"Kisah klasik tulusnya cinta seorang kakak kepada sang adik."
•~•~•
— Begin —
"Untuk adikku, Na Jaemin. Dari Lee Jeno, kakakmu."
•~•~•
Kisah berawal ketika Lee Jeno yang merupakan seorang pelajar biasa, menemukan gejala aneh pada sang adik—Na Jaemin yang merupakan saudara tirinya. Suatu hari, di hari pertama Jaemin masuk sekolah di salah satu taman kanak-kanak di Seoul, Jeno yang telah berumur genap 8 tahun menjemput sang adik ke sekolahnya.
Merupakan sebuah kebiasaan baginya untuk tidak diantar jemput oleh supir pribadi. Jeno lebih senang menggunakan transportasi umum. Rasanya menyenangkan saat kau bisa bercengkerama dengan teman-temanmu di dalam bus.
Kembali, Jeno sudah berjalan menuju taman bermain dimana setiap anak menunggu jemputan dari orang tua, keluarga, atau supir pribadi mereka. Saat itulah Jeno melihat Jaemin—sang adik yang duduk sendirian di sebuah ayunan—tengah menangis.
Tentu saja Jeno merasa cemas. Ia khawatir Jaemin diganggu oleh anak-anak lainnya—atau Jaemin yang mengalami hal tak menyenangkan lainnya. Dengan segera, ia menghampiri sang adik yang masih menangis.
Jeno menyentuh kedua pundak sang adik, mengelusnya dengan lembut guna memberi Jaemin ketenangan, "Hei, Jaemin. Ada apa? Kenapa kau menangis? Apa ada yang mengganggumu? Katakan, siapa yang sudah mengganggumu?" Jeno berujar. Namun Jaemin justru membalasnya dengan pelukan. Jaemin memeluk leher sang kakak dengan erat masih diiringi isak tangis.
Jeno tak memaksa Jaemin untuk bercerita padanya. Dengan sabar, ia mencoba membuat sang adik merasa lebih tenang di pelukannya. Ia mengelus lembut punggung sang adik, mengelus kepala dengan rambut mangkuk sang adik penuh sayang. Akhirnya, Jeno berhasil menenangkan sang adik dan mulai mengajak Jaemin untuk pulang bersamanya.
•~•~•
Hari-hari berlalu. Selama itu, Jeno tak berhenti memandang curiga kepada sang adik yang kian hari kian terlihat berbeda. Jaemin seringkali menangis, marah, dan tertawa tanpa alasan. Tak sedikit pula Jeno memergoki sang adik yang memilin-milin jari tangannya sendiri saat sedang merasa sedih.
Jeno yang hanya seorang anak berusia 8 tahun, tak terlalu mengerti dengan apa yang tengah terjadi pada sang adik. Ia ingin sekali bercerita kepada kedua orang tuanya, namun ibu dan ayah tirinya sama-sama orang yang sibuk. Jarang sekali keluarganya bisa berkumpul di akhir pekan—atau setidaknya, di malam hari saat istirahat.
"Kak Jeno, Nana tidak lucu?" kalimat yang keluar dari mulut sang adik tersebut membuat Jeno merespon dengan kerutan di dahi. Ia memandang senyum sang adik yang mengembang dengan krayon berada di genggamannya.
"Maksud Jaemin apa? Kakak tidak mengerti. Coba bicara dengan jelas," balasnya.
"Kak Jeno! Nana tidak lucu?! Nana tidak lucu?!"
Jeno terkejut saat Jaemin tiba-tiba berteriak padanya. Adiknya terlihat marah dengan jawaban yang diberikan Jeno. Hal selanjutnya yang lebih mengejutkannya adalah saat Jaemin melemparkan kertas, krayon, dan alat menggambar lainnya ke arah Jeno.
"Nana tidak lucu?! Kak Jeno?!"
"Jaemin, berhenti!"
Jaemin tidak berhenti melempari sang kakak dengan apapun yang terlihat didekatnya. Benda yang dapat dijangkau Jaemin pasti dilemparnya ke arah sang kakak. Membuat Jeno kewalahan dan terpaksa mencengkram kedua tangan sang adik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nomin Oneshot Collection
Short Story> > > > > > > 🍂-Apa kalian sungguh percaya dengan kisah 'happy ending'? Mungkin kebanyakan orang demikian, tapi saya tidak. ⚠WARNING⚠ Cerita dibuat hanya untuk hiburan. Setiap chapter berisi bawang, alias SAD ENDING. Mengandung konten BOYS LOVE dan...