33. Pecahan Masalahnya, Melelahkan

1.5K 159 17
                                    

       Thalia berkeliling ruangan bernuansa putih, setengah mendecak dia melirik Pamannya yang berkutat dengan laptopnya. Ruangannya yang rapi dan harum, membuat Thalia dongkol. Ruangan laki-laki, tapi seperti ruangan yang dihuni perempuan.

      "Apa Om Agung yang membersihkan ruangan ini setiap hari?" tanya Thalia mendekat ke meja kerja Pamannya, Om Agung.

     Agung menoleh, kemudian meregangkan tubuhnya. "Tidak, dong. Kan, ada pembantu."

     "Begitu, ya. Tapi, kenapa kamarku tidak seharum ini? Apa pembantu di rumah ini pilih kasih?" Thalia duduk di depan meja kerja Pamannya, tangannya memangku wajahnya.

     "Tidak, Om sengaja memasang aroma khusus. Dari seseorang, loh." Agung berujar dengan nada seraknya karena telah lama berkutat di depan layar laptopnya tanpa meminum apa pun.

  Mata Thalia mengerling, "Apa Om sudah punya pacar?" selidiknya.

      Tawa Agung pecah, tangannya mengusap lembut rambut keponakannya. "Tidak, Om tidak punya pacar. Ini dari sahabat kecil Om yang ada di Palembang. Kamu menyukai aromanya?"

     "Mungkin. Lalu, apa tujuan Om memanggilku ke ruangan kerja?" Thalia menatap serius Pamannya.

      Sejenak Agung menghela, setelah itu dia mengambil kotak beludru berwarna biru dari laci kerjanya. Selanjutnya, ia menyodorkan kotak tersebut pada Sang Keponakan.

      Tatapan heran dari Thalia membuat Agung sudah menebak, sudah pasti anak ini akan bertanya padanya setelah ini.

      "Itu adalah bukti yang merujuk pada tersangka pembunuhan ibu kamu, buka saja." Agung menatap sendu Thalia.

      Setengah terkejut Thalia membukanya. Matanya setengah membelalak menatap cincin dengan corak bulan berwarna silver. Sepertinya ini bukan cincin yang dijual bebas di luaran sana. Jadi ini alasan Om Agung menyuruhnya ke ruang kerjanya? Untuk menunjukkan bukti tersangka kematian ibunya.

        "Cincin itu Paman temukan di garasi mobil keluarga Atma Jaya. Saat setelah kematian kakak. Kamu masih ingat pertemuan tiga keluarga besar malam itu? Hubungan keluarga Purnawirawan dengan keluarga Atma Jaya jadi kacau saat jenazah kak Mariya dikebumikan. Sebelum ibumu keluar sebentar untuk mengambil kue ulang tahun oma Lina, Paman berinisiatif untuk keliling rumah Atma Jaya. Ya, tidak sopan memang. Tapi dengan itu, akhirnya Paman menemukan cincin ini. Paman menemukannya kira-kira lima menit setelah ibumu keluar dengan mobilnya dari garasi. Dan akhirnya kak Mariya dikabarkan kecelakaan sekitar 20 menit setelah Paman menemukan cincin. Selanjutnya kamu pasti tahu ceritanya." Agung memangku wajahnya, kenangan malam itu benar-benar masih ia ingat.

       Malam yang seharusnya meriah karena merayakan ulang tahun tetuah keluarga Atma Jaya, malah menjadi malam yang kacau. Pertengkaran tak dapat dielakkan di keesokan harinya. Semenjak kematian Mariya, Arumi tidak pernah kembali menginjakkan kakinya ke dalam rumah keluarga Atma Jaya.

       "Sepertinya aku pernah melihat corak di cincin ini, " celetuk Thalia, matanya menelisik cincin di hadapannya. Walaupun dia masih terasa sakit hatinya kala mendengar cerita dari Pamannya, dia harus tetap ingat tujuannya.

       Di sini dia ingin mengetahui lebih dalam pelaku pembunuhan ibunya. Apakah memang benar dibunuh atau murni kecelakaan. Dia tidak boleh hanyut dalam perasaannya terlalu dalam, sehingga ia terjatuh lagi dalam lubang kenangan.

       "Itu cincin milik keluarga Deinara. Paman mengenalnya, karena cincin tersebut pernah dipakai oleh om Rangga, " sahut Agung dengan nada tak sukanya.

       "Berarti cincin ini sebagai tanda pemimpin keluarga Deinara, ya? Bukankah pemimpin keluarga Deinara sekarang adalah om Rangga?" Thalia menegakkan tubuhnya.

Takdir Kita Berbeda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang