Epilog

448 52 17
                                    

Suara sirine polisi saling bersautan. Mengelilingi rumah kecil itu pagi ini. Berbagai liputan sudah menangkap semua yang ada di sana. Sisa darah yang berceceran di lantai rumah itu menjadi satu-satunya barang bukti jika terjadi adanya pembunuhan.

"Tak ada siapapun disini, barang-barang pun hanya tersisa perabotan dapur."

"Pak! Saya menemukan tanah yang seperti baru saja di gali!"

Pihak kepolisian dengan cepat meminta agar tanah itu di bongkar, karena tentu saja itu sangat mencurigakan. Laporan yang sampai pada mereka kemarin malam membuktikan jika kejadian pembunuhan itu baru saja terjadi. Meksipun awalnya ia merasa tak percaya pada pelapor yang menelponnya malam-malam, bahkan dalam intonasi yang sangat tenang. Namun, saat ada laporan susulan dari salah satu keluarga korban yang kehilangan puteranya membuat pihak kepolisian bergerak cepat.

"Ada mayat disini, pak!"

"Terus gali tanah itu, semua korban berjumlah enam orang. Pastikan kalian menemukan enam orang itu."

"Pak!"

Dari sisi lain, seseorang berteriak. Berlari seraya memberikan sebuah topeng dan juga potongan surat yang entah milik siapa. Surat itu terbungkus rapi di dalam amplop. Dengan perlahan pria paruh baya itu membuka amplopnya.





'Jika kalian menemukan tulang-belulang di dekat mayat mereka, tolong kubur kembali. Itu milik eomma kita.'


"Kami menemukan tulang-belulang. Apa disini memang bekas pemakaman?"

Pria dengan wajah keras itu sedikit terdiam. Melipat surat yang baru saja ia baca dan memasukannya kembali ke dalam amplop.
"Kembali kubur saja. Kita hanya butuh ke enam mayat pemuda itu."

"Baik, Pak!"

***

Minho menatap bangunan tinggi yang berjajar di hadapannya. Keramaian kota menjadi pemandangan yang akan ia lihat dari balkon apartemennya mulai saat ini. Setelah mengambil keputusan yang cukup berat, akhirnya mereka pindah dari rumah penuh kenangan itu. Meninggalkan sang eomma yang tertidur di belakang rumah mereka.

Pantas saja, Jisung selalu enggan berdoa pada makam yang selalu mereka datangi saat itu. Bahkan Jisung pernah mengatakan jika dia tidak mau berpamitan dengan gundukan tanah.



"Hyung, Sedang apa? mau bunuh diri?"

Minho tertawa kecil. "Jika aku bisa aku akan melakukannya, tapi bukankah aku sudah berjanji pada eomma untuk menjagamu?"

"Berarti Hyung ada niat untuk bunuh diri?" Jisung ikut berdiri di samping Hyungnya dengan segelas coffee yang ia pegang.

Minho hanya berdehem menjawabnya.

"Lakukan saja, aku akan tetap melihat Hyung meksipun Hyung mati."

"Kau yakin? Aku bisa saja langsung terjun sekarang juga."

"Akan ku siram coffee ini ke wajahmu terlebih dahulu sebelum kau melompat, Hyung."

Keduanya tertawa. Minho merangkul Jisung seraya mengusakkan poninya ke kepala sang adik dengan gemas. "Kita akan tetap hidup. Bersama, selamanya"

"Ya, semoga saja."

Jisung sedikit melirik ke ujung ruangan kamar mereka. Menatap sekilas sosok besar yang memakai jubah hitam di pojok kamar. Cukup tersenyum, Jisung memeluk pinggang Hyungnya dan kembali melempar canda tawa berdua.

[✔︎] Who Is The Mask | SKZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang