- Sequel of Paparazzi -
"Ketika semua telah terlanjur terjadi, pada akhirnya hanyalah penyesalan yang diterima."
— Begin —
"Maafkan aku karena telah menambah luka pada hatimu yang rapuh."
Pagi yang cerah, udara yang hangat. Seharusnya menjadi suasana yang akan mendukung suasana hati agar menjadi lebih baik. Tapi, kenyataannya adalah sebaliknya.
Dibalik cerahnya langit, dan hangatnya sinar mentari. Suasana suram di kediaman Na memperburuk keadaan seorang pemuda yang masih bergelung dibalik selimut tebalnya.
Prang!
"Gila kau! Mana mungkin aku melakukan hal tak terpuji seperti itu! Aku tidak sama denganmu, brengsek!"
"Ha! Masih mau membantah, huh?! Berani kau membantah ucapan suamimu ketika aku mendapatimu jalan beriringan bersama seorang pria!"
Suara benda pecah, serta makian dan umpatan terdengar lantang masuk ke dalam telinga. Jaemin yang baru dua jam lalu mendapat ketenangan dalam tidurnya, harus merelakan itu semua. Kedua matanya yang memerah akibat kurangnya waktu istirahat yang ia miliki, menjadi bukti betapa hidupnya selalu tidak tenang dan terasa berat.
Pertengkaran yang terjadi antara kedua orang tuanya masih terus berlanjut. Bahkan hanya karena masalah kecil, kedua orang tuanya pasti akan bersiteru. Tak kenal waktu, tak mengingat bahwa mereka memiliki satu orang putra yang tertekan akibat pertengkaran keduanya.
Na Jaemin sudah terbiasa dengan itu.
Sejak tiga bulan yang lalu, Jaemin memutuskan untuk kembali tinggal satu atap dengan kedua orang tuanya. Hal itu tentu sebuah keputusan yang salah. Namun, mau bagaimana lagi jika bahkan Jaemin pun merasa muak karena harus tinggal di tempat dimana ia pernah menghabiskan waktu bersama seorang pria di sana.
Ya, pria yang dulu Jaemin sayangi. Pria yang mengaku mencintainya. Pria yang nyatanya justru membuang dirinya demi cinta pertamanya.
Brengsek!
Ketika mengingatnya, Jaemin sangat ingin marah dan menangis. Namun, di situasinya saat ini, ia hanya mampu mengutarakan segala kekesalan dan kesedihannya dalam hati. Ia sudah terlalu bosan untuk mengumpati kebodohannya dulu.
Memilih untuk beranjak dari posisinya, Jaemin berjalan ke kamar mandi kemudian. Masih pukul 5 pagi, tapi Jaemin akan mulai bersiap untuk pergi ke sekolah. Hari ini ada ulangan harian yang tidak ingin Jaemin lewatkan.
Melepas pakaian yang dikenakannya, Jaemin menatap pantulan dirinya pada cermin. Di lengan pria tersebut, banyak sekali goresan bekas luka yang diakibatkan oleh benda tajam.
Jaemin menatap tubuhnya tanpa ekspresi berarti. Sebelum, ia melangkah dan mencelupkan tubuhnya pada bath up yang terisi penuh dengan air hangat.
Dalam tatapan matanya yang kosong, dalam hatinya yang terasa mati rasa, inginnya Jaemin menenggelamkan diri saat ini juga.
Ia merasa.. bahwa Tuhan, dunia, dan takdir tengah membencinya.
•~•~•
Jaemin hidup selayaknya zombie. Tatapan serta sorot matanya kosong. Wajah kuyu, terlihat bahwa ia memiliki waktu yang sangat sedikit untuk beristirahat. Serta guratan di bawah matanya terlalu nampak jelas.
Ketiga temannya bahkan terlalu sering menahan rasa iba juga kekesalan mereka. Pertama, untuk orang tua Jaemin. Kedua, untuk seorang pria yang saat ini duduk di sebuah meja tak jauh dari posisi mereka kini, tengah tertawa bersama teman-temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nomin Oneshot Collection
Short Story> > > > > > > 🍂-Apa kalian sungguh percaya dengan kisah 'happy ending'? Mungkin kebanyakan orang demikian, tapi saya tidak. ⚠WARNING⚠ Cerita dibuat hanya untuk hiburan. Setiap chapter berisi bawang, alias SAD ENDING. Mengandung konten BOYS LOVE dan...