37. Gelangnya, Khusus

885 70 0
                                    

     Bibir Thalia terkatup, matanya memandang sendu Thania yang berkaca-kaca dan mulai terisak. Emosinya yang berkibar mendadak surut, seperti api yang padam karena air.

     "Kalaupun aku tahu dari dulu, aku sudah memberitahumu!!! Hiks ... aku takut kamu akan menjauhiku." Thania berteriak sembari terisak.

      Tubuh Thalia sedikit terperanjat di tempat, menatap saudara tirinya dengan tatapan tidak terbaca. Thalia bingung, dia harus bereaksi bagaimana? Senang? Untuk apa? Lalu, sedih? Semuanya juga sudah terlanjur terjadi.


      "A–aku mohon, Thalia. Jangan benci padaku karena ini. A–aku mi–minta maaf, aku mohon!" mohon Thania, meraih tangan kanan Thalia dan menatapnya harap.

      Mendengar nada permohonan Thania, Thalia jadi menurunkan sebelah alisnya yang menaik. Perlahan ia melepaskan tangan kanannya dari genggaman hangat dan terasa gemetar milik Thania.

     Benci? Dari awal Thalia sudah membenci Thania. Tapi, dia tidak bisa terlalu jujur pada Thania dengan perasaannya. Thalia butuh Thania untuk ia jadikan sebagai batu loncatannya. Apa dia jahat dengan mengaku tidak memiliki rasa benci, padahal jauh di dalam hatinya ia benci pada Thania?

     Setidaknya dia masih mempunyai perasaan. Thalia tidak tahu, sampai kapan bencinya akan bertahan. Kebencian bukankah sesuatu yang buruk, bukan? Thalia tidak suka menahan sesuatu yang buruk di dalam hatinya.

      "Lalu, kau ingin aku apa?" tanya Thalia, nada suaranya terdengar hampa.

     Thania menatap manik mata Thalia, mencoba mencari sesuatu di balik mata coklat tersebut. Mata yang terlihat lelah dan tidak punya arah. Jauh di dalam sana, dia kebingungan.

      "Aku ingin kamu tetap ada di sampingku, percayalah padaku. A–aku akan berbuat apa pun untukmu, apa pun itu. Aku janji!!" ujar Thania yakin, meraih dan menggenggam kembali tangan kanan Thalia erat.

      Seyakin itu Thania berjanji pada Thalia?

      Bahkan Thalia saja hanya ingin mengambil keuntungan dari gadis itu, tidak lebih. Miris, bukan? Siapa sebenarnya yang menjadi korban di sini?

     "Kau janji? Apa ketika aku meminta nyawamu, apa kau mau memberikannya padaku? Dengan senang hati?" tanya Thalia, menatap gelagat Thania yang terkejut.

     Siapa juga yang mau memberikan nyawanya dengan percuma untuk seseorang? Apalagi ketika kehidupannya sangatlah baik.

     Thania terpaku di tempatnya, mulutnya terasa kelu untuk menjawab pertanyaan Thalia. Seakan-akan pita suaranya sudah terputus dan tidak bisa menghasilkan suara. Memberikannya nyawanya pada Thalia? Jika dia menolak, Thalia akan meragukannya. Sedangkan jika dia mau, apa setelahnya semuanya akan baik-baik saja?

     "Tidak mau? Aku sudah tahu, nyawa sangat berarti untuk seseorang yang memiliki kehidupan— "

     "I–iya, aku mau!!" Thania berucap, menatap Thalia percaya diri. Sayangnya, hatinya sedang tidak baik-baik saja. "Ap–apa pun, baik nyawaku atau semua yang ada di hidupku. Aku akan memberikannya untukmu, Thalia!! Jadi, percayalah padaku dan terus bersamaku! Aku mohon!"

     Mata Thalia melebar, mendengar ucapan Thania yang terdengar percaya diri membuatnya terkejut. Dia tidak menyangka jika saudara tirinya itu berpikir dan menjawab pertanyaannya dengan percaya diri. Padahal Thalia hanya mengujinya. Lagi pula untuk apa dia meminta nyawa seseorang?

Takdir Kita Berbeda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang