Dua pemuda dengan setelan bernuansa sama itu hanya diam, membiarkan gerimis di siang ini menyiram lembut tubuh mereka. Suasana dingin langit mendung membuat suasana hati mereka semakin pilu.
“Eomma, sudah sebelas tahun sejak eomma pergi meningalkan kami. Aku sangat merindukanmu, Eomma- ”
“Jisung juga rindu eomma.”
Minho menoleh saat sang adik memotong ucapannya. “Tidak sopan memotong ucapan orang lain, Jisungie.” Ujar Minho dengan senyuman tampannya seraya mengelus lembut surai sang adik yang semakin basah karena gerimis.
Pemuda yang lebih muda menunduk takut. “Mian, Hyung.” Cicitnya pelan. Jisung berjongkok di hadapan makam itu mengelus nisan dingin bertuliskan nama sang eomma.
“Eomma, kenapa eomma hanya datang padaku? Hyung juga ingin melihat eomma.” ucap Jisung menatap ke samping batu nisan.
Tidak, Jisung bukan berbicara pada makan eommanya. Tapi pada hawa hangat di sampingnya.
Minho menghembuskan nafasnya. Jisung berkata seperti itu lagi; kalimat yang selalu pemuda itu katakan padanya. Minho tak tahu, tapi Jisung sering kali berkata bahwa setiap malam dirinya selalu bertemu eomma sebelum tidur.
Indigo? Mungkin iya, tapi Minho tak pernah percaya dengan hal seperti itu. Jisung mungkin hanya berhalusinasi dan membayangkan jika setiap malam eommanya datang.
“Hyung, eomma bilang dia akan menemui mu nanti. Tapi aku tidak tahu kapan, eomma tak memberi tahuku.” Jisung berdiri dan menyandarkan kepalanya di bahu Minho. “Hyung tunggu saja.”
“Berhenti mengatakan hal bodoh, eomma tak akan pernah kembali. Kau hanya terlalu berhalusinasi.” Minho bergantian berjongkok di dekat nisan tersebut. “Maafkan Jisung, eomma. Di hanya belum paham.”
“Kau yang tidak paham, Hyung.”
Jisung berjalan meninggalkan Minho menuju mobil mereka di area luar pemakaman. “Ayo pulang, Hyung! Hujan semakin deras!” teriak Jisung.
Minho hanya menatap sang adik yang lebih dulu masuk kedalam mobil. “Minho pulang dulu, Eomma.” Pemuda itu mencium nisan dingin itu dan tersenyum setelahnya. “Minggu depan Minho kembali kesini ya, eomma. Karena minggu besok, Minho lulus.”
Minho bangkit, sedikit memainkan rumput dengan sepatunya. Hatinya sungguh tak rela jika harus beranjak dari sana. Rasanya seperti seseorang menahan tubuhnya agar tetap diam.
“HYUNG!”
Minho mengela nafas. “Aku pergi dulu, Eomma.”
***
“Kau tak berpamitan dengan, Eomma?” tanya Minho saat baru saja masuk kedalam mobil. Sebenarnya ia tahu dan sudah hafal dengan apa yang akan Jisung katakan, pemuda itu pasti akan bilang jika nanti malam eomma juga akan datang.
“Aku tak perlu berpamitan dengan gundukan tanah.”
Minho menyernyit. “Jaga ucapanmu, disana tempat eomma tidur.” Kesalnya lalu menyalakan mesin mobil dengan sedikit emosi. “Kau sudah dewasa, Ji. aku tak akan lagi mewajarkan ucapan bodohmu.” Lanjutnya sebelum melajukan mobil tersebut keluar dari area makam.
Jisung hanya terdiam menatap jalanan yang semakin basah karena air hujan. Eommanya pasti menangis, setiap mereka mendatangi makam pasti selalu saja hujan. Karena setiap mereka mengunjungi makam itu artinya Minho akan berbicara dengan eommanya, sebab itu eommanya menangis. Bagi Jisung, sudah biasa ia berbincang dengan eommanya.
Jisung itu indigo, berapa kali ia berusaha berbicara dengan Minho dan mengajak Hyungnya itu untuk mau ikut berkomunikasi dengan eommanya. Tapi, ia tahu jika Minho itu keras dan tak percaya dengan hal-hal seperti itu.
Dan Jisung hanya bisa menunggu eommanya sendiri yang menunjukan diri pada Minho. Meskipun ia tak tahu kapan hari itu akan datang.
“Minggu depan, aku akan merayakan kelulusan di rumah. Bersama teman-temanku.”
Jisung menoleh dengan cepat. “Teman-teman mu?” tanyanya.
“Iya, kau juga lama tak bertemu dengan mereka bukan? Hm, kira-kira sembilan tahun kalian tak bertemu kan? “
“Sebelas.”
“Sebelas tahun? Ah tak terasa selama itu.”
Jisung hanya diam, teman-teman Hyungnya? Jisung sering bermain dengan mereka dulu. Saat itu Jisung masih berusia tujuh tahun. Untuk bocah se usia itu tentu saja sulit untuk bergabung dan bermain dengan pemuda belasan tahun. Tapi, teman-teman Hyungnya sangat baik sehingga Jisung tak takut untuk ikut bermain.
“Aku merindukan mereka.” Lirih Jisung dengan mata lurus menatap ke depan.
Minho hanya tersenyum, teman-teman mereka pasti akan terkejut saat melihat Jisung yang sudah tumbuh besar dan tampan seperti ini. Ah, rasanya Minho tidak sabar mempertemukan mereka.
Jika di ingat-ingat, teman-temannya tak lagi berkunjung semenjak kematian eomma mereka. Karena memang Minho sendiri yang tak ingin siapapun datang ke rumahnya saking depreisnya ia saat itu karena kehilangan sang eomma. Namun, adik kecilnya selalu bisa membuatnya tenang.
Jisung yang saat itu masih terlalu kecil berhasil membuatnya kembali bangun. Bocah tupai itu yang selalu mengurus rumah selama Minho mengurung diri di kamar. Melihat itu, Minho sendiri merasa sangat bersalah karena sampai mengabaikan adik kecilnya yang harusnya ia rawat setelah kematian eommanya.
Dimana Appa mereka?
Sejak Jisung lahir, pria pemabuk itu sudah pergi entah kemana. Karena tak ingin tanggung jawab mengurusi keluarga mereka yang saat itu sangatlah miskin. Namun, Eomma mereka tak pernah mengajarkan putera-putera mereka untuk menyimpan dendam pada siapapun. Sekalipun itu kesalahan besar.
______
Ruby banyak bawa book baru. Semoga bisa terselesaikan semua ya hehe.
Oh iya, sebenarnya Ruby dapet request dari Nana si anak konda aowkwkw ><
anakkonda_98Dia pengen cerita all member skz. Dari awal ruby udah mau bikin tapi ragu + males (*´ㅅ')゙ eh malah dateng request-an ya jadi semangat dong ehehe.
Makasih Nana❤
See u in next part-! ❤
Semoga kalian sehat selalu ya❤
![](https://img.wattpad.com/cover/272091539-288-k607606.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔︎] Who Is The Mask | SKZ
Mistério / SuspenseSemuanya berawal dari Minho yang mengajak teman-temannya melihat hutan di belakang rumah miliknya. Namun, siapa sangka hujan turun dengan deras kala itu dan membuat tanah menjadi licin. Hyunjin, yang anaknya memang tak bisa diam harus rela tubuhnya...