BAB I - PANCREATIC ADENOCARSINOMA

160 11 2
                                    

Hello its A, dont forget to click vote and comments something for this chapter, love you.

Happy Reading!!

Begitu tuhan telah menggariskan takdir hidup manusianya dengan telak, tidak ada apapun yang bisa dilakukan bahkan sekadar mengambi ancang-ancang—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Begitu tuhan telah menggariskan takdir hidup manusianya dengan telak, tidak ada apapun yang bisa dilakukan bahkan sekadar mengambi ancang-ancang—

Charlottetown, Prince Edward Island | CANADA

Seorang pria mata zamrud dengan kaus putih oblong dan celana kain hitam miliknya tengah terduduk di kursi pasien sambil memandangi dengan seksama layar komputer di depannya. Keningnya berkerut, menyadari ada beberapa titik-titik kecil di sekitar gambar pankreas pada layar komputer. Ia menunjuk titik yang terlihat paling besar, lantas menatap pria paruh baya berseragam putih itu sambil berujar,

“Apa itu yang menyebabkan perut dan punggungku selalu sakit?”

Pancreatic Adenocarsinoma,” jelas sang pria berjas, sambil mematikan layar komputer lalu menatap sang lawan bicara dengan wajah serius.

Ah, sepertinya arti dari dua kata itu akan terdengar menyebalkan.” Pria bermata zamrud mengomentari.

“Kanker Pankreas Oliver, hasil dari MRI dan CT-mu, keduanya sangat terlihat jelas jika jaringan kankermu sudah cukup menyebar. Kau harus segera melakukan pengobatan yang serius.”

Oliver menganggukkan kepalanya sambil berpikir, sebelum datang dan memeriksakan dirinya sendiri ke rumah sakit, ia sudah menduga jika mungkin ada hal yang sangat tidak beres yang terjadi di dalam tubuhnya, lalu Oscar mencoba untuk menebak-nebak sendiri dulu dengan mencari semua keluhannya lewat internet. Sebagai persiapan akan hasil yang terburuk.

Hatinya mengerang sial, ini bahkan lebih buruk dari yang terburuk.

“Aku harus mengikuti kontes musikku bulan depan.” Dari sekian kalimat yang ada di kepalanya, Oscar hanya bisa mengucapkan hal itu pada Dokter Harry, sebagai bentuk penolakan dari apa yang sudah pria itu ucapkan.

“Kita bisa menunda sampai keadaanmu membaik,” bantah Dokter Harry dan ia lantas menuliskan sesuatu pada kertas putih di depannya lalu melipat itu dan memasukkannya pada sebuah amplop. Dokter Harry memberikan itu pada Oscar.

“Berikan itu pada ibumu. Dia harus secepatnya berbicara denganku.”

Lantas Oscar terdiam kaku memerhatikan amplop putih itu. Ibunya, seorang penulis sekaligus penerbit terkenal di kota ini yang selalu sibuk dengan pekerjaannya. Apa yang akan wanita paruh baya itu lakukan setelah membaca isi amplop yang sekarang sudah berada di tangannya ini?

SAUDADE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang