Bab 4

6 1 0
                                    


"Ya sudah, aku akan pergi dulu, kau tidak masalahkan ku tinggal sebentar di sini?" tanya Rian.

"Ya baiklah, aku baru tahu bahwa kau tinggal sendirian."

"Tenang saja, aku akan segera kembali," ucap Rian berusaha menenangkan diriku.

****

Kenangan Ibu Jari

Aren menatap ibunya yang sedang memasak, ini hanyalah masa lalu. Namun kenyataannya, setelah ayahnya ketahuan selingkuh. Aren menatap banyak warna merah dalam hidupnya.

Dia ingin membantu ibunya memasak dengan pisau dapur, wanita itu tersenyum dan mengajarinya bagaimana cara memotong daging segar. "Apa kau ingin mencoba makan steak hari ini?" tanyanya.

"Kenapa?" tanya Aren.

Kakaknya memang masih sekolah menengah atas saat itu, sementara Aren telah memasuki kelas menengah pertama. Sebenarnya aku adalah yang paling khawatir. Karena kini Aren menjadi namaku. Diriku jatuh hati pada Rian karena kini hanya dia yang ku punya. Semua terjadi begitu cepat.

Rian kembali dan menanyakan kondisiku. Aku masih syok karena mendengar berita-berita itu, tetapi kali ini aku benar-benar merasa aman. Tiba-tiba aku mendengar suara langkah kaki yang mendekat ke arahku.

"Ada apa?" tanya Rian.

"Apa ada orang selain aku di sini?"

Rian hanya menghela napas, dia berdiri dan meninggalkanku. Aku rasa dia akan mengecek keluar. Sesaat aku mulai mengamati ruangnya penuh foto dan tumpukan kertas itu. Di sana aku menatap foto seorang wanita dan pria yang wajahnya telah di nodai tinta hitam. Coretan-coretan yang menuliskan Im dead.

Ruangan kecil ini adalah rumah Rian, tetapi aku justru merasakan langkah kaki yang semakin dekat. Apakah itu Rian? Tiba-tiba pintu terbuka dan aku menatap pria berbaju dokter itu masuk membuka pintu kamar. Topeng penuh bercak darah itu melangkah mendekat. Dengan kapak di tangan kanannya yang berayun pelan.

Aku menatap sosok itu dengan rasa takut, sesaat kembali teringat dengan mayat ibu yang mendingin di lantai, sosok itu menatapku dengan mata tajam. Aku mampu melihat bahu tegap dan tubuh tingginya, mata tajam dan rambut pendek yang tidak ku kenali.

Kapak itu berayun hampir mengenai kepalaku. Aku berteriak sekencang mungkin, mencari Rian. Dan berusaha keluar, tetapi tanganku di tarik oleh pria misterius di depanku dan melemparkan diriku di atas ranjang.

Pria itu secara brutal hendak memukulkan kapaknya kembali. Tetapi aku menghindarkan diri secara reflek ku dorong tubuhnya hingga terjatuh melepaskan kapak.

Benda tajam itu segera ku ambil dan berniat melawannya untuk menyingkir dari balik pintu. Berharap bisa keluar dan Rian segera kembali, tetapi aku tidak mendapatkan tanda-tanda keberadaan Rian. Apa Rian di balik semua ini?

Mendadak tubuhku bergetar karena kepalaku yang pusing. Masih terlihat dokter itu terduduk tidak bergerak, ketika melihatku yang mulai kehilangan kesadaran, dokter itu berdiri dan datang menghampiriku.

Aku berusaha mengayunkan kapakku, tetapi pria itu dengan cepat mencekik leherku bersama dua tangannya.

"Argh!"

Aku berusaha membuka mataku, namun napas membuat oksigen seakan menekan paru-paru. Diriku mencoba berteriak, sayangnya kini tubuhku mulai melemah. Kapak di tanganku perlahan jatuh tetapi ini belum saatnya untuk aku mati di tangan dokter gila!

Akhirnya diriku menancapkan kapak di belakang tubuhnya. Pria itu berteriak dan berjalan mundur membiarkan kapak kecil itu menancap di belakang tubuhnya. Tanpa pikir panjang dengan tenaga yang tersisa aku berlari membuka pintu kamar dan langsung keluar meninggalkan pria misterius itu.

Who Are You On My Memories?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang