Bagian II

8 1 0
                                    


....

Setelah menemukan teman diskusi ceritanya, Renava semakin bersemangat mengisi buku coretan cerpennya lebih banyak lagi. Pun ketika istirahat kelas, ia tetap terpaku di mejanya menulis semua ide cerita yang didapatnya. Teman-teman sekelasnya kembali tersita perhatiannya oleh Renava. Bukan, kali ini mereka sedikit terperangah melihat Renava yang lebih positif dibandingkan hari-hari kemarin.

"Lihat nggak, dia tetap sibuk dengan buku tulisnya, tapi sekarang dia lebih banyak senyum sendiri!"

"Akhirnya kejiwaan dia kena juga."

"Bukan, menurutku dia baru nemu pacar baru, kayaknya."

"Iyakah?"

Renava sejenak melirik ke arah mereka, namun memutuskan untuk bersikap masa bodoh dan fokus melanjutkan cerpen yang ingin ia tunjukkan pada Asa.

....

Hujan kembali turun, berteduh di bawah kanopi bangku taman kota seperti biasa, Renava memperlihatkan hasil tulisannya kepada Asa. Sejenak Asa membuka lembaran buku catatan, mengamati setip detil guratan kalam yang tersurat.

"Tiga cerpen baru dalam waktu sehari?" Asa bertanya dengan nada sedikit terkejut.

"Ya, kebetulan lagi banyak ide jadi kutulis saja."

Asa tertawa pelan, sembari menutupi mulutnya dengan buku Renava.

"Kenapa?" Tanya Renava bingung.

"Nggak," Asa menggelengkan kepala. "Aku cuma kaget kalau kamu bisa bikin progres secepat ini sejak kemarin kita bertemu. Apa kamu sesemangat ini menulis cerpen untuk kubaca?"

Renava tersipu malu. Ia salah tingkah mencoba menyikapi rasa penasaran Asa.

"Anu... Entahlah, aku juga baru ngerasa kayak begini, lagian, kamu yang pertama kali mau membaca cerpenku."

"Mau?" Asa kembali bergumam heran, "berarti belum pernah ada yang mau baca tulisan kamu?"

"Belum."

"Memangnya sudah kamu tawarin baca sebelumnya?"

Renava terhenyak diam.

"Nah, lho. Jangan-jangan, baru aku saja yang kamu tawarin baca?"

Renava tertawa canggung sembari menggaruk lehernya dengan telunjuk kanannya. Sorot mata Asa mendadak tajam dan sudut bibirnya menukik tajam. Ia tiba-tiba menutup buku lalu menyodorkan kembali ke Renava.

"Renava, kumpulan cerpenmu ini ini terlalu sayang kalau cuma disimpan untuk sendiri. Tawari orang-orang di sekitarmu untuk dibaca."

"Ta, tapi..." Renava berdalih, " belum tentu mereka mau."

"Yang penting kasih kesempatan orang buat baca dulu. Mau dibaca atau nggak, bukan masalah."

"Iya, sih. Tapi..." Renava masih ragu.

"Oh, bagaimana kalau begini saja?" Tukas Asa sembari mengacungkan jari telunjuknya, "Kuberi kamu misi. Kasih lihat buku ini ke teman sekolah dan orang tua kamu. Selama itu, aku nggak akan baca cerpen baru kamu sampai misinya selesai."

"EH?" Renava terkejut. "Kenapa tiba-tiba kamu mengetesku?"

Asa hanya tersenyum sembari menatap Renava. "Nggak cuma aku yang peduli sama kamu, kok."

Renava sejenak terkesima dengan senyuman manis Asa, namun kalimat yang diucapkannya membuatnya mengernyitkan dahinya. Rasanya ia tidak dapat mengeluarkan kata-kata lagi untuk membantahnya.

Hujan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang