tidak basah sama sekali.

Jeongwoo mengedarkan pandangannya dan menemukan tidak ada siapapun disini kecuali dirinya. Sekarang menunjukkan pukul tengah malam. Jeongwoo tau entah dari mana. Ia mencoba melangkahkan kakinya, tetapi kakinya kaku seakan ada sesuatu yang menahannya disana. Terpaksa, Jeongwoo hanya berdiam diri sampai ia mendengar deru motor besar yang tak asing di telinganya.

Motor MTT Y2K terdengar, dan Jeongwoo tahu itu motornya. Ia bahkan bisa melihatnya muncul di ujung jalan dengan kecepatan tinggi menuju perempatan tempatnya berdiri.

Dari arah timur, Jeongwoo melihat ada sebuah mobil mungil dengan kecepatan lumayan cepat menuju kearahnya, berusaha melewati perempatan sebelum lampu lalu lintas berubah menjadi merah.

Oh, tidak. Jeongwoo tahu kelanjutannya. Tangannya terangkat, menghalau cahaya yang datang dari Motor besar miliknya, dan mobil mungil dihadapannya. Semuanya terjadi sangat cepat ketika motornya menerobos lampu merah dengan kecepatan tinggi, menembus tubuhnya, dan mobil mungil yang baru saja mencapai perempatan kaget dengan kemunculan motor Jeongwoo. Mobil itu segera membanting setir ke kiri untuk menghindar. Hujan deras hanya memperparah keadaan, karena selanjutnya mobil itu tergelincir hingga terguling sebelum menghantam keras pembantas jalan.

Jeongwoo berusaha menggerakan kakinya lagi, namun kakinya tetap terkunci disana. Ia bisa melihat pintu mobil telah terlepas, pengemudi terlempar keluar mobil dan darahnya bercipratan dimana-mana. Tidak perlu berusaha menghampirinya, Jeongwoo langsung tahu bahwa Jennie lah korban kecelakaan itu.

Dada Jeongwoo terasa sesak. Gadis itu batuk darah begitu banyak, badannya kejang-kejang. Ia bisa melihat tangan gadis itu terangkat seakan ingin menggapai sesuatu. Teriakan lirihnya tertimpa suara hujan. "Tolong aku."

Ia mengalihkan pandangannya, mencari keberadaan dirinya yang mengendarai motor. Tapi Jeongwoo tidak melihatnya. Motor itu telah menghilang dibalik hujan.

.

.

Jennie tidak pernah melihat Jeongwoo semenakutkan itu ketika bangun tidur. Nafasnya memburu seakan sedang dikejar sesuatu. Tubuhnya berkeringat, wajahnya begitu pucat. Pria itu bahkan tidak terlihat separah itu kemarin.

"Hei, kau kenapa?"

Jeongwoo merasa jantungnya sakit. Mimpinya terasa begitu nyata. Melihat gadis itu terlempar dan terbiarkan sekarat tengah malam, bukanlah suatu hal yang ingin ia lihat. Apa dia yang membuat Jennie seperti ini?

Jeongwoo bergegas mandi, bersiap-siap. Tidak mengubris pertanyaan Jennie sama sekali, membuat gadis itu kebingungan. Setelah ia siap, pria itu memandang Jennie yang masih berguling-guling di kasurnya dengan tatapan nanar.

"Ayo kita selidiki kecelakaanmu."















TBC
















Halooo,aku mau nanya, kalian mau happy ending atau sad ending?

Next....

A ghost, but not a ghost// Park Jeongwoo X Kim JennieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang