chapter 6🐺🐱

238 39 3
                                    

Happy reading!








"Wah, lihatlah, siapa yang kembali mempersulit Thanatos untuk mencabut nyawa."

Suara berat pria itu muncul seketika bersamaan dengan cengkeraman dingin di pergelangan tangan Persephone, membuat dewi itu tersentak kaget karena tidak memperkirakan kemunculan pria tersebut.

"Membagi kekuatanmu kepada arwah dan membantunya melarikan diri? Itu sudah cukup untuk persidangan."

Lisa menahan nafas ketika mata hitam itu menghakiminya. Pria berambut kecoklatan itu selalu berhasil membuat Lisa terpana, tanpa perlu berusaha. Iris yang mengintimidasi hanya membuat Lisa semakin jatuh cinta. "Aku hanya membantunya sedikit," suaranya nyaris sama seperti meringis. "Dia memang seharusnya belum mati, dan baru saja menemukan seseorang yang bisa membantunya siuman."

Haruto tersenyum, yang malah membuat wajahnya semakin menakutkan. "Oh. Mengapa begitu yakin dia seharusnya tidak berada di Erebos bersama roh lain?"

"Karena," Lisa berpikir keras, mencoba mencari alasan yang masuk akal. "Karena kita belum pernah mendapatkan Roh yang bisa dilihat oleh orang lain, yang ternyata adalah takdirnya sendiri, kau tahu? Dan juga, pria itu adalah pria yang menyebabkan gadis itu koma dan menjadi roh seperti ini." Lisa mengatakannya dengan satu tarikan nafas. Jantungnya berdegup cepat. Sudah beribu tahun ia hidup bersama suaminya, tapi ia tetap tidak bisa mengontrol kinerja jantungnya ketika berada di sisi Dewa itu.

Haruto mengkerutkan kening, dan tetap saja pria itu tampan. bingung apa ada yang bisa membuat pria abadi ini kekurangan ketampanannya.

"Aphordite menemukan mainannya," simpul Haruto. "Dan bermain di wilayahku."

Kata terakhir Haruto diikuti oleh suara guntur.

"Baiklah, kalau begitu. Kita ikuti permainan Dewi Cinta itu." Seringai Haruto tanpa sadar membuat salah satu burung gagaknya tercekik. "Dia bermain di wilayahku, ku berikan fasilitas."

Lisa menganga lebar, sekarang suaminya ingin menantang Aphordite? Mereka kira nyawa Jennie adalah mainan mereka? "Oh, Ayolah, Haruto," ucap Lisa. "Jauhkan dirimu dari ini, oke? Aku berjanji tidak akan membantu gadis itu lagi. Kita biarkan ia berusaha sendiri. Kalaupun akhirnya ia mati, pasti ia akan melewatimu."

"Tidak," satu kata itu sukses membuat Lisa mengatup mulut dan tidak tertarik untuk membukanya 24 jam kedepan.

"Kita lihat siapa yang menang," mata Haruto semakin gelap diikuti seringaian tajam bibirnya. Dan sekali lagi, Lisa jatuh kedalam pesonanya.

"Cinta atau Kematian."

.

.

.

Jeongwoo menghempaskan tubuhnya di kursi. Badannya terasa letih akibat berlari-lari mengejar gadis tembus pandang yang mudah menghilang dibalik kerumunan orang. Jeongwoo sudah terbiasa jogging, tapi ia tidak terbiasa di maki-maki semua orang yang ia tabrak karena mengejar Jennie. Dia bukan arwah.

"Sudah siap pesan, Tuan?" tanya pelayan café.

"Ya, aku pesan Wuah!" Jeongwoo berseru kaget ketika Jennie muncul di hadapannya persis diantara dirinya dan pelayan Café.

"Tu tuan? Anda baik-baik saja?" tanya Pelayan Café ragu-ragu.

"Ya," Jeongwoo melotot ke arah Jennie agar gadis itu menyingkir dari depannya, yang dipatuhi Jennie sambil mengeluarkan cibirannya. "Hot Cappuccino." Tangan Waiters langsung mencatan pesanan Jeongwoo.

"Dan Vanilla Latte," ucap Jennie reflek. Yang seketika membuat dirinya sendiri tertawa menyedihkan. Apa yang dia harapkan? Waiters mendengar suaranya?

"Dan Vanilla Latte," ulang Jeongwoo, bukan kepada Jennie.

A ghost, but not a ghost// Park Jeongwoo X Kim JennieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang