hai, haha, jadi.. ya gitu.
──────────────***
「 amaris pov 」
Jangan tanya aku sekarang sedang dimana. Di kamar mandi, iya. Sambil di tatap oleh para fans si cowok sok ganteng yang berstatus sebagai saudaraku itu.
"Lo bisa ga sih gausah ganjen sama Aksama?" Sinis mereka
"Maaf, gue ga bakal gitu lagi." Sahutku malas
"Awas lo kalo masih berani deketin pacar gue." Kata cewek rambut pirang dan dandanan menor yang aku yakin adalah ketua geng mereka.
Hm, kayak di novel ya.
Adegan si protagonis yang di tindas sama antagonis.
Tapi aku bukan Heroine-nya, tolong. Aku aja pake mukaku buat visual si antagonis di novelku.
Aku cuma tokoh pembantu di sini, tugasnya mengamati para tokoh utama.
Dan aku gaada niatan buat cari masalah. Cukup di rumah aja aku punya masalah, di sekolah jangan.
Aku kan anak baik, sopan, imut, lucu, dan dermawan.
Halah, tapi boong.
Hm, mereka udah pergi. Sialan memang Aksa. Kerjaannya ngasih masalah hidup terus, ga bisa kasih cogan aja gitu?
Cih. Aku pun berjalan kembali ke kelas karena bel sudah berbunyi. Haha, hari ini hari sialku ternyata. Tali sepatuku lepas dan aku tersandung.
Bangsat lah authornya.
/run —sheea
'Bruk!'
"Lo gapapa?" Tanya seorang yang menangkapku. Aku ada dosa apa sih di masa lalu sampe bisa sial terus?
"Yah, gue gapapa. Sori, anu..." Tanya ku pelan.
"Nash, salam kenal." Sahutnya dengan senyum berseri-seri yang membuatku ingin membeli kacamata hitam.
Hm, asw.
Dia Nash, anggota keluarga Terloen, Salah satu keluarga pengusaha terkaya di Asia Tenggara. Salah satu tokoh utama. Kenapa aku jadi sering ketemu sama para tokoh penting?
Yee apa kau? Jangan kira dia ternyata punya keluarga yang paling kaya sedunia, trus ternyata diem-diem mafia.
Karena ini bukan dunia novel.
"Ah, iya, Nash. Sorry, tadi ga liat, permisi." Aku langsung nyelonong, karena sumpah ga tahan liat aura rich man-nya.
"Wait, nama lo siapa?" Tanya nya pelan.
"A—amaris. Amaris Renjana." Cicitku sambil menunduk. Kenapa nanya nama? aku ga bakal di laporin ke polisi cuma karena nabrak dia kan?
Ingat bro, asal ada duit, hukum pun bisa lewat.
Hahai, papalepalepale
"Oh, salken, Amaris. Lain kali jalannya di lihat." Lalu dia pergi. Meninggalkan aku yang mendadak mengalami jantung diskoan (lah?)
"Gila. Rasanya kayak mau di penggal aja, padahal cuma di tatap. Namanya juga orang kaya." Gumamku pelan lalu berjalan kembali ke kelas.
「 author pov 」
Sementara itu Nash yang sedang berjalan santai...
"Amaris ya...
Imut sekali. Rasanya ingin ku simpan dalam lemari agar tak ada yang bisa melihat keimutannya." Katanya riang.
"Nash! Lo kenapa senyum gitu?" Tanya Arean—salah satu sahabatnya bingung
"Nggak, cuma tadi liat kelinci imut." Dia terkekeh pelan
"Lah sejak kapan di sekolah ada kelinci?" Gumam Aksama
"Ngigo kali,"
"Yakali ngigo wong jelas gue denger suaranya tadi." Seru Nash tidak terima.
"Serah lah. Cepet ke kelas."
Amaris yang menatap mereka pun membatin dengan wajah bingung.
'Cogan kelakuannya emang sarap begitu ya semuanya?'
Au ah, Aris tidak peduli. Dahlah.
'Ting!'
"Ah.. pada minta update novel lagi... lembur deh.."
***
hai, eh, gudbai lah.
sekian terima jeremy rl
KAMU SEDANG MEMBACA
ꕤ 𖥻. αmαris's book | slow updαte ★̲ ▸
Narrativa generale★☆.ᥕᥱᥣᥴ᥆꧑ᥱ t᥆ ꧑ᥡ b᥆᥆k ! ^^ ────────────── Oi, indah nian lantunan syairmu itu, teman! Sangat indah sampai aku ingin masuk ke dalamnya. Bermain bersama kelopak bunga yang bertebaran, Tanpa takut bagaimana kerasnya dunia bekerja. Oi, bagus betul lagu...